11

597 14 3
                                    

BUMBU DESA, kawasan sagan.

SETELAH, aku menjemput nya di kantor, kami langsung menuju tempat makam ini.
"Oh ya, Maia titip salam buat kamu dan Nyta udah curiga deh kayaknya ama hubungan kita, Do, aku melanjutkan.
"Mmmm....." Ardo kembali meneguk cappuccino-nya.
"Apa sebaiknya kita mengaku saja.?
"...." aku diam beberapa saat, memikirkan saran Ardo barusan, Ntahlahh..., Do.
"Kamu belum siap, ya?" Tanpa aku jawab pun kurasa ia sudah tahu jawabannya. "Aku ngerti kok, Rei...."
"Hmmm...., tapi tenang aja. Aku bisa kok main perak umpet dengan mereka."
"Sampai kapan.? " Ardo benar. cepat atau lambat, semua pasti akan ketahuan." tapi sudah lah. Jangan kamu pikirin pasti akan ketahuan. "Tapi sudahlah. Jangan kamu pikirin banget. Aku sekarang lebih memikirkan bahwa semakin hari, aku sekarang lebih memikirkan bahwa semakin hari, cintaku padamu semakin besar, Rei. Aku takut kehilangan kamu. "Lu, Ardo menggenggam erat tanganku. Seolah, ia tidak ingin berpisah denganku.
"Apa ku masih kurang yakin denganku"?
"Bukan begitu. Just telling the truth. Lebih daripada itu.
Terima kasih karena telah jadi bagian dari hidupku, ya."
"Iya, Ardo Praditya. Berapa kali sih kamu harus berterimakasih padaku?"
"Berterimakasihlah sesering mungkin. Bersyukur atas segala kelebihan, menerima kekurangan, mencari persamaan, dan menghormati perbedaan. Seperti kita sekarang ini.....hehehe...."
"Bisa saja"
"Oh ya, ntar malam kita kemana?
"Dugem, yuk?"
"Mmm..., ada option lain, mungkin?"
Aku melihat eskpresi ragu-ragu di wajah nya.
"Ayolaaaaahh.....sekali-kali.... Kapan lagi kita ada waktu kayak gini....?" rengekku persis seperti anak kecil yang minta di belikan mainan. "Ya?Ya?Ya?"
"Oke....! Tapi nggak pake mabok, ya?"
"Siiiippo!!! Makasih ya, Do. Aku jadi nggak sabar menunggu natar malam."
"Dasar partygoers," katanya sambil mengacak-acak manja rambutku.
"Yeee.... Tuksn rambutku jadi acak-acakan lagi.....,"
Kataku sambil merapikan kembali tatanan rambutku.....
Beberapa detik kemudian, ia menatap ke arahku. Aku tiba-tiba jadi salah tingkah dengan tatapannya seperti itu. Tatapan yang sulit kuartikan.
"Eh, Do, kamu lihat deh." aku mengalihkan pembicaraan untuk menghilang kan ekspresi salah tingkahku itu.
"Biarin aja. Mungkin dia iri sama keromantisan kita," jawabnya tanpa melihat orang yang kumaksud.
"Oh, ya? Bagus donk kalau gitu. Berarti aku adalah orang yang beruntung."
"Kok, gitu?"
"Karena pacarku di taksir ama orang lain."
"Oh, dia mau ngerebut aku? Akan aku tunjukkan bagaimana cara ngerebut yang baik!" lalu. Tiba-tiba, aku memundurkan kursi ke belakang dan mengambil ancang-ancang menghajar orang.
"Nggak....nggak!" aku kembali ke posisi duduki semula.
"Hya sedikit bercanda.... Hehehe...."
"Nggak Lucu!"
"Ntar kalau aku jatuh cinta beneran gimana? Lanjutku.
Sambil mengedipkan sebelah mataku padanya.
"Berarti aku nggak salah pilih, dong?"
See? Ardo itu emang pandai, ya? Ia begitu pandai menyembunyikan perasaan cemburunya itu di balik kata-katanya.
"Lagian, kamu memang ganteng,kok. "Lanjut Ardo.
Tapi aku tahu, jauh dalam hatinya, ia pasti cemburu. Hanya saja, ia tidak ingin memperlihatkannya.
"Kamu bisa saja, Do...."
"Lha, emang iya, kan? Lagian, kalau kamu suka juga tidak apa-apa, kok. Memang hakku unuk mendapatkan yang terbaik baut hidupmu."
"????"
"Kan, aku sudah pernah bilang. Hatiku cuma ada satu dan sudah jadi milikmu. Jadi, terserah kamu. Mau kamu cabik-cabik juga aku terima. Kan, hatiku sepenuhnya milikmu."
"ARDO, KAMU NGOMONG APA, SIH????" tiba-tiba, aku merasa kesal begitu kesal padanya. Ia menganggap aku ini seolah-olah orang yang dengan mudahmyan jatuh cinta dan mempermainkan perasaannya.
"Lha, emang iya, kam?"
"Nggak taulah. Terserah!!!" jawabku ketus.
"Hehehe.....iya, deh. Sorry...Rei, maafin aku, ya?"
"...." aku diam sambil mengalihkan pandanganku dari Ardo.
"Mm....kamu tambah cakep deh kalau lagi marah" ia berusaha merayuku.
"BASI"
"oke....! Ntar kalau marah-marah, terus, mukamu jadi seperti ini, lho.... Katanya sambil mengeluarkan ekspresi paling jelek dari wajahnya yang pernah kulihat. Akupun tidak tahan untuk tidak tersenyum melihat ekspresinya yang seperti muka babi itu.
"Naaaahhhh......, gitu, dong..... Kalau senyum kan lebih cakep....."
"Ihhhh..., kamu itu, yaaa...." kataku sambil mencubit tangannya.
"Aduhh....! Sakit tau!"
"Biarin!"

Reino Regha Prawiro  [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang