"Putri Kanna, apa yang kau—" Selir Isabella terhenti, terkejut, bersama dengan semua orang yang ada di ruangan itu, termasuk Raja Antonio.
"KUBILANG DIAM KALIAN!!!" Suara lantang Putri Kanna menggema di ruang makan yang sepi, memecahkan keheningan dengan ketegangan yang menggetarkan. Di saat bersamaan,
Rasa sakit menyengat saat serpihan tajam itu melukai telapak tangannya. Darah segar mulai menetes, menciptakan noda merah di lantai putih bersih, sementara seorang maid bergegas mencari dokter kerajaan dengan ekspresi panik. Selir Isabella menutup mulutnya dengan kedua tangan, tidak percaya akan tindakan berani Kanna yang tak terduga.
Raja Antonio, yang panik melihat darah mengucur dari tangan putrinya, berniat mendekatinya. Namun, Kanna, dalam keadaan berapi-api, menolak siapa pun mendekat. Seorang maid yang mencoba mendekatinya dengan perlengkapan pertolongan pertama terpaksa mundur saat Kanna dengan tegas menepis tangan maid tersebut.
"Jangan sentuh aku!" ucap Kanna, suaranya tegas namun tertekan. Raja Antonio merasakan kepanikan menyelimutinya, tetapi belum sempat ia melangkah, Kanna berdiri dengan tangan kanan yang berdarah, menghentikan langkahnya.
"Jika kau melangkah satu langkah saja, aku tak akan segan-segan membunuh kalian sekarang!" ucapnya, suaranya menggema, membuat semua yang mendengarnya merinding.
Atmosfer dalam ruangan berubah drastis. Aura gelap yang pekat mulai menyelimuti Kanna, menambah kesan menakutkan. Ratu Isabella menahan napas, merasakan ancaman yang mengintimidasi dari diri Kanna.
"Ternyata benar apa yang dikatakan Tuan Darkness, gadis ini sangat berbahaya. Aku tak boleh melakukan kesalahan. Jika tidak, maka aku bisa mati konyol di sini," gumam Selir Isabella dalam hati, berusaha menahan Raja Antonio agar tidak mendekati putrinya.
"Tidak, Nona! Jangan lakukan itu. Ku mohon!" suara lembut dari sosok yang tersembunyi di balik pohon, terdengar nyaring di telinga Kanna, namun tidak berhasil meredakan kemarahannya.
Kanna menurunkan tangannya dan melemparkan tatapan dingin namun tajam kepada sang raja. "Kau ingin menghukumku, bukan? Kenapa kau mau mendengarkan perkataan orang lain sebelum kau menghukumku? Ah ya, itu karena bibi yang berbicara kepadamu. Bodohnya aku," Kanna tertawa hambar, kemudian kembali pada keseriusannya.
"Dan ya, kau bisa menghukumku sekarang jika kau mau. Bukankah aku telah membuatmu malu dan mencemarkan nama baikmu? Kau juga mengatakan aku tidak pantas disebut sebagai putri. Lalu kenapa kau tidak menghukumku sekarang, Raja Antonio? Bukankah kau ingin menghukumku tadi? Maka lakukanlah! Aku akan dengan senang hati dihukum, agar aku bisa merasakan bagaimana rasanya dihukum, bahkan saat kau ternyata tak bersalah," Kanna melontarkan kata-kata dengan nada yang ambigu.
"CUKUP, PUTRI KANNA!" Bentak sang raja. Namun, Kanna tak bergeming sedikit pun. Senyumnya kembali mengembang, tetapi sinis.
"Kenapa? Bukankah tadi kau bilang ingin menghukumku? Ayo lakukan! Atau sekalian saja kau bunuh aku agar tidak ada lagi yang membuatmu memikirkan hukuman apa pada putrimu ini," ucapnya, suaranya meresap dalam keheningan yang tegang.
"Bunuh aku sekarang, itu yang kau mau, bukan?" Kanna bertanya tanpa ekspresi, dan hampir bersamaan, sebuah pisau melesat dan mendarat tepat di depan Raja Antonio, menancap di meja dengan suara bergetar.
Suasana dalam ruangan membeku. Semua mata terarah pada pisau itu, lalu beralih ke Kanna. Selir Isabella menatap Kanna dengan ekspresi bingung. Bagaimana mungkin?
"Kau tak perlu bingung bagaimana aku melakukannya. Tapi yang tadi itu nyaris saja. Jika tidak meleset, maka kau yang akan mati, bukan aku," ucap Kanna, memasang senyum miring yang mengerikan. Iris diamond pinknya yang dulunya cerah kini redup, tak lagi memancarkan cahaya. Seluruh atmosfer di sana semakin kelam, pertengkaran antara ayah dan anak ini mengerikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Rose : Rose Symbol (Tamat)
Fantasy[revisi] Menjadi seorang PUTRI itu tidaklah semenyenangkan, seperti yang dibayangkan. Kannanya Roseta Caesarean, satu-satunya harapan untuk mengungkap rahasia yang ditutup sangat rapat. Start on Januari 2017 Finished on Oktober 2018 Revisi on Novemb...