SATU

3.1K 396 150
                                    

Kelas 11 IPA 1. Kelas yang cukup populer, selain karena tergolong kelas IPA unggulan, penghuni kelas tersebut juga membuat kelas ini populer.

Misalnya Seulgi Andriani, anak pejabat. Atau, Jiwon Setiawan, kasanova-nya sekolah. Yunhyeong Atmaja, si bocah olimpiade sekaligus keponakan kepala sekolah.

Banyak yang berpendapat bahwa 11 IPA 1 adalah 'kandang'nya orang-orang populer.

Namun, diantara 40 siswa dan siswi dikelas itu ada satu yang tidak begitu populer. Atau lebih tepatnya: tidak dikenali.

Andira Jisoo Maharani. Meski parasnya cantik, di kelas itu ia tergolong biasa saja jika dibandingkan oleh Irene Rajendra—dewinya 11 IPA 1. Ia tergolong murid kutu buku, menghabiskan waktunya untuk membaca buku daripada pergi ke karaoke atau shopping. Temannya di kelas hanya satu orang, satu-satunya orang yang menyadari keberadaannya di kelas. Jennie Claudia. Teman sebangkunya, dan kebetulan tetangganya. Ayahnya seorang komposer, dan ibunya seorang desainer ternama. Jennie sendiri merupakan ketua Cheers di sekolahnya.

Jisoo bukan orang kaya? Tidak, tidak. Justru ia orang yang tergolong kaya. Ayahnya seorang dosen, dan ibunya seorang penulis sekaligus ibu rumah tangga. Keluarga Jisoo baik-baik saja. Namun gadis itu selalu terlihat simpel.

Selain karena gadis itu tidak suka sesuatu yang berlebihan, ia dahulu pernah dimanfaatkan oleh seorang kawan semasa SMPnya. Semenjak saat itu, ia kesulitan memiliki teman. Ia tak bisa percaya pada siapapun. Ia berusaha menutupi latar belakangnya ketika menginjak masa SMA. Ia bahkan kini pergi ke sekolah menggunakan bus.

Sepertinya, pembukaan ini sudah cukup panjang. Sebaiknya kita langsung ke ceritanya saja, kan?

---

Jisoo mengerang frustasi. Ia menatap Jennie dengan tatapan memelas.

"Kenapa kita harus belajar bahasa Jerman sedangkan bahasa Indonesia saja kita masih dapat nilai pas-pasan," gerutu Jisoo kesal. Jennie tertawa, ia sangat mengenal Jisoo dengan baik sejak kecil sehingga melihat gadis itu mengeluhkan hal yang sama adalah hal yang biasa.

"Pas-pasan? Justru nilai Bahasa Indonesiamu selalu mendapat nilai sempurna!" seru Jennie sambil menuliskan jawaban dari tugasnya. Jisoo mengerucutkan bibirnya kesal.

"Bukan begitu maksudku."

"Lalu bagaimana?"

"Ya seperti itu, Jen."

Sekarang malah giliran Jennie yang mengerang frustasi.

"Lama-lama pusing aku sama kamu."

"Lho, siapa suruh mau temenan sama aku?"

"Aku sendiri hehehehehe"

---

Jisoo baru saja sampai di kelas saat ia ditabrak seseorang tak dikenal.

"Ah, maaf ya."

Kalimat singkat itu dibalas anggukan malas dari Jisoo. Dia ingin marah namun rasanya sia-sia, karena tidak ada yang mendengarkannya.

Jennie melongo saat mengetahui siapa yang baru saja menabrak Jisoo, gadis itu mengguncang bahu Jisoo.

"Jisoo! Kamu tahu gak sih, siapa yang tadi nabrak kamu?" tanya Jennie. Jisoo menggeleng.

"Engga, Jen. Percuma aku tahu kalau keberadaan aku disini kayak angin doang, numpang lewat." balas Jisoo datar. Jennie menepuk keningnya dan langsung membawa temannya itu ke kursi mereka.

"Aduh. Masa gak tahu? Taeyong Adhinata. Anak IPS 2 yang bandelnya minta ampun itu!" Jisoo menggeleng.

"Gak peduli Jen, paling juga dia gak bakalan tau kalau aku ini siapa, kan."

famous / tae.sooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang