12

479 10 0
                                    


"Rei, Apakah kamu mencintai ku?" tanya Ardo sambil menatap mataku.


Aku mengangguk.









"Dan Tidak akan menyakitiku?" lanjut nya.









Aku tersenyum.

Di kejauhan, terdengar suara ombak menghantam pantai.

SINAR matahari yang mulai beranjak naik membangunkanku dari tidurku.
"Met lagi...., "sapanya. lalu, ia mencium keningku.
Ternyata, aku tertidur di dadanya dan kami hanya di temani sehelai selimut yang membungkus tubuh telanjang kaki.
"Thanks God...., kataku sambil menatap wajahnya, mengamatinya dari jarak sedekat ini. Wajahnya masih terlihat tampan walau ia baru bangun tidur
"Kenapa?"
"Karena matahari masih terbit pagi ini."
"Walaupun kita tidak sempat melihatnya terbit lagi tadi"
"Karena aku capek sekali, Do.Makanya aku nggak bangun."
"Iya. Aku juga...... Hahahahah!"
Tawa pertama kami pagi itu.
"Do, ini adalah hari terindah dalam hidupku."
"Kenapa?" ia mempererat pelukannya
"Entahlah. Aku merasa bahagia aja...."
"Mungkin karena ada aku di sampingmu?"
"Hmmmmm....., pastinya."
"Kalau itu yang membuat kamu bahagia, aku akan selalu ada di sampingmu."
"Gombal.... Bagaimana bisa kamu ada si sampingku terus? Apa kamu tidak bekerja? Aku kan harus kuliah terus."
Candaku.
"Dasar Dodol!!!!! Maksudku nggak begitu.... " lalu, Ardo mengacak-acak rambutku.
"Iya....iya.....aku ngerti..... Hehehe!"
Lalu, kami sama-sama diam. Entah apa yang kami pikirkan saat itu.
Kemudian, ia menatap ke arahku dan aku pun manatapnya. Aku memeluknya. Ia memelukku. Aku tersenyum. Lalu, kubelai wajahnya, mencoba unuk mengabdikan segalanya keindahan wajahnya itu dalam sentuhan tanganku. Tatapan matanya tajam dibalik matanya yang indah dan berbinar penuh cinta itu. Bibir dan hidungnya yang kokoh terpahat di sana. Menatapnya, aku seolah menemukan scene-scene kehidupanku yang pernah hilang dulu. Sambil tetap mengabdikan segala keindahan yang ada di sana, aku berbisik dalam hati, Ardo, aku banyak belajar darimu. Belajar tentang hidup yang sesungguhnya......
Entah siapa yang memulai duluan, tiba-tiba wajah kami sudah dekat dan semakin dekat, hingga tidak berjarak lagi.
Dan Akhirnya, dua bibir pun bertemu kembali. Yang di harapkan pun terjadi. Lagi.
"Do, jangan berhenti mencintaiku...."
Sore itu, suasana di pantai tidak terlalu ramai. Mungkin karena bukan hari libur. Di sana hanya ada beberap pasang muda-mudi yang sedang asyik bermain ombak.
Do, seandainya saja kita seperti mereka, bebas mempertonton kemesraan di muka umum. "Kataku sambil menatap iri ke arah mereka.
"Kenapa"? Kamu iri dengan mereka?"

"Mmm.... Iya, sih. Tapi kan nggak mungkin kita seperti mereka. Bergandengan tangan dan peluk-pelukan"
"Kenapa nggak mungkin?"
"Hmmm...., aku tanya. Apakah mereka melakukannya dengan cinta?
"Ya iyalah, Do...."
"Nah, aoa bedanya dengan kita? Kita juga saling mencintai, bukan?"
"Tapi....."
"Karena kita pasangan yang salah?"
"......"
"Perbedaan bukanlah jurang pemisah, Rei. Kamu ingatkan filosofi pelangi? Berbeda, tetap indah. Itulah kita.
"Tapi, aoa kamu nggak malu gandengan tangan denganku?"
"Sebaliknya. Apa alasanku untuk malu bergandengan tangan dengan orang yang aku cintai?"
"Tapi, bagimana jika nanti ketahuan paparazi atau pers dan kamu jadi bulan-bulanan di berita atau jadi bahan gosipan di cek & Ricek, Intens seputar selebriti atau..........
Mulutku langsung di tutup dengan telunjuk jarinya "ssssstttttt......! kita sama. Aku manusia dan kamu juga manusia. Kamu punya cinta dan aku juga punya cinta. Dan kita saling mencintai, bukan? Aku tidak peduli apa kata orang. Aku lebih menganggap ini adalah resiko yang harus aku hadapi, jadi. Untuk apa peduli dengan omongan orang?
Lagi-lagi, aku hanya bisa terdiam mendengar kata-katanya barusan. Ia berhasil menyakinkan ku bahwa cinta itu ada untuk menyatukan segala perbedaan.
"Gimana? Masih ragu padaku?"
Entahlah.... Aku tidak tahun harus menjawab apa. Yang jelas, aku sekarang hanya memikirkan tentang Ardo, lelaki yang kucintai.
"Hmmmm....., mungkin tidak....." lalu, kutarik tangan Ardo sambil setengah berlari ke pinggir pantai dan menyiapratkan air ke arahnya. Kemudian, ia pun mengejarku sambil berusaha membalas ulahku itu.
Tetapi tiba-tiba, Ardo berlari agak menjauh, manghampiri sebuah warung. Laku keluar dengan membawa sebuah layang² berbentuk elang berwarna cokelat berukuran besar dengan lebar kira-kira dua meter.
"Udah lama nggak main layang-layang. Mumpung lagi di pantai, " kata Ardo sambil memasang tali penyekang di kedua sisi. Kemudian, ia menarik tali itu sedangkan aku memegang layang-layang di bagian bawahnya. Lalu, Ardo mulai berlari berlawanan arah dengan arah angin sambil menarik talinya. Dan, layang-layang itu pun terbang perlahan-lahan semakin tinggi dan semakin berat karena tiupan angin yang cukup kencang sore itu. Akhirnya, kami berdua tergopoh-gopoh bermain tarik ulur layang-layang di atas pasir ini.
Setelah cukup lama bermain layang-layang, aku dan Ardo pun terduduk kecapekan di bawah pepohonan yang berada agak jauh dari keramaian.
"Aduh, kakiku capek banget....., "keluhku sambil menghempaskan tubuhku di atas pasir dan meluruskan kaki. Refleks Ardo mengulurkan tangannya dan memijat kakiku.
Ardo dan segala perhatiannya. Itulah yang selama  ini aku rasakan. Perhatianya melebihi pasangan cowok-cewek lainnya. Belum pernah aku merasa diperhatikan seperti ini sebelumnya. Ketika tanganku gatal, tanpa diminta pun ia menggaruknya. Tidak hanya itu. Ia sering sekali mengusap-usap punggung ibu jariku. Ia memperlakukanku benar-benar seperti benda berharga.
Lalu, Ardo membelai lembut rambutku dan menyandarkan kepalaku di bahunya, aku mengenggam tangan Ardo yang kokoh itu. Dengan posisi seperti ini, aku begitu leluasa menatap luasnya cakrawala yang berpadu dengan magisnya Laut selatan di ujunh sana. Semuanya seakan menjadi saksi betapa aku mencintai sosok yang ada di sampingku ini. Perlahan, Ardo mulai menarik tanganku dan menciumnya berkali-kali. Lama, lama sekali.
"Jangan pernah mengingkari cinta  karena cinta adalah salah satu dari rahmat dari tuhan yang paling besar yang dia turunkan ke dunia. Karena cintalah umat manusia ada sejak dahulu, sekarang, dan untuk masa yang akan datang."
Hingga akhirnya, matahari pun mulai tenggelam di ufuk barat dan menyisakan semburat cahaya kemerahan yang terpantul oleh air laut pantai selatan.
Bagiku, itu luar biasa.

Reino Regha Prawiro  [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang