Niall memperhatikan keempat temannya yang sudah sibuk tertawa dan bercerita ria.
Lelaki itu memejamkan matanya sejenak. Ia memutar memori dimana ia dan keempat temannya wisuda pada saat SMA. Ia juga memutar memori dimana ia dan teman-temannya melakukan balap liar, nongkrong bersama dan melakukan kegiatan yang biasa dilakukan lelaki seumuran mereka.
Lelaki itu menggelengkan kepalanya, ia tidak ingin membuat semuanya menjadi rumit dan berat.
"Ehm" dehaman Niall ternyata berhasil membuat teman-temannya itu terfokus padanya.
"Gue mau ngomong" Niall menatap teman-temannya bergantian. Dari Jordan, Romeo, Vion,dan terakhir Riko.
Semua yang berada di ruang tamu milik Vion pun terfokus pada Niall. Menunggu laki-laki itu melanjutkan perkataannya. Karna merasa sepertinya Niall hendak berbicara serius.
"Gue mau pindah ke Belanda"
"Ha? Boong lo pasti bercanda kan?" Romeo adalah orang pertama yang mengomentari ucapan Niall.
"Iya sumpah gak lucu Al, plis deh lo gak mungkin kan ke Belanda" Vion yang berada disisi kanan Niall langsung memposisikan dirinya menghadap Niall.
"Apaan si Al? Pindah? Ke Belanda?" Jordan tertawa ia mengganggap itu hanya gurauan Niall.
"Gue tau lo-" ucapan Riko terpotong oleh Niall.
"Gue serius, bokap gue sakit keras dan dia butuh perawatan yang lebih baik." Niall membuka mulut.
"Dan Belanda tempatnya?" Tanya Vion startistik.
"Lo pikir gue mau? Gue juga gak mau, ya tapi lo semua tau kan gue juga gak mungkin ngebiarin bokap gue sendirian di sana. Gue- gue gak bisa ninggalin dia"
"Tapi lo ninggalin kita " ucap Riko.
"Maaf" Niall menundukkan kepalanya. Lelaki itu sadar bahwa ia juga tidak bisa meninggalkan empat orang sahabat baiknya yang selalu ada sejak ia SMA.
"Lo semua juga kan yang bilang kalo gue harus memperbaiki hubungan gue sama bokap gue. Lo semua juga kan yang bilang kalo gue harus ngerti dan sadar akan posisi bokap gue. Dan sekarang gue mau ngelakuin itu. Gue mau memperbaiki semuanya. Semuanya. Waktu yang gue sama bokap buang buat kehidupan kita masing-masing. Waktu yang ilang karna ego kita. Waktu yang terbuang sia-sia buat ngeributin hal yang gak jelas.
"Gue tau gue nakal, gue bandel, gue selalu ngabisin duit bokap gue, gue selalu ngelanggar aturan dia, gue gak pernah dengerin dia, gue selalu bikin dia marah, gue selalu nuntut dia buat jadi kaya apa yang gue mau, gue selalu bikin dia kecewa. Tapi gue tetep anaknya, gue tetep sayang sama dia apapun keadaannya. Gue sadar gue cuma punya dia. Gue gak mau nyesel di kemudian hari. Gue juga gak mau ke Belanda, tapi gue gak punya pilihan. Tolong ngerti"
Jordan yang sedari tadi hanya diam mencerna semua yang Niall ucapkan kini mendongakkan kepalanya. Ia mengenal Niall sejak masa SMP ia tahu bahwa kini Niall berubah menjadi lebih baik. Ia senang jika hal itu membuat hubungan Niall dan papanya yang dahulu rusak kembali membaik.
"Gue paham Al. Apapun keputusan lo gue bakal hargain. Tapi lo gak perlu ngerasa lo cuma punya bokap lo. Lo punya kita Al, gue, Vion,Riko,Romeo selalu ada buat lo. Gue sayang sama lo kaya gue sayang ke kembaran gue. Gue nganggep lo itu sodara gue dan gue juga ikut seneng kalo hubungan lo sama bokap lo semakin membaik"
"Thanks ya, lo semua emang keluarga gue. Mungkin di Belanda gue gak akan Nemu orang kaya lo semua"
"Santai aja Al kita selalu siap bantu lo, lo gak usah sungkan buat minta tolong." Ucap Riko.
***
Waktu yang Niall punya hanya dua hari. Lelaki itu semakin tak siap untuk meninggalkan Jakarta. Kota kelahiran dan juga tempat ia dibesarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Brother
Teen FictionMempunyai seorang kakak laki-laki yang cuek, usil, dan rese adalah hal yang menyebalkan. Bagai mana jika ada 3??