#18

1.9K 133 0
                                    

Ishak pulang kerumahnya sebelum maghrib kali ini, ia sudah menepati janji kepada Michael--yang sempet ngaret-- seusai pulang dari rumah Fiyah. Ishak sedang duduk di teras rumahnya dan melihat kafe sang ibu yang hampir jadi, padahal baru tadi siang pekerja bangunan mulai melakoni pekerjaannya. Ada dua puluh lebih orang yang membangun kafe ini, makanya cepat, mungkin besok siang sudah selesai.

Kafe berlantai dua berwarna kayu, dinding nya di buat gravity khas anak remaja, tema nya tetap outdoor. Hiasan lampu kecil juga mendominasi kafe ini, Ishak sampai nggak menyangka Ibu nya bisa sehebat ini memikirkan desain kafe.

Biar dijelaskan, dilantai satu ada tempat kasir, dan beberapa kursi panjang, serta panggung kecil disudut ruang. Sedangkan dilantai dua, sudah ada kaca yang menjadi pembatas agar pengunjung bisa melihat langsung ke jalanan depan komplek.

Adzan maghrib telah berkumandang, Ishak langsung saja masuk kerumah dan bersiap mengganti bajunya dengan baju koko. Ibunya sedang duduk termangu di sofa, biasanya banyak pikiran.

"Lagi kenapa mah?" tanya Ishak langsung duduk disamping Ibunya.

"Mikir."

Ishak mengernyit, nggak tahu untuk apa.

"Nama buat kafe kita apa ya, Shak?" tanya Ibunya.

Ishak hampir tertawa, dikira ada apa. Bukan apa-apa hanya saja Ishak begitu khawatir melihat wajah ibunya yang teramat serius hanya untuk sebuah nama kafe.

"Searching di google aja, Mah." usul Ishak.

"Mama mau nya beda. Yang unik. Yang ucul." ha? Sejak kapan ibunya tau ucul.

Ibu nya menggenggam erat tangan Ishak, dirinya bisa merasakan itu. "Kalau Mamah kasih nama Luisha Factory, boleh?"

Deg.

Sejenak, tubuh Ishak bergetar mendengar nama itu. Rasa panas menjalar keseluruh tubuhnya. Entah mengapa, ingin sekali Ishak pergi dan nggak ingin membahas ini lagi.

"Mah," keluh Ishak, "Kita bisa namain yang lain 'kan?"

Ibu nya hanya terdiam, melepas genggamannya lalu masuk ke kamar. Meninggalkan Ishak.

"Apa salah nya si, gue kan cuma nggak mau pake nama itu." sungut Ishak lalu naik keatas untuk berganti pakaian.

Ishak sudah pulang dari masjid malam ini. Kakinya sangat malas melangkah kerumah, entah kenapa setiap membahas nama itu selalu saja berakhir seperti ini dengan ibunya, selalu saja berakhir dengan langkah kakinya yang beralih kerumah ayah.

Ishak melewati gang komplek jalan menuju rumah ayahnya. Dirinya hanya bisa melamun dijalan, memasang wajah nelangsa seakan orang yang disayangnya pergi.

"Shak," panggil seseorang. Ishak menoleh. "Mau kemana?" tanya orang itu lagi.

"Ke rumah bapa gue." jawab Ishak santai. "Lo mau kemana, Kel?"

"Bapa gue sakit. Mau beli obat."

Ishak hanya ber'oh'ria. "Semoga cepet sembuh ya bapak lo."

Michael tersenyum lalu mengayuh kembali sepedanya, sepeda yang sama dengan Ishak.

Ishak mempercepat langkah kakinya sampai tepat diambang pintu rumah ayah. Ishak mengetuk, nggak ada jawaban.

Osis vs RohisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang