Niel menaiki anak tangga dengan hati yang dipenuhi oleh berbagai pikiran, membawa nampan berisi makan siang untuk Putri Kanna. "Tentu saja, dia selalu berhasil memanfaatkan posisinya," pikirnya dengan sarkastik. Sambil menggerutu dalam hati, Niel membayangkan ekspresi Kanna yang mungkin akan menikmati pemandangan dirinya membawa makanan seperti seorang pelayan. Senyum kecil muncul di bibirnya, namun matanya tetap waspada. Dia tahu, Kanna suka mengerjai dirinya dengan hal-hal kecil seperti ini, tetapi kali ini ada sesuatu yang berbeda.
Setibanya di depan pintu kamar Kanna, Niel berhenti sejenak, menyusun kata-kata yang tepat dalam kepalanya. Namun, pikirannya terhenti ketika ia mendengar suara pelan dari dalam ruangan. Itu adalah suara isak tangis, begitu lirih namun sangat nyata. Rasa khawatir mulai merayapi dirinya. Tidak seperti biasanya Kanna menunjukkan kelemahan, apalagi menangis.
Ia mengetuk pintu tiga kali dengan ragu.
Tok, tok, tok.
"Masuk!" perintah suara Kanna, tegas namun terdengar agak tergesa.
Niel membuka pintu, dan suara berderit dari engsel yang aus mengisi keheningan di antara mereka. Saat dia melangkah masuk, matanya langsung tertuju pada Kanna yang masih berdiri membelakanginya, menghadap sebuah lukisan besar yang tergantung di dinding. Tanpa sepatah kata, ia hanya berdiri di sana, menunggu. Dia tahu bahwa Kanna tidak ingin diganggu, namun rasa tanggung jawabnya sebagai sahabat dan pelindung membuatnya enggan untuk langsung pergi.
"Sudah kubilang aku tidak lapar. Bawa pergi makanan itu. Aku tidak butuh apa pun saat ini," suara Kanna terdengar dingin, meski Niel bisa merasakan getaran emosional di balik kata-katanya. Sebelum dia sempat merespons, Kanna melanjutkan, "Atau ... apa kau ingin aku mengusirmu seperti dulu? Mungkin kali ini aku benar-benar akan melakukannya."
Namun, sebelum Kanna bisa menyelesaikan ancamannya, Niel memutuskan untuk angkat bicara. "Atau kau akan apa? Membunuhku?" ucapnya dengan nada bercanda, meskipun di balik lelucon itu ada rasa empati yang mendalam.
Kanna langsung berbalik, matanya yang masih sembab langsung bertemu dengan tatapan Niel. Dia berusaha menampilkan wajah tegar, namun jelas terlihat rasa malu di wajahnya. Cepat-cepat, Kanna menyilangkan tangan di depan dadanya, seolah mencoba menutupi jejak emosional yang baru saja terbuka.
"Kau ... apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya tajam, mencoba memulihkan kembali kontrol dirinya. Mata biru Kanna bersinar dengan emosi yang campur aduk, namun Niel bisa melihat kelelahan di balik itu.
Niel meletakkan nampan makan malam di atas tempat tidur tanpa tergesa. "Kau yang membuatku berada di sini. Bukankah kau yang menyuruhku membawakan makan malam ini?" ucapnya sambil mengangkat bahunya acuh tak acuh, kemudian berbalik, berjalan menuju jendela besar di sudut kamar. Dia tahu, semakin lama dia mempermainkan situasi, semakin Kanna akan terbawa suasana.
"Jangan bercanda denganku, Niel. Aku tidak sedang dalam mood untuk lelucon bodohmu," gerutu Kanna, wajahnya kini memerah bukan hanya karena tangisan sebelumnya, tetapi juga karena marah dan malu.
"Tunggu dulu," katanya lagi, ekspresi wajahnya tiba-tiba berubah dari marah menjadi bingung. "Apa maksudmu aku yang membuatmu ke sini?"
Niel tersenyum penuh arti, namun tak menjawab langsung. Dia membalikkan badan dengan perlahan, lalu menatap Kanna dengan sorot mata yang penuh teka-teki. Wajah Kanna memerah lebih dalam saat melihat ekspresi licik di wajah Niel. Dengan nada protes yang lebih tinggi, ia mengulang pertanyaannya.
"Tsk. Berhenti tertawa dan jawab aku, Niel!"
Tawanya tak bisa lagi ditahan. "Pffft." Niel mulai tertawa kecil, tak tahan melihat ekspresi kebingungan yang begitu langka di wajah Kanna. Biasanya, Kanna adalah sosok yang tenang dan penuh kendali, tapi di saat-saat seperti ini, dia terlihat begitu manusiawi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Rose : Rose Symbol (Tamat)
Fantasía[revisi] Menjadi seorang PUTRI itu tidaklah semenyenangkan, seperti yang dibayangkan. Kannanya Roseta Caesarean, satu-satunya harapan untuk mengungkap rahasia yang ditutup sangat rapat. Start on Januari 2017 Finished on Oktober 2018 Revisi on Novemb...