18

226 11 0
                                    

"oh......, makasih banget ya Mas atas titipannya......."
"iya........ Ya sudah, tak tinggal ke kekamar dulu ya, mau ngbelanjutin tugas kuliah." dan, Mas Didit pun berlalu dari hadapanku.
Perlahan, kubuka bingkisan itu, ternyata sebuah buku. Buku diary lebih tepatnya. Rasanya belum habis rasa keterkejutanku melihat apa yang ada di hadapanku. Sebuah kumpulan file berjudul : All About My Lover.

Aku hanya bisa terbelalak ketika melihat lembar demi lembar yang kubuka. Halaman pertama terpampang fotoku di Malibu Studio yang merupakan foto masterpiece-ku.......

Nama       : Reino Regha Prawiro
TLL           : ciamis 25 November 1990
Hobi         : fitness, baca buku, dengar musik
Cita2         : ingin membahagiakan Moesye        kelak

Tb/Bb       : 175 cm/65kg
Baju         : giordano M dan kadang2 S dengan warna Fav. Hitam atau putih.

Sepatu    : puma 39-40

Dll......

Cowok berbintang sagitarius ini termasuk golongan yang cerdas dan mudah menangkap sesuatu; rajin bekerja, terutama dalam menyelidiki sesuatu yang baru pasti diusahakan sampai dapat ; keras kepala; dan.kadang kadang sombong sekali.

Aku mulai gila!!!!! Rasanya aku tidak pernah memberi tahu Ardo tentang identitasku sedetail ini. Shitt!!! Pasti ia mencatat setiap detail apa saja yang kulakukan. Dan bodohnya lagi, selama sembilan bulan lebih kebersamaan kamj, aku tidak lernah sebegitunya pada Ardo. Maksudku, sampai mencatat hal-hal detail seperti itu.

Lalu, kubalikkan halaman demi halaman buku itu. Semua foto fotoku dalam foto kami berdua terpampang hebat di sana beserta sebuah cacatan kecil di bagian bawahnya.
.......silhouette body....
........@lawu mountain......
.......baru bangun bobok.......

Lalu pada halaman terakhir ini lebih gila lagi terdapat sketsa wajahku. Terselip sepucuk surat bertuliskan: Maafkan Aku. Aku benar benar tidak percaya. Aku tidak bisa menahan senyuman di bibkrku. Tiba-tiba, aku kembali teringat padanya.
Ardo........

Lalu, kedekap buku itu erat-erat dalam pelukanku sambil memejamkan Mata.

Dan seketika itu juga , aku mengambil jaket dan kunci motor, lalu kugeber gas motorku sekencang-kencangnya, melawan angin yang berhembus sore itu. Aku menuju lokasi dimana Ardo berfoto, yaitu di gumuk pasir sekitar pantai parangkusumo.




Di sini, di pinggir pantai ini, aku berdiri dengan ditemani dinginnya semilir angin laut dan ombak yang silih berganti menyapu kakiku yang telanjang, lalu. Kulepaskan pandanganku ke sana, ke kejauhan sana. Hanya garis cakrawala yang terbentang sejauh mataku memandang. Kulipatkan kedua tanganku di dada sambil menyusuri indahnya pantai ini.

Aku jadi ingat betapa dulu aku sering berpergian ke pantai ini di sore hari dan melihat sunset dari atas bukit sana bersama Ardo. Jarak yang lumayan jauh dari kota jogja tidak menyurutkan niat kami untuk menikmati indahnya lukisan alam ini. Tetapi, apa yang terjadi kini? Semuanya seperti tulisan di pasir pantai, hilang jika tersapu ombak.
Setelah  Cukup jauh aku berjalan. Aku menghentikan langkahku dan berdiri mematung di pinggir pantai sambil  Melihat awan yang berarak di langit biru dan ombak yang berpacu di birunya laut yang ada akhirnya mereka bersatu di garis cakrawala. Lalu, aku mendengar suara angin dan deburan ombak yang menghempaskan pantai. Aku memejamkan mataku. Dengan mata tertutup seperti ini. Aku melihat dengan jelas moment moment romantis yang pernah tercipta antara aku dan Ardo di sini. Semuanya seperti scen scen yang kembali menari nari di hadapanku.
Scene-scene saat kami bermain pasir dan kejar kejaran si sepanjang pantai ini. Tiba-tiba, aku meraskan nyeri yang teramat sangat di hatiku dan air mulai menggenang di mataku.

Beberapa saat kemudian, aku merasa seseorang memelukku dari belakang jariny diantara jariku mengenggam erat tanganku, sambil mencium pundakku berkali kali ia memelukku dengan pelukan yang memiliki pelukan terhangat seperti itu. Hanya Ardo Pradiyta.

LAma aku menikmati pelukan itu. Tapi kemudian aku tersadar. Tidak! Tidak mungkin itu ardo. Ardo tidak mungkin berada di sini. Tidak!!!.

Lalu, aku berteriak sekencang-kencangnya, mencoba melawan kuatnya angin yang berhembus.....

"AAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!"

Tetapi, yang terjadi kemudian adalah aku  tidak dapat menahan bedungan air mataku hingga akhirnya tumpah. Aku menangis terisak. Kakiku lemas dan aku jatuh berlutut sambil merdam nyeri di dadaku. Nyeri yang teramat sangat. Kali ini, aku benar-benar harus berani bertemu dengan Ardo dan perlahan mulai mengikhlaskan sebelum aku sempat memilikinya secara utuh.

"AAAAAAARDDOOOOOOOOOOOOOOO!!!!"

Aku berteriak semakin kencang. Semakin terisak Tetapi, hanya ada sepi. Hanya deburan ombak dari kencangnya angin yang kudengar.


(bersambung)

Reino Regha Prawiro  [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang