14

271 10 1
                                    

Seseorang memasuki sebuag kamar rumah sakit. Suasana putih bersih dan aroma karbon langsung menyergap indra pernciumnya. Di hadapanya, terbaring seseorang yang sangat ia kasihi dan ia cintai. lalu, ia menghampiri seseorang yang sedang terbaring lemah dan tak berdaya itu, mengenggam tangannya, dan menangis sesenggukan di sisi tempat tidurnya.
"Kenapa ibu tidak memberi tahu aku tentang kondisi bapak?" ia bertanya pada perempuan di hadapanya.
"....." Tetapi, perempuan itu tidak menjawab karena air mata membuatnya kehabisan kata-kata.
"Kami tidak memberi tahu Mas karena kami tidak mau menambah beban pikiran Mas. Mas sudah cukup sibuk dengan pekerjaan Mas." kata seseorang anak lelaki berumur enam belas tahun dibelakangnya.
"Tapi kalau sudah begini, keadaan bapak akan semakin parah....."
"Maafkan kami Mas, uang yang selama ini kami gunakan untuk bapak berobat sudah tidak cukup lagi." ia semakin terkejut dengan perkataan anak tersebut. "Emangnya kalian selama ini dapat uang dari mana?"
"....." semuanya mendadak diam. Hanya suara derai air mata perempuan tua itu yang terdengar.
"Adikmu, kiran dan Arka, bekerja di pabrik. Dipta ikut bantu-bantu ibu di warung.
"Ibu, aku kan sudah bilang dengan ibu, kakau ada apa-apa. Jangan sungkan minta bantuan aku. Sampai hal yang seperti ini pun aku baru tahu setelah lima hari bapak di rawat."
"Tapi kamu sudah terlalu banyak berkorban untuk kami nak...."

Sekarang, ia hanya menatap ke wajah yang ada di hadapannya itu. Ia memperhatikan lekuk dan guratan yang ada di wajah orang itu, orang yang dipanggilnya bapak, memandangnya, ia seolah melihat guratan penuh perjuangan di usiannya yang sudah beranjak senja. Banyak yang ingin ia pelajari dari helaian rambut yang mulai memutih dan wajah yang mulai mengerut. Segala pelajaran tentang perjuangan tergambar jelas di sana.
Bapak, terimakasih atas dua puluh lima tahun umurku ini......

Lalu, suasana berubah seketika saat orang yang sedang terbaring mulai terjaga dan mukai menggerakkan tangannya.
"Bapak....., syukurlah akhirnya bapak sadar juga...." ia langsung mencium tangan orang itu sambil mengucurkan air mata.
"Ar...do...," suaranya masih terbata-bata
"Iya pak, ini Ardo. Ardo disini..."
"Ma....maafkan bapak, Nak. Sudah membuat kamu susah..."
Bapak jangan ngomong gitu. Sekarang bapak istirahat saja. Jangan pikirkan yang macam-macam..."
Lalu, bibir seseorang yang dipanggil bapak itu mulai bergetar dan air mata nya pun mulai mengucur.
"Bapak sendiri yang melarang kami untuk memberitahu karena ia pikir penyakitnya sudah biasa...."
Ya nggak bisa gitu dong, bu. Ini aja udah lima hari bapak dirawat, ibu baru memberitahu aku. Bagaimana penyakit bapak tambah parah?"
"Begitulah bapakmu, dia tidak ingin merepotkan kamu karena manganggap selama ini kamu telah banyak membantunya. Apalagi, penyakit jantungnya sering kumat kalau sedang ada maslah..."
"Bapak masih begitu juga, keras kepala dan tidak mau dibilangin." lalu, ia mengambil napas panjang. Seolah ingin meredam sedikit rasa kesal di dadanya.
"Do, bagaimana kerjaan mu di sana?" tanya ibunya lebih lanjut.
"Lancar-lancar saja, Bu"
"Oh ya, kapan ibu mau dikenali sama calon mantu ibu? Kemaren sebelum Bapak mu sakit, ia sempat menanyakan hal itu pasa ibu. Bapak dan ibu sudah tidak sabar ingin menggendong cucu"
Deg!!!!! Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih kencang dari biasanya.
Bu, Ardo tidak mungkin memberitahukan yang sebenarnya. Ardo takut bapak dan ibu kecewa sama Ardo, bisiknya dalam hati.
"Belum, Bu. Ardo belum mempunyai calon untuk itu."
"Masak? Tapi pacar punyakan?"
"Pacar juga belum, bu,..." jawabnya Ardo Terbata-bata.
"Apa kamu terlalu sibuk dengan pekerjaanmu sehingga kamu tidak sempat memikirkan kebahagiaan dirimu sendiri?"
Bukan, Bu. Bukan itu....
"Ya begitulah kira-kira, Bu.... Ardo hanya ingin....."
Tiba-tiba, percakapan itu terhenti karena ada seseorang yang membuka pintu kamar rumah sakit itu.
Seseorang wanita berjalan perlahan. Wanita berusia dua puluh tahunan. Dari penampilannya, ia terlihat seperti wanita mapan dan mandiri, Rambut lurus, tubuh tinggi langsing. Dan berkulit sawo matang. Lalu, ia melemparkan sebuah senyuman ke arah Ardo dan semua orang yang ada di sana. Sebuah senyuman manis.
Rezta Ardella Kaselena. Seorang artis multi-talented yang tengah naik daun.

Reino Regha Prawiro  [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang