Chapter 4.

2.8K 161 4
                                    

"Jangan jemput, Do," kata Fiyah di telepon. "Gue rapat dulu."

Fedro mendesah di ujung sana. "Gue jemput abis rapat aja, gimana?"

"Boleh deh."

Kemudian teleponnya terpaksa ia tutup, suara Rama menginterupsi untuk duduk di lantai. Ruangan OSIS kali ini menjadi dua kali lebih sesak dari biasanya, anggota ROHIS dan sebagian ROKRIS sedang mengadakan rapat untuk pelantikan OSIS besok pagi.

Fiyah duduk di sebelah Sisil, tapi Luna malah menyuruhnya pindah. Fiyah disuruh bergabung dengan wakil ketua dari ROHIS dan ROKRIS. Di pojok sana, ada Ishak dan satu lagi Fiyah nggak kenal.

"Hai!" sapa wakil ketua ROKRIS, wajahnya ramah, senyumannya hangat.

Fiyah lebih memilih duduk disampingnya daripada duduk di samping kapten basket yang nggak melirik Fiyah sama sekali. Fiyah tersenyum.

"Kenalan, yuk. Gue Michael," tangannya terulur meminta berjabat.

Senyum Fiyah semakin mengembang, lalu menyambut hangat tangan Michael. "Fiyah."

"Udah selesai pdkt-nya, Kel?" suara Rahmat dari depan membuat kedua tangan yang saling berjabat itu terlepas. Suara tawa mulai mendominasi disini, Andra yang paling kencang.

Michael tersenyum kikuk. "Mau gantian nggak, Mat?"

"Boleh juga," sambut Rahmat dengan kekehan pelan.

Fiyah menunduk, tersipu. Yakali, masa kenalan dianggap pdkt? Senyum kecil terbit di ujung bibirnya, senyuman lepas. Sudah lama Fiyah nggak merasakan senyum itu di ruang OSIS, dan Fiyah bersyukur dapat merasakannya kembali.

Dua detik kemudian, suara Rama menginterupsi. Suaranya tegas khas pemimpin. Ia berpidato, menyampaikan amanat dan kesannya selama menjabat sebagai ketua OSIS. Alah, pencitraan.

Suara riuh tepukan tangan mendominasi ruangan kembali, selanjutnya Rahmat yang berpidato. Nggak banyak yang ia sampaikan, hanya terimakasih dan permintaan maaf selama menjabat sebagai ketua ROHIS. Setelah selesai berpidato, tepukan tangan kembali terdengar, kali ini Fiyah tepuk tangan, paling kencang. Selanjutnya, ketua ROKRIS, Wilson. Wilson ini lebih dapat memperhidup suasana dengan candaannya di sela pidato. Nggak sungkan, bahkan ada yang tertawa terpingkal. Kalau nggak salah, nama orangnya Michael. Iya, Michael, yang duduk di samping Fiyah.

Mata Fiyah melirik orang di samping Michael. Kapten basket itu hanya sesekali tersenyum saat Wilson melontarkan celetukan kocak.

"Shak," panggil Michael. "Fiyah mau kenalan, nih," sambungnya.

Apa-apaan!? Wah, si Michael ngajak perang, nih. Mata Fiyah melotot kearah Michael, yang ditatap hanya cengengesan. "Ya, lagian lo ngeliatin Ishak kayak orang lapar ngeliat es pisang ijo," jelas Michael seolah Fiyah bertanya 'kenapa-lo-ngomong-gitu'.

Ishak terkekeh pelan lalu menatap Fiyah lurus. Fiyah sendiri nggak yakin apakah sudut bibir Ishak yang terangkat itu bisa dianggap sebagai sebuah senyuman. "Assalamualaikum."

Fiyah melongo, Michael apalagi. Seumur-umur Fiyah kenalan, belum ada yang ngomong begitu. Biasanya langsung ngenalin nama, atau high-five sama Fiyah. Tersenyum ragu, Fiyah membalas, "W-waalaikumsalam."

Osis vs RohisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang