Setelah beberapa menit bersiap, Kanna akhirnya siap mengenakan seragam barunya—gaun yang telah diralat dan disesuaikan. Dia menyampirkan tas di bahu kanannya, melipat coat di tangan kanannya untuk menutupi luka di tangannya. Dalam hati, dia berharap tidak ada yang melihat bekas-bekas pertarungannya semalam. Dengan langkah mantap, Kanna melangkah keluar dari kamarnya.
Sebelum benar-benar meninggalkan ruangan, Kanna memandangi seluruh isi kamarnya, berharap album foto yang dicari-carinya muncul dari sudut-sudut yang gelap. Namun, hasilnya nihil. Kekecewaan menyergapnya, dan akhirnya ia menutup pintu kamarnya dengan pelan, diikuti oleh dua orang pelayan yang berjalan di belakangnya.
Setiap langkah yang diambilnya menuju tangga terasa lebih berat dari biasanya. Dengan sebuah buku di tangan, Kanna menuruni anak tangga sambil membaca, berusaha mengalihkan pikirannya dari kejadian semalam. Begitu tiba di ruang makan, dia terkejut mendapati suara memanggil namanya.
"Kanna!" seru suara yang familiar. Kanna menghentikan langkahnya tepat di depan meja makan. Dia menurunkan bukunya, memperlihatkan wajah datarnya, seolah-olah ada lapisan triplek yang menutup emosi di baliknya.
"Putri Kanna, apa kau baik-baik saja? Kau ingin ke sekolah, bukan? Kau harus sarapan terlebih dahulu agar cepat pulih," ucap seorang wanita paruh baya, Selir Isabella, dengan nada lembut namun penuh tekanan. Kanna tidak menggubrisnya. Dia mengalihkan pandangannya kepada Roy, pelayan setianya, dan langsung berbalik.
"Kak Roy, apakah sarapanku sudah siap? Segeralah bawa ke kereta, aku akan memakannya di sekolah," perintah Kanna dengan tegas. Tanpa ragu, Roy mengangguk dan segera melaksanakan perintahnya.
Tiba-tiba, suara keras memecah ketegangan yang mengalir di antara mereka.
"Roy, jangan berikan itu!!" pekik Raja Antonio dengan nada mengancam. Roy membeku seketika, dan Kanna pun menghentikan langkahnya.
"Jika kau berani melangkah, maka ...." Kanna menatap Roy, lalu menoleh ke arah Raja Antonio, lalu kembali ke Roy, merasakan ketegangan di udara yang hampir bisa dipotong. Roy tampak sedikit takut.
"Sudahlah, Kak Roy. Kau tak perlu beranjak dari situ. Aku yang akan mengambilnya sendiri. Aku tak ingin ada seseorang lagi yang harus mati konyol dalam waktu dekat," ucap Kanna dengan santai, meski di dalam hatinya bergejolak.
Saat dia hendak mengambil bungkusan dari tangan Roy, tiba-tiba sebuah pisau melesat dan mendarat tepat di kotak bekal itu. Kotak bekal itu pun jatuh, menumpahkan isinya ke lantai. Semua yang hadir di situ tersentak, termasuk Roy yang berkaca-kaca.
"Akan aku buatkan sarapan untuk Anda lagi, Putri," ucap Roy, suaranya bergetar. Namun Kanna menahannya, tak sanggup melihat keraguan di wajah pelayannya yang setia.
"Tak perlu, Kak," ucapnya dengan lembut, berusaha menenangkan. Tapi Roy tetap tak bisa tenang.
"Tapi Tuan Putri ...."
"Aku baik-baik saja. Turuti saja perkataannya. Ingatlah Rea masih memerlukanmu. Aku tak ingin kau mati konyol seperti Niel," Kanna mengangguk pelan, menebarkan senyuman yang penuh pengertian. Roy menghapus air mata di sudut matanya dan membalas senyuman Kanna, meski hatinya masih berat.
Kanna pun berbalik dan beranjak pergi. Namun, saat ia berjalan menjauh, sebuah pisau lain melesat dan mendarat tepat di dinding di sampingnya, membuatnya menghentikan langkahnya. Suara terkejut dari orang-orang di sekitarnya menggema, dan Ratu Isabella pun tampak terkejut, bukan karena khawatir Kanna terluka, tetapi karena situasi ini bisa lebih mengacaukan rencananya.
"Yang Mulia, apa yang kau lakukan?" tanya Selir Isabella dengan gelisah, nada suaranya mencerminkan kepanikan yang tersimpan di dalam hatinya.
"Diamlah Isabella! Kanna, kau semakin kelewatan! Aku tidak mentolerir kelakuanmu ini lagi. Apakah ini yang kau dapatkan di sekolahmu? Di mana tata krama mu? Jika kau mengacuhkanku itu adalah masalah kita, tapi dia adalah ibumu? Bagaimana mungkin kau mengacuhkan perhatiannya juga?! Aku takkan lagi menahan diri, Putri Kanna! Aku akan ...." Kanna melemparkan tatapan dingin ke arah Raja Antonio, membekukan kata-kata sang raja di tenggorokannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Rose : Rose Symbol (Tamat)
Fantasía[revisi] Menjadi seorang PUTRI itu tidaklah semenyenangkan, seperti yang dibayangkan. Kannanya Roseta Caesarean, satu-satunya harapan untuk mengungkap rahasia yang ditutup sangat rapat. Start on Januari 2017 Finished on Oktober 2018 Revisi on Novemb...