Niel terbangun di dalam sel gelap dan lembap, terkurung dalam besi dingin dan bau lembap yang menyengat. Hatinya berdebar cepat saat ia membayangkan Putri Kanna, yang kini mungkin sedang terpuruk dalam kesedihan akibat berita buruk yang menimpanya. Dia sangat mengkhawatirkan keselamatan sang putri. Dalam keheningan malam itu, Niel merasakan beban emosional yang semakin berat; dia tahu betapa besar penderitaan yang dirasakan Kanna akibat semua ini.
Ia menatap ke luar sel, mencoba menyakinkan diri bahwa masih ada harapan. Dengan suara penuh harap, ia memohon kepada sang penjaga, "Kumohon, biarkan aku menemui sang putri. Dia pasti sangat terpukul dengan semua ini. Kumohon, hanya sekali saja. Setelah itu ...," kata-katanya menggantung di udara, terjebak antara keputusasaan dan harapan. "Setelah itu, aku akan siap menghadapi eksekusi tanpa perlawanan. Tapi izinkan aku bertemu dengannya untuk terakhir kali."
Sang hakim, Tuan Mark, yang menyaksikan permohonan ini dengan hati yang berat, terpaksa menjatuhkan hukuman itu kepada Niel. Ia tahu Niel bukanlah penjahat, tetapi tekanan dari Raja Antonio dan Selir Isabella begitu kuat. Tuan Mark menghela napas, lalu berkata, "Baiklah, Niel. Aku akan mengizinkanmu untuk bertemu dengan sang putri. Biarkan aku berbicara dengan raja."
"Biar aku saja Tuan Mark, ANda tolong awasi Niel saja," ucap Valtor pada Mark. Mark setuju. Kebetulan dia juga perlu berbicara dengan Niel.
Valtor meninggalkan mereka. Begitu Tuan Mark memberikan perintah kepada para pengawal untuk meninggalkan mereka berdua, dia menatap Niel dengan empati. "Niel ... maafkan aku. Aku tahu kau tak bersalah, tetapi aku terjebak dalam situasi ini." Wajahnya dipenuhi kerutan yang menunjukkan rasa bersalah yang mendalam.
Niel tersenyum lemah, meski hatinya penuh kepedihan. "Tuan Mark, aku sudah mengetahui ini sejak awal," katanya, suaranya sedikit menggetar. Tuan Mark terkejut, matanya membesar dalam kebingungan.
"Bagaimana kau tahu?" tanyanya, suaranya hampir tak terdengar.
Niel menggelengkan kepalanya, tapi ada sebuah kilatan dalam ingatannya yang membawa mereka kembali ke masa lalu.
**Flashback**
Seorang wanita anggun, Ratu Claris, berdiri di tengah kebun bunga yang bermekaran. Senyumannya menyiratkan kedamaian, namun di matanya tersimpan kekhawatiran. "Tuan Mark, bisakah kau berjanji padaku?" tanyanya, suaranya lembut namun tegas.
"Ya, tentu saja, Yang Mulia," jawab Tuan Mark, meski hatinya terasa berat.
"Kau tahu tentang ramalan itu, bukan? Mereka telah datang, dan mereka telah menghancurkan satu kerajaan," ujar sang ratu, suaranya penuh kesedihan.
"Saya tahu itu, Yang Mulia. Tetapi sepertinya, bukan hanya ini yang ingin Anda sampaikan. Apakah ini berkaitan dengan bocah yang Anda selamatkan itu?" tanya Tuan Mark, mencoba menangkap pikiran sang ratu.
Ratu Claris tersenyum samar, matanya menatap hamparan bunga di depan mereka, di mana seorang bocah laki-laki dan perempuan berlari-larian penuh tawa. "Perasaanmu memang kuat, Mark. Kau harus tahu, bocah itu istimewa," ucapnya dengan nada penuh misteri.
"Maksud Anda?" tanya Mark, bingung.
"Bocah laki-laki bernama Niel itu adalah seorang Guardian. Itulah alasan mengapa kegelapan dan pasukannya menyerang kerajaan kita," jelas Ratu Claris, menatap tajam ke arah Tuan Mark.
"Sang penjaga dalam ramalan," gumam Tuan Mark, merasa tertegun oleh pengakuan itu.
Ratu Claris menghampiri Tuan Mark dan memegang tangannya, "Aku ingin menitipkan Niel padamu saat aku pergi. Tolong awasi dia. Jangan biarkan siapa pun tahu bahwa dia adalah seorang Guardian. Kau bisa, kan, demi kakakmu?"
Mark hanya mengangguk, sambil memperhatikan kedua bocah itu yang bermain ceria. Dalam hatinya, ia bertekad untuk menjaga rahasia itu demi masa depan kerajaan.
**Flashback End**
Kembali ke saat ini, Niel menatap Tuan Mark dengan tatapan penuh harap. "Ya, aku tahu, Tuan. Aku juga telah berjanji kepada Ratu Claris. Itulah mengapa hingga saat ini tidak ada yang mengetahui siapa aku sebenarnya. Tetapi sekarang, aku harus bertemu dengan Putri Kanna. Aku harus memastikan dia baik-baik saja."
Tuan Mark menghela napas panjang, menimbang pilihan yang ada di hadapannya. "Baiklah. Aku akan mengizinkanmu untuk bertemu dengan sang putri. Anggap saja ini permintaan terakhirmu. Aku dan Valtor akan mengatur semuanya."
Raut wajah Niel tiba-tiba bersinar, senyumnya merekah saat ia berdiri dan mengikuti Tuan Mark dan Tuan Valtor menuju kamar sang putri, diiringi oleh dua pengawal.
Sesampainya di depan kamar, para pengawal harus menunggu di luar. Niel melangkah masuk dengan hati berdebar. Di dalam, ia menemukan Putri Kanna terbaring, wajahnya tampak pucat dan lelah, seolah beban dunia menimpanya.
Ketika Niel mendekat, Kanna perlahan membuka matanya. Awalnya, pandangannya kabur, tetapi saat matanya mulai fokus, ia melihat sosok yang sangat ia rindukan. "Niel!" serunya, tanpa bisa menahan emosinya.
Putri Kanna bangkit dari tempat tidurnya dan langsung memeluk Niel erat-erat. Niel terkejut, tetapi tidak menolak. Ia tahu betapa pentingnya saat-saat ini bagi mereka berdua.
"Yang Mulia, apakah kau baik-baik saja?" tanyanya, duduk di sampingnya dengan penuh perhatian.
Kanna mengalihkan pandangannya ke boneka kesayangannya, menutupi air mata yang mulai mengalir. "Bodoh!" ujarnya, suaranya penuh emosi.
"Maaf?" Niel terkejut, bingung dengan reaksi sang putri.
"Kenapa kau tidak membela dirimu? Kau tidak bersalah, Niel! Mereka mencoba menjebakmu!" kata Kanna, air matanya jatuh satu per satu.
Niel merasakan hatinya teriris. Ia tidak ingin melihat Kanna menderita. "Yang Mulia, kau tidak perlu cemas. Aku—"
"Tidak! Aku akan bicara pada ayah! Dia pasti akan mendengarkanku dan membatalkan eksekusi itu!" Kanna bersikeras, berusaha bangkit dari tempat tidur. Namun, Niel menahannya lembut.
"Yang Mulia, aku tidak akan meninggalkanmu. Aku akan selalu bersamamu," ucap Niel dengan suara menenangkan. "Tetapi, raja tidak akan mengubah keputusannya. Pertemuan ini adalah satu kesempatan terakhirku. Ini adalah permintaan terakhirku."
Kanna terdiam, wajahnya penuh kesedihan. Niel bisa merasakan beratnya kenyataan yang mereka hadapi. Dalam keheningan itu, Niel mengalihkan pandangannya ke Kanna, wajahnya dipenuhi ketegasan.
"Bolehkah aku meminta satu permintaan, Yang Mulia?" tanya Niel, suaranya lembut namun tegas.
Kanna menatapnya dalam-dalam, hatinya bergetar. "Apa permintaan itu?"
"Yang Mulia, tolong jangan pernah menyerah. Temukan jati dirimu dan bawa mereka bersamamu. Jangan biarkan sisi gelap dalam dirimu menguasai. Jika bukan untukku, lakukanlah demi Ratu Claris dan orang-orang yang kau sayangi." Kata-kata itu mengalir dari mulut Niel, membangkitkan kekuatan dalam diri Kanna meski ada ketidakpastian di dalam hatinya.
Tiba-tiba, dorongan tak terduga membuat Niel tersenta. Kanna, dalam ketidakpastian, tidak bergerak mundur. Semakin lama, keduanya semakin dekat hingga akhirnya bibir mereka bertemu, menciptakan keheningan yang penuh emosi.
Kanna memejamkan matanya, merasakan kehangatan dalam ciuman itu—tak ada penolakan, hanya ketulusan. Beberapa detik kemudian, Niel menarik diri, meninggalkan Kanna yang tertegun. Air mata membanjiri wajah Kanna.
"Niel ..." Hanya itu yang keluar dari mulutnya, suaranya penuh dengan rasa sakit yang mendalam. Kanna melihat air mata Niel mengalir di pipinya. "Jangan pergi ..." ucapnya, tetapi Niel tidak mendengarkan, langkahnya cepat meninggalkan ruangan itu.
Kini, Kanna terpuruk, hatinya hancur seakan semuanya runtuh. Air matanya mengalir deras saat ia merasakan kesepian yang menggerogoti. Dalam kesunyian itu, harapan yang pernah menyala kini redup, menyisakan rasa takut dan kehilangan yang mendalam.
Sementara Niel, di luar kamar, diam dan tertegun. Ia tahu bahwa apa yang telah dilakukannya adalah untuk yang terakhir kalinya. Ia akan menghadapi eksekusi tanpa perlawanan, tetapi di dalam hati, harapan akan masa depan Kanna akan selalu bersamanya, meski ia terkurung dalam kegelapan.
Di dalam selnya, Niel berpegang pada janji yang telah ia buat—bahwa ia akan selalu ada untuk Kanna, di mana pun ia berada. Dan di balik semua itu, ada harapan bahwa suatu saat, jalan mereka akan bertemu kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Rose : Rose Symbol (Tamat)
Fantasy[revisi] Menjadi seorang PUTRI itu tidaklah semenyenangkan, seperti yang dibayangkan. Kannanya Roseta Caesarean, satu-satunya harapan untuk mengungkap rahasia yang ditutup sangat rapat. Start on Januari 2017 Finished on Oktober 2018 Revisi on Novemb...