DAN, tiga hari yang panjang itupun berakhir. Hari ini adalah hari kepulangan Ardo dari surabaya dan aku akan menjemputnya di Bandara Adisutjipto siang ini. Aku akan menunggunya di pintu kedatangan. Dari jarak sejauh ini, di tengah keramaian banyak orang di bandara, aku langsung bisa melihatnya. Sosoknya selalu mudah kukenali karena ia begitu berbeda dan paling menonjol di antara yang kain.
"Kangen..." itulah kata-kata pertamaku ketika kami saling berhadapan. Tetapi, ada yang berbeda dengannya hari ini. Mukannya kelihatan pucat dan tidak bersemangat. Dan sepersekian detik kemudian, aku melihat mendung mengganrung di sudut matanya itu. Perasaanku semakin tidak enak.
"Kenapa Do?, kok pucat gitu? Kamu sakit?" lalu, kutaruh tangan punggung tanganku di lehernya untuk memastikan keadaanya.
"Ng.....nggak....," jawabnya gugup.
"Kamu kayak orang sakit. Oh ya, Bapak gimana keadannya.? Udah sembuh?
"Belum, Tapi sudah agak baikan dari sebelumnya."
"Syukurlah.... Aku senang mendengarnya. "Lalu, aku mengambil tas bawaanya dan aku jinjing hingha ke parkiran mobil. Baru saja masuk ke dalam mobil, ia langsung memelukku erat sekali. Perasaanku jadi bertambah tidak enak.
"Sayang aku kenapa" kataku.
"...." Ardo Diam.
Lalu, aku meregangkan pelukannya karena takut ada yang melihat kami berpelukan mengingat ketebalan kaca film Ardo cuma 50℅.
"Ya udah, kita mamam. Yuk? Kamu pasti belum makan, kan?
Ardo hanya bisa mengangguk pelan sambil menatap keluar jendela. Tidak biasanya Ardo bersikap seperti ini. Lalu, aku mempercepat gerakanku memundurkan mobil dan menuju tempat makan dikawasan Gejayan. Ada sesuatu dengan pacarku. Aku tahu itu.
Selama perjalanan. Kami hanya bisa diam. Ardo lebih sering menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong. Saat itu, aku yang membawa mobil karena aku tidak mau membiarkan nya membawa mobil dengan kondisi seperti itu. Sudah berulang kali aku menanyakan tentang perubahan sikapnya itu. Tetapi, jawabanya tetap sama. Tidak ada apa-apa. Sampai akhirnya, kami memasuki area parkiran Dixie dan langsung mengambil tempat duduk yang berada di sudut ruangan yang memang khusus dibuat untuk mereka yang menginginkan Privacy.
Suasana ramai siang itum mungkin saat itu adakah jam makan siang.
"Sebenarnya, ada dua berita yang ingin aku sampaikan padamu. Berita baik dan berita buruk." akhirnya ia tidak tahan juga dengan ekspresi diamnya. Lalu, Ardo mengambil sebatang rokok dan mulai menyalakannya dengan Lighter dan mengisap rokok itu dalam-dalam, sedalam hatinya yang gundah.
"Ada apa, sih?" aku semakin penasaran.
"Kamu mau berita yang mana dulu? Yang baik apa yang buruk?"
"Mmm...., yang baik dulu. Yang buruk belakangan aja."
"Oke, mungkin ini tidak terlalu baik buatku. Aku dipercaya oleh salah satu stasiun TV swasta terkemuka di jakarta sebagai newcaster baru mereka."
"Oh, ya? That's great! Selamat, ya.....," pujiku tatapan tulus. Tetapi, kembali aku melihat rina kekecewaan di wajahnya. Mungkin benar. Ini tidak terlalu membahagiakan buatnya. Buatku juga sih sebenarnya.
"Dan, aku harus pindah ke jakarta...."
"Oh..., itu berita buruknya?"
"Mmmm...., ntahlah. Aku lebih menganggap keduanya adalah berita buruk. Sangat buruk malah.
"Oke....." ia menghembuskan asap rokoknya. Aku nggak tahu harus memulainya dari mana. Tapi, kamu tahu Rezta Ardelia Kaselena?"
"Ya artis itu?"
"Ya aku di jodohkan dengannya oleh kedua orang tua ku."
"Kamu dijodohkan dengan Rezta?" aku mencoba tenang. "Wow! She's sexy and fabulous..... Hehehe.....!"
"....." Ardo kembali diam. Dengan keadaanya yang seperti ini malah membuat jantungku berdetak lebih tidak beraturan lagi.
"Mmm...., tunggu dulu. Kamu pasti menolaknya, kan?"
"Aku belum menjawabnya. Aku masih minta waktu. Untuk berpikir. Demi Tuham, aku nggak tahu harus ngapain! Kepalaku pusing......"
Aku mencoba tersenyum ke arah Ardo. Berusaha mengautkannya. "Sayang, kita hadapi ini berdua, ya..."
Aku kembali mengenggam tangannya dan mengelus ibu jarinya.
Ketakutanku terwujud nyata akhirnya. Apakah ini akhir dari hubungan kami dan aku selalu di hantui rasa cemas dan sangat-sangat tidak enak.
Kali ini, Ardo menatapku lagi. "Maafkan aku, Rei. Aku tidak tahu kalau akhirnya akan seperti ini."
"Haiiii...., it's fun. It's okay....."Setelah makan siang itu, aku mengantar Ardo ke apartemennya dan berencana tetap stand by di sana sampai ia berangkat kerja karena hari ini ia shifnya malam. Baru saja aku membuka pintu kamarnya dan kembali menutupnya, tiba-tiba Ardo langsung mendorong tubuhku hingga hampir jatuh ke lantai dan langsung menghujaniku dengan ciuman si sekujur tubuku. Aku benar-benar kaget, tidak siap dengan serangan mendadak seperti itu. Bukannya malah berhenti, Ardo memaksaku membuka semua pakaian yang kukenakan hingga beberapa kancing kemejaku copot dari jahitannya. Lalu, ia membuka sendiri pakaian yang ia kenakannya hingga kami berdua sama² tidak menggunakam apa-apa di badan.
Apakah aku dikasih pilihan untuk tidak membalasnya? Tidak. Dan akhirnya, kami melakukannya untuk yang kesekian kalinya.
"Sayang......, selamat ulang tahun bulan ini, ya.... Hari ini tanggal lima bulan juni"
"Iya, sayang. Ini bulan kesembilan hubungan kita."
"Terimakasih masih menjadi Ardo yang kukenal sembilan bulan yang laki."
"Dan terimakasih telah manjadi Ardo yang kukenal sembilan bulan yang lalu.
"Dan terimakasih telah menjadi alasan untuk bahagia dan sedihku"
"Aku sayang kamu,... Sungguh...!
"Aku juga sayang kamu dan kamu pasti tahu itu."
"Ya" aku tersenyum
KAMU SEDANG MEMBACA
Reino Regha Prawiro [END]
Romance[Selesai +18 Privasi]✓ Follow Me Ketika sang surya pagi menembus sela-sela jendela, aku tersadar, ternyata aku tidur dalam dekapannya. Aku pun merapat sama eratnya. Di sini, di balik dadanya, aku dapat melihat sinar matahari pagi membelai wajahnya...