#15

2K 157 0
                                    

Sore ini Ishak mengantarkan Fiyah pulang kerumahnya dengan sepeda. Fiyah dijemput dengan mobil sementara diantar pulang dengan sepeda. Selama diperjalanan pulang, Fiyah lebih mendominasi suasana dengan banyak mengobrol,mengajaknya becanda, dan sesekali mengeluarkan lelucon yang menurut Ishak tidak lucu tapi ia juga tertawa, melihat wajah lucu Fiyah.

"Ini rumah lo?" tanya Ishak ketika sampai.

"Mampir yuk."

"Nggak usah, udah mau maghrib juga."

Fiyah hanya ber'oh'ria melihat Ishak menaiki sepedanya bersiap untuk pulang. Nggak lama kemudian, seseorang wanita yang umurnya sekitar 50 tahun keluar dari rumah.

"Eh, Fiyah. Udah pulang, Edo kok tumben pake sepeda jemputnya." sapa wanita itu ramah, Ishak menoleh. "Eh, bukan Edo toh." ralatnya.

"Assalamualaikum Nek." ucap Ishak menuruni sepedanya dan salim pada Nenek Fiyah, mungkin.

"Ini Ishak nek." Fiyah memperkenalkan Ishak.

"Oh, tumben nggak bareng Fedro." kata Nenek Fiyah pelan, "Ishak, mampir dulu yuk. Udah makan belum? Nenek baru aja masak." kata Nenek Fiyah menarik tangan Ishak. Lah, kok nggak ditepis?

"Udah mau maghrib nek, nggak enakan." tolaknya halus.

"Solat sini aja, jadi imam buat Fiyah." tawaran Nenek Fiyah tadi membuat Ishak tersedak.

"Secepat itu nek?" Ishak menatap Neneknya Fiyah bingung.

"Imam solat 'kan?" kata Nenek lalu masuk, "Nenek tunggu di dalam ya, Fiy, Shak."

Di teras rumah, hanya ada Fiyah dan Ishak. Lantas Fiyah mengambil sepeda Ishak dan memarkirkannya. "Ayo masuk."

"Seriusan nggak apa?"

"Emang kenapa? Nenek gue juga ngajak 'kan. Lo pasti belum makan, rapat tadi nggak enak banget ga dikasih istirahat. Perut gue juga udah minta diisi." jelas Fiyah panjang lebar.

Ishak mengekor masuk kedalam rumah Fiyah, rumahnya minimalis. Bagus, nggak banyak barang disini. Dirumahnya satu barang bisa jadi banyak fungsinya. Benar-benar minimalis.

"Duduk, Shak. Gue ganti baju dulu." pesan Fiyah. Ishak duduk dan menunggu disana, nggak lama dari itu, Neneknya datang menghampiri Ishak dengan membawa secangkir teh dab menaruhnya dimeja depan sofa.

"Teman baru Fiyah ya?"

Ishak senyum, "Iya nek."

"Diminum, Shak. Nenek mau siap-siap dulu mau solat."

"Iya Makasih Nek." Ishak kemudian menyesap teh nya. Manis, kayak cucu nya.

Setelahnya Fiyah datang dari lantai atas memakai celana panjang dan kaus hijau tosca membawa mukena. Ekor kuda nya menjuntai tinggi seiring langkahnya yang seperti melompat. Ishak bangkit dari duduknya.

"Udah mau maghrib." ujar Fiyah lalu mengambil cemilan dari kulkas. Ruang tamu dan dapurnya tidak ada pembatas, jadi Ishak bisa melihat apa yang Fiyah lakukan disana.

"Mau?" tanya Fiyah menyodorkan makanan ringan. Ishak mengambilnya dengan senang hati. Nggak bisa berbohong, sekarang Ishak memang sedang lapar.

"Gue mau wudhu. Udah adzan." ucap Ishak ketika suara adzan sudah terdengar.

"Oh yaudah. Wudhu aja."

"Fiy,"

"Shak," Fiyah meniru nada bahasa Ishak.

Ishak berdehem malas, "Gue nggak tau mau wudhu dimana, kamar mandi disini aja gue nggak tau."

Fiyah hanya nyengir tiga jari, mungkin ia menyadari betapa bodoh dirinya. "Oh, nih lu naik aja kelantai atas. Nah, samping kamar gue ada ruang service pokoknya kamar gue yang pintunya warna cokelat dan ada nama gue disana." jelas Fiyah panjang lebar.

Osis vs RohisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang