ROSE 17

2.2K 130 2
                                    

Kelima sosok yang saling terhubung dalam ikatan tak terlihat itu merasakan tatapan tajam yang mengawasi mereka. Dalam sekejap, mereka menyadari bahwa mereka tidak lagi aman. Dengan langkah cepat dan hati yang berdebar, mereka melarikan diri dari tempat itu, begitu pula Niel, yang menggenggam tangan Putri Kanna erat-erat. Ia membawa Kanna ke dalam perpustakaan rahasia, sebuah tempat yang dipenuhi aroma buku-buku tua dan cahaya redup.

Niel berhati-hati meletakkan Kanna di atas sebuah tempat tidur yang terletak di sudut perpustakaan. Dengan lembut, ia membaringkan tubuhnya, memastikan agar putri itu nyaman. Awalnya, niat Niel adalah membawa Kanna kembali ke kamarnya, tetapi perasaan bahaya mencegahnya. Keberadaan mata-mata di sekitar istana membuatnya ragu. Ia bersyukur saat menyadari bahwa Kanna belum dicari, dan selama mata-mata itu tidak melihatnya, Niel bisa tetap di sampingnya hingga ia sadar kembali.

Sambil menatap Kanna yang terlelap, Niel merasakan ketenangan menyelimuti hatinya. Wajah Kanna yang damai mengingatkannya akan masa-masa indah ketika mereka masih kanak-kanak. Dalam keheningan, matanya menangkap sesuatu di atas meja di samping tempat tidur: sebuah album foto.

Ini milikku.

Niel mengulurkan tangan dan membuka album itu. Di dalamnya, terdapat banyak kenangan indah—senyum Kanna, tawa mereka saat kecil, dan momen-momen yang takkan pernah terlupakan. Namun, tanpa ia sadari, ada sesuatu yang lebih dari sekadar foto. Niel mengeluarkan selembar kertas kecil yang tersembunyi di ujung album, dan saat melihatnya, dia menemukan foto dirinya. Kenangan yang menyentuh namun menyakitkan. Dengan cepat, ia memasukkan kembali foto itu dan meletakkan album di tempatnya.

Kembali, fokus Niel pada Kanna yang kini terbaring lelap. Tangan kanannya yang terluka terbalut kasa putih, dan di atasnya tergambar indah bunga mawar. “Kau telah berhasil membuka segelmu,” bisiknya pelan. Dengan lembut, Niel menggenggam tangan Kanna dan menciumnya.

“Mulai saat ini, kau akan memikul beban berat, Kanna. Maaf jika aku harus membohongimu seperti ini. Kita akan segera bertemu lagi. Berjanjilah padaku untuk menjadi lebih kuat,” ucap Niel, berharap Kanna bisa mendengar. Tetapi gadis itu tetap terdiam, tak memberi respons, seolah terjebak dalam mimpi yang indah.

Niel menghela napas, merasa tidak cukup hanya melihatnya. Dalam hati, dia ingin lebih, tetapi apa daya, dia hanya bisa menjadi pelindung bayangan bagi Kanna saat ini. “Selamat beristirahat, putri,” katanya lirih sebelum meninggalkan Kanna dan bersiaga di sekitar rumah tua itu. Keberadaan pengintai membuatnya lebih waspada.

***

Kanna mengerjapkan matanya berulang kali, berusaha mengingat di mana ia berada. Kepalanya terasa berat, dan sekejap pandangannya gelap. Dia memegang kepalanya dengan kuat, menutup matanya untuk beberapa saat. Setelah pusing yang menggerogoti mulai sirna, Kanna mulai memperhatikan sekelilingnya.

“Ini perpustakaan ibu,” gumamnya, mengenali tempat itu dengan segera. Dengan kekuatan yang diperolehnya, ia bangkit dari tempat tidur. Matanya beralih ke album foto di atas nakas, dan tanpa berpikir panjang, ia meraihnya dan berjalan keluar dari rumah itu.

Kanna menyusuri lorong-lorong istana dengan tatapan kosong. Pikiran dan ingatannya berkelana pada kejadian semalam yang mengguncang jiwanya. Semua terasa begitu surreal—apa yang ia anggap mimpi ternyata menjadi kenyataan, terlihat dari telapak tangan yang terbalut kasa putih.

Anak tangga di depannya terasa menantang. Sejak kejadian itu, suasana di istana berubah. Tak seorang pun berani menyapanya, tampak segan untuk mendekat. Kanna sendiri merasa bahwa amarah dan kesedihannya begitu membara, membuatnya seperti harimau yang siap menerkam.

Saat Kanna melangkah ke anak tangga terakhir, ia terjebak dalam lamunannya. Kakinya tidak menginjak dengan benar, dan—

“Putri!!”

Magic Rose : Rose Symbol (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang