Bab 16 - Konyol

1.2K 104 3
                                    

Bungas sedang memberikan lukaku obat merah.  Padahal aku sudah bilang bisa sendiri. Tapi karena di siku, memang susah sih. Dan lagi-lagi pemaksa Mba Ranaya cukup andil dalam memuluskan rencana kotor. Dengan terpaksa aku menunggunya selesai mengobati. Dari jarak dekat, aku bisa melihat matanya sembab.  Aku bisa menebak ini masih soal hutang ke rentenir,  dan juga saat kemarin dia berlari. 

"Masih lama?" tanyaku heran.

"Lukanya lebar Al. Maaf banget ya? Perih ya? Kalau sakit bilang aja," katanya berlebihan.  Muka berdosanya, cukup menghibur.  

"Btw,  thanks juga buat kemarin," celetuknya tiba-tiba.  Kemarin? Aku hanya mengernyit bingung. 

"Itu,  saat di tangga. Tapi ... aku juga minta maaf banget. Aku harap kamu nggak marah atau salah paham sama Caesar." Ah ... itu, aku hanya mengangguk.

"Itu rahang kamu masih lebam. Aku kompres ya?" ujarnya mengamati rahangku.

"Nggak usah, bentar lagi juga kempes."

"Caesar tuh emosian. Jadi aku terkadang malas kalau bawa-bawa dia di saat yang genting. Cuma dia sebenarnya baik kok. Aku minta maaf banget ya Al,  kamu jadi kena tonjok."

Aku tersenyum kaku,  dan basa basi menjawab, "Nggak pa-pa." Ada yang lebih penting dari ini,  Bungas.  Kamu masih berhutang penjelasan padaku. 

"Jadi latihan?" tanyaku akhirnya. 

"Kamu nggak apa?" Bukannya jawaban,  tapi dia bertanya balik,  cukup kujawab dengan anggukan. Sudah kubilang ini tentang tanggung jawab.

Latihan berjalan sempurna. Duet yang mengharuskan aku dan Bungas saling berakting layaknya sepasang kekasih yang mengutarakan cinta. Walau hanya sesaat, tapi ada yang aneh.

Tepuk tangan meriah menyambut latihan kami, bisa dibilang kami sukses. Saat di panggung,  aku baru menyadari penampilannya yang beda. Gamis pink itu cocok dengan Bungas.


"Thanks ya Al," katanya saat aku mengantarnya pulang. Yang kujawab dengan anggukan. Bungas berbalik membuka pagar rumah.

"Bungas," panggilku menghentikannya.

"Soal kemarin,  sori, aku mendadak kasar, tiba-tiba aku teringat sesuatu.  Mungkin kamu mengingatkannya," ujarku berusaha menjelaskan kejadian di rumah Mas Gibran. Sepertinya bersikap buruk hanya akan menambah masalah.  Berbicara baik-baik seperti ini, mungkin lebih baik. Bungas bukan tipikal orang yang terburu-buru dan nekat, kuyakin dia mau mendengarkan.

"Kemarin? Oh ... kukira apa itu Al.  Kukira aku tuh ada salah apa, gitu." Jawabannya membuatku berpikir lagi, ada salah apa? Kalau dia masih bersikeras tidak merasa bersalah, itu cukup mengganggu ketenanganku. Tapi kali ini aku menunggu dulu, semoga itu bukan hanya sekedar akting, melainkan ada rasa sadar akan salahnya. Coba positif thiking dulu.

****

Mulai hari ini Bungas memulai tugasnya jadi editorku. Semoga lancar. Merasa berharap banyak padanya,  aku percaya dia nggak akan sembarang dengan pekerjaan, bukan?

Assalamu'alaikum,  Mba. Saya perlu melihat hasil editan terakhir.  Kemarin Mas Kino banyak berpesan untuk chapter berikutnya. Katanya harus ada sisipan part di chapter 20. Menurut Mba bagaimana?

Email tersebut kukirim ke Bungas.

****

"Al, Ragil,  kumpulin tugasnya ke Bungas ya?  Aku dah ngumpulin tuh. Nanti sore kita tukeran tugas. Biar nanti minggu depan persiapan kita sudah matang," ujar Audy seraya pergi meninggalkan kelas. 

I Will Find You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang