Kanna melangkah pelan menuju perpustakaan milik ibunya, terletak di antara taman mawar yang penuh kenangan. Perpustakaan tua ini selalu menjadi tempat pelarian baginya, tempat di mana ia bisa mengenang masa-masa indah bersama sang ibu. Suasana di sekelilingnya tenang, dengan aroma bunga mawar yang mekar menambah kesedihan di hatinya. Ia mengelilingi ruangan, menyentuh rak-rak berdebu yang menyimpan ribuan kisah.
Tatapannya jatuh pada sebuah bingkai foto di meja kayu, di mana sebuah foto dirinya bersama sang ibu tersenyum ceria. Tanpa ragu, Kanna mengangkat bingkai itu, menempatkannya di atas dadanya, seolah berharap bisa mendengar suara ibunya lagi.
Dengan penuh kerinduan, Kanna meletakkan kedua tangan di atas meja, tepat di atas album foto, dan membaringkan kepalanya di sana. Perasaan lelah dan sedih menyelimuti dirinya, menciptakan kerinduan yang tak terperikan. Hanya di tempat ini ia bisa melepaskan penat dan kesedihan yang terakumulasi, mengingat kembali sisa-sisa masa lalu yang penuh kebahagiaan.
“Bu, bisakah aku bertemu denganmu lagi?” Kanna bergumam lirih, suara itu seakan tenggelam dalam kesunyian perpustakaan. Perlahan, rasa kantuk menyergapnya, dan Kanna pun terlelap dalam tidurnya.
Hembusan angin lembut membangunkannya. Kanna membuka matanya, menemukan dirinya di tengah taman sakura yang indah, tempat di mana kenangan indah bersamanya dan ibunya terukir kuat. Senyum merekah di wajahnya, saat ia merasakan kembali kehangatan yang pernah ada.
“Sama seperti saat itu. Aah, ibu pasti ada di tempat itu,” gumamnya pelan, melangkah penuh semangat menuju barisan pepohonan sakura yang sedang mekar.
Namun, sejenak, keindahan itu terhenti. Di depan Kanna, cahaya putih membelah barisan pepohonan, mengungkapkan pemandangan yang mengejutkannya. Hamparan bunga mawar yang baru saja dilihatnya kini hancur berantakan, hanya menyisakan kelopak dan tangkai yang terpisah. Hatinya bergetar, dan air mata tak tertahan membanjiri pipinya.
“Apa yang terjadi? Siapa yang tega menghancurkan semua ini?” gumamnya, sambil memandang sekitar, seolah mencari jawaban. Di tengah kesunyian itu, hanya isak tangisnya yang terdengar sendu.
Kanna melangkah menyusuri jalan setapak yang dipenuhi kelopak bunga yang berhamburan. Dalam perjalanan, matanya tertuju pada satu bunga mawar yang masih kuncup tergeletak di sana. Ia memungutnya dengan lembut dan menggenggamnya erat.
“Aku telah menyelamatkanmu. Kau tak perlu takut lagi. Ada aku bersamamu sekarang. Aku tak akan membiarkan siapapun menyakitimu,” ucap Kanna penuh pengharapan. Mawar itu tak merespons, namun Kanna merasakan getaran lembut dalam pelukannya. Seolah mawar itu tahu apa yang ia rasakan.
Kini dirinya terus berjalan tanpa tujuan hingga akhirnya ia melihat pohon besar—tempat di mana ia dan ibunya biasa bertemu. Kanna menyipitkan matanya, berusaha memastikan sosok yang tersandar lemah di pohon itu. Ketika ia melihat sosok itu lebih jelas, matanya membelalak. Sang ibu!
Kanna berlari menghampiri ibunya, hatinya dipenuhi rasa cemas. Namun, saat mendekat, ia terkejut melihat betapa lemah dan berdarahnya sang ibu.
“Ka-Kanna, apa yang kau lakukan di sini?” tanya sang ibu, suaranya semakin tersengal. Kanna tak mampu menahan tangisnya.
“Ibu! Bagaimana kau bisa terluka seperti ini? Siapa yang melakukan ini padamu?” isak Kanna, wajahnya dipenuhi kepanikan dan ketakutan.
“Tenang, sayang. Kau di sini sekarang, itu yang terpenting,” sang ibu berusaha tersenyum, namun senyumnya tampak dipenuhi rasa sakit. Kanna merasa hancur melihat keadaan ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Rose : Rose Symbol (Tamat)
Fantasy[revisi] Menjadi seorang PUTRI itu tidaklah semenyenangkan, seperti yang dibayangkan. Kannanya Roseta Caesarean, satu-satunya harapan untuk mengungkap rahasia yang ditutup sangat rapat. Start on Januari 2017 Finished on Oktober 2018 Revisi on Novemb...