Chapter 8

2.1K 140 4
                                    

"FIYAH PINGSAAAAN!"

Seluruh anggota organisasi di aula heboh. Michael lari tunggang-langgang dari koridor dan langsung membuka pintu aula sambil membawa kabar yang nggak pernah enak untuk di dengar.

Dengan napas yang masih menderu, Michael mengelap keringatnya. "Fiyah pingsan di lapangan basket. Sekolah udah sepi karena jam belajar udah dimulai."

Wajah Rahmat panik bukan main. Masalahnya dia penanggung jawab sekaligus mantan ketua ROHIS disini. "Kenapa nggak lo bawa!?"

Michael menaruh tangannya ke lutut. "Gue nggak ku-kuat. Ber ... at."

Ishak yang duduk di pojok juga ikut berdiri. Rasa bersalah menghampiri dirinya. Rasa bersalah seolah mengikat dadanya yang sekarang menjadi begitu sesak.

"Jangan keluar semua," intruksi Rama.

Michael mengambil botol air minum terdekar dari jangkauannya. Setelah menengguknya habis, ia menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. "Ajak Ishak, Kak. Tadi gue liat si Fiyah bareng Ishak."

Sekarang, semua tatapan tajam mengarah pada Ishak. Cowok itu menunduk.

"Gue, Rama, Michael, Ishak, sama Najwa aja yang kesana," kata Rahmat yang langsung keluar dari aula.

Satu persatu nama yang disebutkan meninggalkan aula. Ishak yang terakhir keluar. Baru selangkah ia berderap, Ajay menghadangnya.

"Lo bener terakhir sama Fiyah?"

Ishak manggut-manggut.

"Lo apain tuh wakil gue?" sinis Ajay.

Ishak yang kebingungan menjawab, hanya bisa diam. Menatap tatapan tajam Ajay aja Ishak nggak berani. Eh, bukannya Ishak memang nggak berani menatap perempuan?

"Shak, buru!" panggil Rahmat kencang.

Ishak buru-buru berlari menyusul  keempat temannya yang di depan. Rasanya langkah Ishak semakin berat ketika menuruni anak tangga menuju lantai dasar. Napasnya menjadi berat seiring langkahnya yang makin kaku.

Dan ketika sampai, Ishak melihatnya.

Perempuan tergeletak di tengah lapangan dengan mata yang tertutup. Dengan sonar matahari yang menyinarinya. Dengan kondisi lapangan yang lumayan panas. Dengan rok abu-abu selututnya. Dengan rambut yang tergerai. Dan dengan wajah yang begitu damai.

Ishak menghampirinya.

"Begooooo," umpat Rama kesal. "Ngapain lo tinggalin, sih, kampret."

Michael mendengus. "Mana kuat gue angkat Fiyah sendirian?"

Rahmat buru-buru ambil bagian mengangkat Fiyah. Ia mengangkat Fiyah ke gendongannya lalu berlari menuju UKS.

Harusnya Ishak yang membawa Fiyah ke UKS. Harusnya Ishak dengan sigap menahan Rahmat untum tidak menggendong Fiyah. Harusnya Ishak yang bertanggung jawab atas semua ini.

Yang Ishak mau hanya meminta maaf karena semuanya. Lagi dan lagi rasa bersalah menjalar ke tubuhnya. Rasa itu ikut mengalir bersama darahnya.

Osis vs RohisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang