#13

2.1K 136 3
                                    

Ishak berangkat ke sekolah untuk rapat menggunakan sepeda kesayangannya. Masalah tadi malam sudah ia lupakan begitu saja, anggap saja angin lewat. Iya, angin. Angin yang menusuk tubuhnya, membunuh pikirannya.

Ia sempat melihat Fiyah dan orang yang berada di UKS kemarin di parkiran. Ishak memghampiri dua orang tersebut, niatnya ingin meminta maaf. Namun tidak ketika orang asing tadi mencium pipi Fiyah.

Ia mempercepat langkahnya, di fikirannya masih bercokol tentang Fiyah.

"Segampang itu cewek dicium sama cowok?" tanya nya pelan pada diri sendiri.

"Ishak!"

Ishak menoleh, ternyata Dinda. Ia memberhentikan langkahnya membiarkan Dinda ikut berjalan bersamanya.

"Lu berangkat sendirian?" tanya Dinda ketika sudah berada tepat di depan Ishak.

"Iya."

"Lain kali bareng gue aja." tawar Dinda.

"Nggak usah, Din. Gue bawa sepeda."

Dinda hanya ber'oh'ria mendengar jawaban Ishak. Terlihat jelas perubahan raut wajah Dinda ketika Ishak menjawab sekenanya saja.

Mereka sudah berada di ambang pintu aula, tapi Ishak malah berhenti.

"Masuk duluan aja, Din." pinta Ishak.

Dinda menggeleng, "Nggak mau. Gue maunya sama lo." sebenarnya ada nada tersirat di ucapan Dinda tadi.

Mereka masuk ke dalam aula bersamaan dengan dua raut wajah yang berbeda. Dinda dengan senyumnya yang terus merekah sementara Ishak memasang tampang yang sangat amat datar.

Cowok itu memang misterius, susah ditebak.

"Widiiiih, cie berangkat bareng." seru Michael yang suaranya paling besar.

"Ishak, Dinda nya udah di pepet aja." pasti yang ini Dikko.

"Din, senyum nya b aja, keles." bubuh Nikolas.

Ishak tidak menanggapi ocehan teman-temannya barusan ia hanya mencari kursi yang telah di sediakan panitia untuk rapat, disamping kursi Fiyah. Di aula baru ada beberapa anak kelas sebelas, sementara panitia kelas duabelas masih berada di kantin nggak tahu untuk apa.

"Shak, liat Fiyah nggak?" tanya Ajay menghampiri Ishak yang sedang asyik duduk dikursi nya.

"Lagi dicium." ingin sekali Ishak menjawab itu sebagai jawaban atas pertanyaan Ajay tadi, entah kenapa ucapan tadi hanya tertahan di mulut.

"Tadi liat, ada di parkiran." akhirnya Ishak hanya membalas itu.

Sejurus kemudian pintu aula kembali terbuka dan mendapati Fiyah disana dengan kotak makannya. Senyum nya terukir manis di pipi chubby nya.

Pasti kotak makan dari cowok tadi batin Ishak menerka.

"Hai!" teriak Fiyah, "Princess dateng."

"Yeee, elo, Fiy." sosor Sisil.

"Bawa apa Fiy?" tanya Andre langsung mendekati Fiyah.

"Ih, Andre. Jangan diambil, nanti aja. Gue duduk dulu." kata Fiyah seraya menjauhkan kotak makannya dari genggaman Andre.

Ishak tengah sibuk bermain game di ponselnya, lantas Fiyah datang duduk disampingnya. Memang itu kursi Fiyah 'kan?

Michael ikut duduk dikursinya, samping Fiyah. Jadilah Fiyah diapit dua cowok wakil. Lantas ia membuka kotak makannya dan mengakibatkan beberapa anak berkerumun di meja Fiyah.

"Ini kue dari nenek gue." teriak Fiyah lantang, "Ayo diambil satu-satu."

Langsung saja, tangan-tangan terdekat mencomot kue bolu bakar yang dibawa Fiyah. Dengan amat teramat rakus, sementara Ishak masih sibuk dengan ponselnya.

Oh, jadi bukan dari cowok tadi.

"Michael, lo jangan ambil dua." kata Fiyah seraya menjitak pala Michael.

"Fiy, ampun Fiy. Ini satunya buat doi gue." kata Michael yang mulutnya masih dipenuhi bolu.

"Buat siapa emang?" tanya Fiyah antusias.

Lantas Michael memasukan bolu lagi kedalam mulutnya yang membuat mata Fiyah membulat. "Perut gue lah. Doi gue itu perut karet kesayangan gue ini." kata Michael lalu lari keluar aula mungkin untuk membeli minum.

"Eh, Kel. Sialan lu." Fiyah berdecak kesal, lalu kembali ke tempat duduknya. Dilihatnya kue tadi masih tersisa satu. Dilihatnya juga Ishak yang masih sibuk berkutat dengan ponselnya.

"Ishak, sini." panggil Fiyah.

Ishak menoleh tapi ia nggak bergeming. Akhirnya, Fiyah lah yang menyambangi Ishak di tempat duduknya.

"Lo belum pernah makan kue buatan nenek gue 'kan? Ini coba." kata Fiyah menyodorkan kotak makannya.

Ishak ragu-ragu menatap Fiyah dihadapannya, sementara Fiyah menatapnya dengan tatapan; ini ambil aja.

Siapa yang tahu kue ini mengandung racun yang memang sengaja disisakan untuk Ishak 'kan?

"Fiy, soal kemaren. Gue minta maaf ya." entah kenapa ucapan tadi terlontar dari mulut Ishak.

"Udahlah, Shak. Lupain aja, udah gue maafin juga." jawabnya enteng.

"Makasih juga kuenya." entah sejak kapan Ishak tengah asyik memakan kue buatan neneknya.

"Hehe, iya. Sama-sama."

"Nggak diracun 'kan?"

Fiyah melotot, "Kalau diracun, mulut anak-anak udah pada berbusa dari tadi."

"Becanda, Fiy." Ishak tertawa.

Ternyata dia orangnya asik batin mereka bersamaan.


•°°•××Osis vs Rohis×ו°°•

Osis vs RohisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang