Ishak pulang sehabis isya malam ini, pembangunan kafe ibunya kini sudah mulai rampung. Ia kembali duduk di teras lalu mengecek ponselnya. Banyak notifikasi terlampir di bar ponselnya. Ishak menghapusnya begitu saja, tanpa melihat dulu siapa yang mengiriminya pesan yang dianggapnya tidak jelas.
6 message from Dinda.
Ishak mendengus, sebal.
Dinda: Assalamualaikum, Ishak.
Dinda: Sore ini temenin gue ke toko buku kuy.
Dinda: Gue beliin juga deh, nanti.
Dinda: Hm. Gue bete nih, main yuk.
Dinda: Ishak, pr dari bu yuli apa aja?
Dinda: Besok ketemu di kantin ya, Shak.
Read.
Ishak memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku dan berjalan masuk kerumah, namun tiba-tiba langkahnya terhenti ketika ada yang memanggilnya.
"Kenapa Mas?" tanya Ishak ketika mas-mas yang membangun kafe ibunya memanggil.
"Ini papan namanya mau saya ukir. Nama nya apa ya? Soalnya saya nya ibunya nggak ketemu-ketemu dari tadi."
"Hm.. Anadris's Cafe, Mas."
"Oke deh, makasih ya, Dek."
Ishak tersenyum kemudian masuk kedalam rumah.
"Kok pulangnya abis Isya, Shak?" tanya Ibunya yang sekarang sedang di dapur.
Ishak membuka kulkas dan mengeksploitasi semua isi kulkasnya, "Mampir dulu ke Papa, nggak apa ya, Mah?"
Ibu nya tersenyum, "Sejak kapan mama ngelarang kamu?"
Ishak menggaruk tengkuknya yang mungkin tidak gatal tersebut lalu tersenyum kikuk, "Mah, papa sakit."
"Oh."
Oh itu jleb.
"Bisa nggak mama lebih care sama papa, papa aku, meskipun kalian berdua udah nggak bareng-bareng lagi?"
"Kita udah punya kehidupan masing-masing, Shak." suara ibunya menjadi serak.
Tapi kalian punya aku.
Ingin sekali Ishak berbicara seperti itu kepada Ibunya, tapi nyatanya tidak. Ia malah mengalihkan pembicaraan agar tidak larut dalam masalah ini.
"Mah, Ishak mau namain kafe nya sendiri, boleh?"
Ibunya yang sedang membereskan makanan yang tergeletak dimeja makan hanya mengangguk-anggukan kepalanya. "Namanya apa?"
"Anadris."
Ibu nya sempat terbelalak mendengar itu, tapi cepat-cepat menstabilkan emosinya, "Oh ya udah, nggak apa. Kalau Ishak mau nya itu."
Ishak tau kalau ibunya berusaha menetralkan emosinya, Ishak tau itu. Ibunya memang selalu tidak suka dengan hal-hal yang berhubungan dengan ayahnya.
"Ishak ke kamar dulu ya, Mah."
"Eumm, Shak." cegah Ibunya. "Mama lupa nyari karyawan buat kafe kita."
"Kafe mama." koreksi Ishak.
"Iya, seterah deh namanya apa." decak ibunya, "terus gimana?"
"Ishak aja yang jadi karyawan mama untuk sementara waktu."
"Sekolah kamu?"
"Ya, abis pulang sekolah, Mah. Udah ah, Ishak masuk kamar dulu."
"Tidur, Shak. Jangan chat cewe dulu." ledek ibunya. Ishak langsung berlari cepat menuju kamar, menghiraukan ucapan ibunya.
Ishak merebahkan tubuhnya disana, membentuk bintang besar dan menggerak-gerakan tangannya. Ponselnya beberapa kali berdering tapi malah dihiraukannya. Lantas Ishak mengambil ponselnya di saku dan berniat untuk bermain game. Tapi aktifitasnya harus terhenti begitu mengingat tugas dan pr nya belum terselesaikan untuk senin besok.
Dengan langkah gontai dan ke-mager-an yang melanda Ishak bangkit dari tidurnya dan berjalan ke meja belajar. Bukannya belajar, ia malah merobek secarik kertas dan bindernya. Pikirannya sedang berandai-andai. Entah kenapa, wajah Fiyah mengenakan kerudung terpampang jelas di pikirannya.
Ishak menggoreskan tinta di kertas tersebut, sibuk mencoret ini itu. Karena ini hanya tentang dirinya dan khayalannya.
"Mumpung lagi ada imajinasi," gumam Ishak saat dirinya masih berkutat dengan pena dan kertasnya.
Setelahnya, Ishak kembali berkutat dengan buku pelajarannya hingga larut malam. Matanya sudah tidak bisa berkompromi, ia kembali naik ke ranjang mungilnya dan memejamkan mata.
Setelah membaca doa dan membalutkan selimut di tubuhnya Ishak kembali terjaga di larutnya malam.
"Selamat tidur," gumam Ishak. "Luisha."
•°°•××Osis vs Rohis×ו°°•
A/N
Gue udah mulai nulis prolog buat cerita gue yang lain, masih gue rahasian apa judulnya dan tentang siapa dan apa. So, stay tune!
Love,
Anna Pramudya.Lah, nama belakang cogan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Osis vs Rohis
Teen Fiction"Kita nggak bisa pacaran. Kita jalanin aja ya." cowok itu, Ishak. Sial, airmata nya langsung mengalir begitu saja. Namun dengan segenap kekuatan untuk mengangguk, cewek itu melakukannya. "Aku nggak mau pacaran, karena takut kita putus. Cuma gamau ke...