Chapter 3.

3K 177 17
                                    

Harusnya Ishak membantu ibunya menata barang dagangan di etalase toko pagi ini. Bau harum nasi uduk buatan ibunya sudah tercium saat Ishak melipat sajadah sehabis solat Shubuh. Di kedua tangannya terdapat mangkok, di bahunya juga terdapat lap kotak-kotak khas penjual nasi uduk. Nggak tahu kenapa ibu melarang Ishak membantunya, padahal Ishak mau banget bantuin ibu, ya sekalian icip-icip telur balado.

"Nanti baju kamu kotor, Shak," begitu kata ibu saat Ishak mengambil piring yang terdapat sambal goreng ati. "Kamu pelantikan 'kan hari ini?"

Ishak manggut-manggut. Tangannya meraih tas sekolahnya lalu mengambil sepatu di kolong meja. Sambil mengikat tali sepatu, Ishak ngeliatin ibu, senyum-senyum. "Kenapa, Shak?"

Ishak geleng-geleng tapi senyum di sudut bibirnya tak kunjung hilang. Hari ini pelantikan dirinya yang menjabat sebagai wakil ketua ROHIS. Astaga, ini sudah lama Ishak tunggu. Saat pertama kali masuk SMA Gugus Bangsa, Ishak memang sudah tertarik masuk ke organisasi ini. Tiap sabtu pagi, Ishak nggak pernah absen mengikuti kegiatan ROHIS. Makanya, ia didaulat menjadi kandidat ROHIS dan akhirnya terpilih.

Sebenarnya, pemilihan ini nggak menerapkan sistem suara. Pemiluhannya dipilih langsung oleh pembina ROHIS, guru agama, dan tentunya Rahmat beserta kawan-kawan. Dan Ishak makin bersyukur bisa dapat rekan kerja kayak Noval.

"Ishak berangkat ya, Bu," pamitnya. Tangannya menarik sepeda keluar rumah, tanpa membuang waktu, kakinya mengayuh sepeda hitam yang ia beli sewaktu memenangkan lomba basket Nasional.

₩₩₩

"Yang rapi barisnya!" gertak Rama dari tengah lapangan, suaranya terdengar ke telinga Ishaj yang duduk di sudut lapangan sebelum bel pelajaran pertama berbunyi.

Ishak meneguk habis air mineralnya sambil melihat Pelatihan Baris Berbaris anggota OSIS. "Jangan bisanya rapihin feeds instagram doang," teriak Luna dengan nada tegas.

Ishak jadi bersyukur masuk ROHIS. Selain nggak ada yang namanya 'senioritas', ROHIS juga nggak punya banyak beban. Nggak kayak OSIS yang tiap satu semester ngadain acara, pensi, lomba-lomba yang menurut Ishak sendiri nggak penting. Tugas ROHIS nggak seberat OSIS, ya paling-paling cuma suruh menghapal satu Juz selama sebulan.

Omong-omong, Ishak lagi nemenin Lagas ngeliatin gebetannya yang lagi baris bareng anggota OSIS. "Shak, cewek-cewek OSIS cakep-cakep, ya."

"Cakepan juga mama gue."

Mata Lagas menatap Ishak tajam. Selama yang Lagas tahu, Ishak itu nggak pernah pacaran. Lagas jadi curiga kalau ternyata si Ishak-

Astaga, Lagas. Oke, Lagas memang berlebihan. Seumur-umur Lagas punya teman, nggak ada yang kayak Ishak. Maksudnya kayak Ishak disini itu nggak pernah ngelirik cewek satupun. Kalau di pikir, Ishak 'kan termasuk cowok ganteng di sekolah, apalagi dia kapten basket, anak ROHIS, pulak. Eh, kok Lagas jadi mikirin Ishak, sih. "Itu, Shak, liat dulu tuh yang itu!" seru Lagas menunjuk kearah gerombolan anak perempuan OSIS.

Ishak bangkit dari duduknya. "Gini, ya, Gas," tangannya memegang bahu Lagas kasar. "Gue kesini bukan nyari kecengan, gue niatnya cuma nemenin lo."

Mata Lagas memicing, senyum jahil terbit disana. "Apa jangan-jangan, lo mau modus sama gue?"

Refleks, Ishak mendorong Lagas. "Astagfirullah."

Osis vs RohisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang