ROSE 06

2.2K 142 0
                                    

Di balik tirai megah yang menggantung di setiap sudut istana, kegelapan terselubung menyelimuti Raja Antonio. Sang raja, yang dikenal oleh rakyatnya sebagai pemimpin bijaksana dan adil, berdiri termenung di depan jendela besar, menghadap ke luar. Angin pagi bertiup lembut, tapi itu tak mampu menghapus kerut di dahinya atau bayangan kelabu di matanya. Pemandangan taman istana yang biasanya menenangkan, kini hanya mengingatkan Antonio pada rasa kesepian yang terus menghantuinya. Wajahnya sendu, penuh kesedihan yang tampak jelas di iris matanya yang pudar.

Di sudut ruangan, Selir Isabella mengawasi Raja Antonio dengan tatapan penuh arti. Bukan tatapan kasih seorang istri, melainkan seringai licik yang tersembunyi di balik senyum lembutnya. Ia tahu betul, sang raja berada di bawah kendalinya—bukan karena cinta, tetapi karena kekuatan yang jauh lebih dalam dan berbahaya. Selir Isabella mendekat perlahan, tangannya memegang sebuah gelas anggur yang telah diberi ramuan rahasia.

"Yang Mulia, ini minuman Anda," ucap Selir Isabella dengan suara lembut yang berbisik, nyaris seperti mantera.

Raja Antonio mengangguk pelan, mengambil gelas itu tanpa rasa curiga, dan meneguk anggurnya. Setiap tetes cairan merah tersebut mengalir di tenggorokannya, membawa keheningan yang tidak biasa. Sesaat, matanya tampak semakin berkabut—tanda bahwa ramuannya mulai bekerja, mengaburkan kehendaknya, menenangkan pikirannya yang resah. Sang raja menarik napas dalam-dalam, seolah mencoba memahami kekacauan yang berputar dalam hatinya, tapi kata-kata Selir Isabella dengan cepat meresapi pikirannya.

"Bagaimana keputusan Anda, Yang Mulia?" tanya Selir Isabella, suaranya selembut sutra namun penuh tipu muslihat.

Sang raja memandangi gelas kosong di tangannya sebelum menghela napas panjang. "Aku ... akan memperketat aturan untuk Putri Kanna. Aku hanya ingin dia lebih patuh, lebih taat pada aturan. Tapi, Isabella ... apakah ini keputusan yang benar? Aku takut dia akan marah. Aku takut kehilangan dia."

Keraguan yang terdengar dalam suaranya tidak luput dari perhatian Selir Isabella. Wanita itu menyunggingkan senyum yang dingin, mendekati sang raja dengan langkah pasti. Ini adalah momen yang telah ia rencanakan dengan matang. "Yang Mulia, ini adalah keputusan terbaik untuknya. Kau tidak ingin melihat putrimu menjadi sosok yang manja dan tak terkendali, bukan? Jika kau terlalu lunak padanya, dia akan berpikir bahwa dia bebas melakukan apa pun yang dia mau." Ternyata ramuan itu masih belum mampu mengaburkan rasa cinta terhadap sang putri.

Raja Antonio terdiam, memikirkan kata-kata selirnya itu. Kebenaran dalam ucapan itu merayap dalam benaknya seolah apa yang dikatakan oleh sang selir adalah kebenaran, meski hati kecilnya menolak. "Mungkin kau benar," gumamnya, mengangguk setuju. "Aku tidak boleh membiarkannya tumbuh liar setelah ibunya pergi."

Selir Isabella tersenyum puas, matanya berkilat. "Tentu, Yang Mulia. Semua ini demi masa depan kerajaan dan putri kita."

Namun, drama yang dimainkan Selir Isabella belum usai. Ia memasang ekspresi sendu, mengalihkan perhatian Raja Antonio yang kini menatapnya dengan alis berkerut. "Apa yang kau pikirkan?" tanya sang raja dengan nada cemas.

Selir Isabella menunduk, berpura-pura ragu. "Aku ... aku mendengar kabar buruk tentang Putri Kanna," ucapnya dengan suara gemetar, cukup untuk membuat Raja Antonio membeku di tempatnya.

"Apa maksudmu? Kabar buruk apa yang kau bicarakan?" Suara Raja Antonio berubah tajam, nada panik terukir di dalamnya. Kegelisahan yang sejak tadi menghantui pikirannya, kini berubah menjadi kecemasan yang menyelubungi seluruh tubuhnya.

Selir Isabella menundukkan kepalanya, memainkan peran dengan sempurna. "Yang Mulia, aku ... aku diberitahu bahwa seseorang melihat Niel berada di kamar Putri Kanna larut malam ... dan ..." Suaranya mulai tersendat, memberi kesan bahwa dia merasa berat untuk melanjutkan.

"Katakan! Apa yang terjadi pada putriku?" pekik Raja Antonio, emosinya meledak. Dia meraih kedua lengan Selir Isabella, mencengkeramnya dengan kuat. Isabella meringis, lalu sang raja sadar dan melepaskan tangannya.

Isabella berusaha pura-pura menenangkan diri, lalu menatap mata sang raja dengan penuh rasa prihatin yang dibuat-buat. "Niel ... dia melecehkan Putri Kanna."

Suasana di ruangan itu mendadak berubah. Wajah Raja Antonio memucat, kemarahannya membara dengan cepat. Kedua tangannya mengepal erat, dan matanya berkilat penuh amarah. Ia berbalik dan dengan cepat melemparkan gelas yang ada di tangannya, suara keras kaca itu menghantam pilar marmer di dekatnya.

Prangg.

"Yang Mulia, tenangkan diri Anda!" seru Selir Isabella, berpura-pura khawatir, meski dalam hatinya dia bersorak atas reaksi sang raja yang sesuai harapannya. Aura gelap menyelimuti ruangan itu, membuat suasana semakin mencekam. Raja Antonio terdiam, mengatur napasnya yang memburu, namun amarahnya tetap berkobar.

"Berani-beraninya dia!" geram Raja Antonio dengan suara menggelegar. "Niel hanyalah pelayan, tak lebih dari seorang pengawal biasa. Dan dia berani menyentuh putriku?!"

Inilah momen yang ditunggu-tunggu oleh Selir Isabella. "Yang Mulia, Niel harus dihukum. Dia sudah melampaui batas. Jika Anda tidak bertindak tegas, orang-orang akan berpikir Anda membiarkan ini terjadi. Saya memang bukan ibu kandung Putri Kanna, tapi saya tidak bisa membiarkan pelecehan ini dibiarkan begitu saja. Ini demi kehormatan keluarga kita."

Raja Antonio, yang sudah dikuasai oleh kemarahan dan pengaruh ramuan, mengangguk keras. "Aku akan mengeksekusi dia di depan seluruh rakyat. Besok, tepat pukul dua belas siang."

Selir Isabella tersenyum dalam hati, puas. Semua berjalan sesuai rencananya.

***

Keesokan harinya, di aula besar istana, suasana tegang menyelimuti ruangan. Para bangsawan dan pejabat kerajaan telah berkumpul, bisik-bisik terdengar dari setiap sudut. Di tengah aula, Putri Kanna berdiri dengan kebingungan yang jelas terlihat di wajahnya. Di sebelahnya, Niel berdiri dengan tegap, meskipun wajahnya menyiratkan kegelisahan.

"Yang Mulia, mengapa kita semua berkumpul di sini? Apa yang ingin kau katakan padaku?" tanya Kanna langsung, suaranya sedikit gemetar, tetapi tegas. Matanya mencari jawaban di wajah ayahnya, yang kini tampak dingin dan tanpa emosi.

Raja Antonio, yang berdiri di atas singgasana, memandangi putrinya dengan sorot mata tajam. "Putriku, kau telah melanggar terlalu banyak aturan dalam beberapa minggu terakhir. Aku tak bisa terus-menerus membelamu. Mulai hari ini, aturan akan diperketat untukmu. Hari penobatanmu sebagai penerus akan segera dilakukan dan kau masih sangat kurang persiapan. Terlebih lagi, kau harus mengganti pengawal pribadimu itu!"

Kanna terdiam, terkejut. "Apa maksud Anda, Yang Mulia?!"

"Aku memutuskan bahwa Niel harus dihukum atas perbuatannya," lanjut Raja Antonio tanpa basa-basi. "Dia telah melecehkanmu."

Kanna menatap ayahnya dengan keterkejutan yang tak mampu disembunyikan. "Apa? Tidak, Yang Mulia! Niel tidak melakukan apapun padaku. Ini salah! Niel tidak bersalah!"

Namun, Raja Antonio tak menggubris bantahan putrinya. "Sudah ada saksi yang melihatnya, Kanna. Niel telah melewati batasnya, dan aku tak akan membiarkan ini begitu saja. Dia harus ditindak sesuai aturan kerajaan!"

"Yang Mulia, ini adalah kesalahpahaman," kata Niel dengan tenang, meski dalam hatinya dia merasa terkejut. Ternyata inilah yang dimaksud oleh Selir Isabella waktu itu. "Saya tak pernah melakukan apa yang dituduhkan pada saya." Niel berusaha membela diri.

Namun, Raja Antonio, yang sudah terperangkap dalam permainan Selir Isabella, mengangkat tangannya, menghentikan Niel berbicara lebih jauh. "Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Aku tak mau mendenger pembelaan darimu! Hukuman sudah diputuskan. Besok, kau akan dieksekusi!"

Kanna merasa dunianya runtuh. Tubuhnya bergetar, dan pandangannya mulai kabur. Sebelum ia sempat berbicara lagi, tubuhnya lemas dan ambruk ke lantai. Niel, yang sejak tadi berdiri di sebelahnya, dengan cepat menangkap tubuhnya sebelum jatuh. Ia memeluk Kanna, berusaha membangunkannya.

"Putri Kanna! Bangunlah!" suara Niel terdengar penuh kecemasan, tapi Kanna tak mampu merespons. Beberapa penjaga dengan cepat menghampiri dan menarik Niel menjauh dari putri yang tak sadarkan diri itu. Niel menatap Kanna dengan penuh kesedihan dan keputusasaan, tapi ia tahu, tak ada yang bisa ia lakukan sekarang.

Rencana Selir Isabella telah berhasil.

Magic Rose : Rose Symbol (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang