Bab 14 - New Partner

1.5K 108 10
                                    

Apa yang kau jauhi, belum tentu bisa kau jauhi. Itu takdir.---Alvan.

______________________________

Tidak heran kalau Bungas pemilik blog itu. Hampir saja aku emosi. Dengan kesal kudaratkan badan ke sofa kamar. Melentangkan badan, dan segera terpikir untuk berkali-kali mengirimkan report untuk blog tersebut. Semoga report ini cepat diproses. Kulempar ponsel ke kasur. Mencoba terpejam dan menarik napas panjang.

Wanita itu pintar akting. Ekspresinya kemarin hampir saja membuatku terkecoh. Sama seperti Zulfa. Karena emosi aku hampir gegabah. Apalagi saat itu dia masih memasang wajah tidak tahu-menahu. Benar-benar menyedihkan.

Tidak perlu dipikirkan. Cukup atasi dan pergi.

Zulfa.  Gadis dengan mata manja yang berubah menjadi tajam. Senyum manis menjadi senyum meremehkan.

"Argh! Sudah tidak penting lagi." Aku mengusap muka kasar. "Sudahlah saatnya tidur."

****

"Bagus pembawaan macapatnya, Audy. Silakan pilih temanmu untuk maju," kata Bu Ambar.

"Bungas Bu."

"Oh, Bungas, silakan Bungas."

Tanpa perlu melihat, aku tahu dia gugup. Jalannya diseret. Cukup lama kelas hening. Aku tetap menunduk tak peduli.

"Loh? Kok nggak ada terjemahannya Bungas?" tanya Bu Ambar setengah berteriak. Aku sedikit tersentak.

"Sa-saya ... lupa tidak membawa hasil terjemahannya Bu," jawab Bungas gagap.

"Jadi kamu tidak berminat dengan mata kuliah saya. Kalau begitu, kamu boleh santai di depan. Silakan," kata Bu Ambar. Dingin dan tegas.

"Tapi Bu, saya bisa mengarti---"

"Silakan." Itu terdengar kejam. Aku mendongak. Memperhatikan suasana tidak menyenangkan itu. Tidak peduli, hanya saja ini menganggu.

Bungas melangkah lemas. Terlihat menyesal saat ia terpaksa keluar kelas. Belum sampai pintu, ia berhenti. Menoleh. Mata kami bertabrakan. Tak acuh, aku memalingkan pandangan. Setidaknya aku tidak membuang energi sia-sia untuk ke depannya. 

****

"Bungas, aku minta maaf banget ya tadi. Aku nggak tahu kamu belum menggarap tugas Bu Ambar," kata Audy berlebihan. Suaranya terdengar keras, sampai aku pun mendengarnya. Sebaiknya aku segera ke luar dan menelepon Mas Kino.

"He he, nggak apa-apa kok Audy," ucap Bungas enggan. Audy mungkin mulai menantang Bungas. Biasanya aku membela setiap kali Audy berlebihan. Tapi, kali ini nggak perlu rasanya.

"Duh, gimana dong? Kamu jadi dimarahin Bu Ambar. Gawat! Aku jadi nggak enak." Over acting. Sampai kapan Audy akan melakukannya,  aku tidak peduli. Aku bukan anak kucing terlantar yang harus ia kasihani dan ia pungut. Semenjak kejadian saat SMA aku difitnah,  Audy mendekatiku, dulu ia gadis biasa.  Semua berubah cepat.  Audy menjadi sosok yang semakin asing, dan menggangguku.

Sebaiknya aku keluar sekarang. Dengan cepat kucari dan menelepon nomer kontak Mas Kino. Katanya ada yang harus dibicarakan.

"Hallo Al...," sapa Kak kIno begitu mengangkat telepon. "Assalamu'alaikum, Al, aku mau bicara nih. Ketemu di kafe kemarin aja ya. Penting."

"Oh, oke Mas."

Setelah sampai di kafe, tak butuh waktu lama untuk menemukan Mas Kino.

"Al." Mas Kino memberikan salam, aku segera menjawab dan duduk di depannya. Kupikir ini penting sekali, mengingat Mas Kino mau datang ke sini.

I Will Find You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang