ROSE 09

2.3K 157 1
                                    

Hari-hari Kanna kini dilalui dengan penuh kekosongan. Dia yang pernah bersinar cerah, kini tenggelam dalam kegelapan yang menggerogoti jiwanya. Kanna yang sekarang bukanlah Kanna yang dulu; ia yang dulunya selalu memancarkan senyuman dan keceriaan, kini tak pernah tersenyum lagi. Tidak ada lagi cahaya indah yang menerangi iris diamond pink miliknya; yang ada hanya kebencian yang semakin membara di matanya, membentuk bayangan kelam di relung hatinya.

Dulu, Kanna adalah seorang putri yang ceria dan penuh semangat belajar, namun kini semua itu tampak seperti kenangan yang samar. Setiap kali bel sekolah berbunyi, Kanna selalu mengabaikannya, lebih memilih untuk mengurung diri dalam kamar yang sepi, menatap langit yang kelabu dari balik jendela. Kebiasaan yang dulunya mengisi hari-harinya dengan pengetahuan kini tergantikan oleh hening yang menyesakkan.

Rasa kehilangan yang mendalam setelah kepergian sang ibunda tercinta disusul kematian Niel mengubah segalanya. Dia yang dulu tak pernah peduli pada aturan kini malah kehilangan semangat untuk melanggar atau bahkan memperhatikannya. Kanna tak lagi peduli dengan sekitarnya; dia lebih suka menyendiri, bersembunyi dari dunia yang terasa begitu kejam.

Kesehariannya tidak lebih dari sekadar duduk diam menatap ke arah luar jendela, sesekali menatap sinar rembulan yang temaram, berharap bisa menemukan kembali kebahagiaan yang hilang. Kebun mawar di halaman istana, yang dulunya menjadi tempatnya berlari dan bermain, kini hanya menjadi latar belakang bagi kesedihannya. Di situlah dia seringkali termenung, membiarkan benih-benih duka tumbuh subur dalam hatinya.

Saat waktu makan tiba, suasana di meja makan menjadi hening dan canggung. Kanna duduk di sana, mengabaikan makanan yang disajikan di hadapannya. Ia hanya terfokus pada piringnya, mengunyah makanan dengan cepat tanpa menikmati setiap suapannya, seolah-olah makanan itu hanyalah pelengkap rasa sakit yang menggerogoti dirinya. Setelah menuntaskan makannya dengan terburu-buru, Kanna bangkit dan pergi tanpa sepatah kata pun, meninggalkan Selir Isabella dan Raja Antonio dalam kebingungan dan kekhawatiran.

Raja Antonio, yang merasakan ketidakberdayaan dan kecemasan terhadap putrinya, sering kali merasa frustrasi. Ia diperhadapkan pada dua hal; rasa sayangnya sebagai seorang ayah dan rasa kecewa karena Kanna terus menjauh. Dia teringat betapa cerianya Kanna ketika Niel masih hidup. Kini, ia hanya bisa menyaksikan putrinya berjuang melawan kegelapan yang mengubur kebahagiaannya.

Malam ini, di ruang makan kerajaan, Raja Antonio bertekad untuk berbicara dengan Kanna, berusaha mengembalikan sinar dalam hidupnya. Beberapa pelayan dan penjaga berdiri dengan wajah cemas, menyaksikan momen yang penuh ketegangan ini.

Beberapa menit pertama dihabiskan dalam keheningan yang tegang. Hanya suara sendok dan garpu yang saling beradu terdengar, seakan menggambarkan kegelisahan yang menyelimuti suasana. Raja Antonio merasa frustasi melihat Kanna yang tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

Akhirnya, sang raja tidak bisa lagi menahan emosinya. "Kenapa kau seperti ini, Putri Kanna? Ini pasti karena kau terlalu sering bersama si pengkhianat itu!"

Kanna, terkejut mendengar namanya disebut, langsung menyudahi makan malamnya, yang bahkan belum disentuh sedikit pun. Rasa muak yang teramat sangat menghantuinya, terutama dengan perbincangan antara ayah dan ibu tirinya. Tanpa berkata sepatah pun, dia beranjak dari tempatnya, tetapi suara Raja Antonio memanggilnya kembali dengan nada yang lantang.

"Putri Kanna, mau ke mana kau?! Aku belum selesai! Cepat kembali dan habiskan makan malammu!!" perintah sang raja, suaranya menggema di seluruh ruangan.

Kanna merasa hatinya bergetar mendengar nada perintah itu. Dengan kesal, dia membalikkan tubuhnya dan melemparkan tatapan dingin kepada sang ayah, sebuah tatapan yang dipenuhi dengan kemarahan dan rasa sakit. Raja Antonio terkejut melihat perubahan sikap putrinya.

Magic Rose : Rose Symbol (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang