"Gue di sekolah, Do," Fiyah memindahkan letak ponselnya yang ke tangan kiri, tangan kanannya sibuk menulis di buku catatan OSIS. "Iya, besok pemilihannya."
Fiyah yakin, Fedro sedang manggut-mangguy disana. Ruang rapat OSIS yang berukuran 5 × 5 meter terasa sempit diantara banyaknya orang yang berlalu lalang disini.
Anggota OSIS yang sekarang kelas 12 sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan angkatan tahunan Fiyah untuk menjadi pemimpin. Ajay, Nicholas, dan Andra sedang diberi pencerahan dan bekal untuk menjadi ketua. Siapapun yang terpilih diantara mereka bertiga menjadi ketua OSIS memang harus dibentuk karakter dan jiwa kepemimpinan yang memenuhi standar. Dalam cemas, Fiyah berharap kalau bukan Ajay yang akan terpilih nanti. Bukan apa-apa, kalau Ajay terpilih, secara otomatis, Fiyah lah yang akan menjadi wakilnya.
"Fiyah sama Dinda bisa ngurus konsumsi buat pemilihan nanti 'kan?" Moka memastikan, dia itu bendahara OSIS angkatan tahun lalu yang bentar lagi mau lengser.
"Dinda ngurus kebersihan, Kak," bahu Fiyah merosot seiring ucapan Dinda tadi. Bukan nggak mau menerima tugas atau apa, Fiyah saja sudah repot ngurusin agenda OSIS yang sudah harus disiapkan dari awal. Mata Moka melirik Fiyah penuh tanya.
Fiyah mengangguk pasrah. "Bisa, Kak."
"Yaudah, semua boleh istirahat, deh," putus ketua OSIS yang bentar lagi mau lengser. "Sori kalau gue udah nyita waktu dan tenaga kalian buat ngurus ini-itu."
Tuh tau. Fiyah manggut-manggut lalu keluar dari ruangan yang sebenarnya ia sendiri nggak niat untuk masuk. Jam pelajaran masih berlangsung tapi khusus anggota OSIS ini nggak berlaku. Nicholas jalan berdampingan dengan Fiyah menuju kantin. "Capek ya, Fiy?"
Fiyah mengangguk lalu memainkan ponselnya. Astaga, Fedro! Teleponnya masih tersambung sampai saat ini. Ragu, ia menempelkan ponselnya ke telinga. "Do?"
"Sibuk OSIS, ya?" nada suara Fedro terdengar lembut dan menenangkan.
"Sori, Do. Gue dipanggil senior, tadi," balas Fiyah, giginya menggigit bagian dalam pipinya. "Lo dimana?"
"Di bumi."
Mulai lagi. Fiyah memutar bola matanya malas lalu buru-buru mematikan sambungan ponsel dari Fedro. Ya, bodoamat, sih, Do. Langkah kakinya ia percepat menyusul Nicholas yang kira-kira sudah lima meter di depannya.
Di kantin, anggota OSIS bersorak karena sudah terbebas dari beban yang diwariskan oleh senior mereka. Nggak ada lagi kata 'segan' diantara mereka. Seolah semua lepas dari tanggung jawab. Apalagi Andra yang kegirangan karena sudah nggak merasa 'diikat' oleh senior.
"Gue nggak mau jadi ketos," kata Nicholas memasukkan satu sendok nasi goreng ke mulutnya dan mulai mengunyah dengab rakus.
Ajay memutar malas bola matanya. "Cih, apalagi gue!"
"Gue mah ogah," timpal Andra.
Tangan Ajay menjangkau es jeruk di depannya. "Kalau bukan karena ketos yang mau lengser itu, tuh, gue ogah dipaksa jadi gantinya dia."
Sip, ini waktunya junior jelek-jelekin senior.
Ini waktunya anggota OSIS berkeluh kesal tentang beban yang mereka tanggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Osis vs Rohis
Teen Fiction"Kita nggak bisa pacaran. Kita jalanin aja ya." cowok itu, Ishak. Sial, airmata nya langsung mengalir begitu saja. Namun dengan segenap kekuatan untuk mengangguk, cewek itu melakukannya. "Aku nggak mau pacaran, karena takut kita putus. Cuma gamau ke...