PROLOG

12.3K 435 12
                                    

Siapa bilang menjadi seorang tuan putri itu menyenangkan? Itu hanyalah dongeng yang terlalu sering diulang, sebuah ilusi yang menutupi kenyataan pahit di balik tirai kemewahan. Untukku, menjadi seorang tuan putri, pada kenyataannya, adalah sebuah penjara. Setiap langkahku hanya dibayangi oleh bayangan kebebasan yang terus mengganggu. Seolah-olah, meskipun aku memiliki segalanya yang diinginkan banyak orang, namun kenyataannya aku terkurung dalam dinding-dinding istana yang megah.

Di Kerajaan Luxio, segala sesuatu tampak sempurna dari luar-menara tinggi, kebun yang rimbun, dan pesta yang gemerlap. Namun, di balik semua itu, menjalani kehidupan sebagai seorang putri dengan serangkaian aturan yang konyol dan kaku, membuatku merasa lelah bahkan sebelum hari dimulai. Raja Antonio, ayahku, dulunya adalah sosok yang penuh kasih, tetapi kini ia telah berubah menjadi sosok yang tak ragu-ragu menghukum siapa pun yang melanggar aturan-aturannya, termasuk putrinya sendiri. Ya, aku adalah satu-satunya putri di kerajaan ini: Putri Kannaya.

Dulu, aku hidup dalam kebahagiaan yang sederhana, dikelilingi oleh kedua orangtuaku dan teman-teman yang selalu ada di sampingku. Kami sering bermain di kebun, berlarian di bawah sinar matahari, dan berbagi rahasia di bawah pohon besar. Namun, semua itu sirna begitu saja. Menguap bagaikan asap, ketika Raja melarangku bertemu dengan teman-temanku. Kebebasan itu direnggut, dan aku terpaksa menyesuaikan diri dengan kehidupan yang sangat berbeda. Aku tak menyukainya.

Sekarang, aku merasa terasing di dalam istanaku sendiri. Setiap detik berlalu, aku merindukan tawa dan ceria yang dulu menghiasi hari-hariku. Raja Antonio ingin agar aku tumbuh menjadi sosok yang sesuai harapannya-putri yang sempurna, yang hanya bergaul dengan orang-orang terpilih dan setara. Aturan-aturan yang dibuatnya menciptakan jarak antara aku dan dunia luar, menjadikan diriku gadis yang anti-sosial, walaupun jiwaku merindukan kebebasan untuk berlari dan bermain di luar istana.

Selain itu, kehidupan sehari-hariku telah ditentukan oleh peraturan yang rumit. Pakaian yang harus aku kenakan setiap hari bukanlah gaun yang nyaman, melainkan gaun formal yang tak jarang membuatku merasa tertekan. Bahkan jam makan, waktu belajar, dan waktu tidur pun diatur dengan ketat. Kehidupan ini membuatku merasa seperti boneka, yang dikendalikan oleh tali-tali aturan yang tak terlihat. Muak sekali.

Di Kerajaan Luxio, aku tidak diizinkan untuk bersekolah di sekolah umum. Meskipun ada banyak sekolah yang bagus di kota dan bahkan negara sekitar, ayah menginginkan agar aku belajar di sekolah khusus bagi putri dan pangeran. Sekolah itu, meskipun megah dan dilengkapi fasilitas yang sangat lengkap, namun itu adalah tempat yang membosankan bagiku. Aku bukan tidak suka belajar dengan sesuatu yang formal; justru aku sangat menyukai pengetahuan, terutama tentang sihir, alam, dan kehidupan manusia. Buku-buku adalah sahabatku, dan aku bisa menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan pribadi milik ibuku, menyerap setiap hal dari sejarah, novel, cerpen, bahkan komik.

Namun, pelajaran yang diajarkan di sekolah putri dan pangeran itu sangat terbatas. Aku tidak pernah menemukan pelajaran yang membahas tentang kehidupan di luar kerajaan--selain mengenai peperangan dan konflik politik lainnya. Yang ada hanyalah pelajaran tentang bagaimana bersikap sebagai putri yang sempurna, bagaimana menjalani kehidupan dengan senyuman yang selalu dipamerkan. Hanya ada pelajaran untuk menjadi sosok pewaris yang sempura tanpa cacat. Di sana, aku tidak pernah melihat anak-anak berlari-larian dengan riang, yang ada hanya sosok-sosok anggun, terjebak dalam kehidupan yang telah dirancang untuk mereka. Tak jarang, mereka lebih memilih berkelompok. Aku lebih sering mengabaikan keberadaan mereka walaupun sudah sangat terlihat jelas bahwa mereka berusaha untuk mendekatiku karena aku satu-satunya putri yang memiliki pengaruh sangat besar disana.

Rasanya sangat aneh, melihat teman-temanku tidak mengeluh tentang semua aturan ini. Sementara itu, aku merasa tertekan, seolah-olah tak ada satu pun dari kami yang bisa bernafas dengan lega. Keterasingan itu semakin menumpuk di dalam diriku, dan kebencian terhadap sekolah semakin membara. Aku merasa tidak berkembang, terkurung dalam ruang kelas yang dikelilingi oleh dinding-dinding kekakuan.

Ah, semua ini mungkin tidak akan terjadi jika saja aku tidak kembali ke kehidupan yang penuh kebohongan ini. Kembali ke istana, kembali menjadi Putri Kanna, dan merenggut kembali semua yang telah hilang. Semuanya berubah. Aku merindukan kehidupanku yang dulu, di mana tawa dan kebahagiaan mengalir bebas tanpa batas. Sebelum akhirnya badai itu menerpa seluruh kerajaan. Jika saja seseorang tidak merenggut segalanya, bersikap seolah dialah sang ratu sesungguhnya. Mungkin saja aku tidak akan sebenci ini dengan rumah bahkan ayahku.

Aku berjanji pada diriku sendiri: aku akan merebut kembali hak-hakku. Akan kutemukan cara untuk mengembalikan kebebasan yang telah diambil dariku. Karena, di dalam diriku, terpendam keinginan untuk melindungi orang-orang yang aku cintai. Tak akan kubiarkan siapapun berkorban demi alasan apapun, termasuk untuk melindungiku.

Kuat adalah satu-satunya jalan. Kekuatan bukan hanya fisik, tetapi juga keberanian untuk melawan aturan yang mengekang ini. Aku akan berjuang, mencari cara untuk mengubah hidupku, untuk menciptakan kembali dunia yang diimpikan, di mana cinta, persahabatan, dan kebebasan bisa hidup berdampingan. Hari-hari di mana aku merindukan kebebasan itu akan berakhir. Inilah saatnya, Putri Kanna, untuk bangkit dan berjuang demi hidup yang sebenarnya.

Magic Rose : Rose Symbol (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang