Terhitung sudah sebulan dari waktu kejadian di rumah sakit. Semenjak itu pula Shilla semakin mencoba menarik perhatian Rio, tapi tetap saja tidak ada kemajuan sama sekali. Rio tetap acuh tak acuh padanya. Paling tidak Rio hanya meladeni Shilla seperti biasa. Seperti saat ini. Entah untuk ke berapa kalinya Shilla mencoba menarik perhatiannya.
"Yo nanti pulang sekolah mau ya, anterin aku ke toko buku. Mau ya, mau ya ...." Shilla menyatukan ke dua tangan di depan wajah sambil menatap Rio memelas.
Rio mendesah, benar-benar muak dengan tingkah Shilla yang semakin menjadi-jadi mendekatinya. Semenjak tadi Shilla selalu mengikuti dan merengek minta di temani ke toko buku. Tak jarang Rio menghindari Shilla jika pandangannya menangkap keberadaan Shilla dari radius berapa pun. Kali ini Rio terlanjur tidak bisa menghindar, karena Shilla langsung berdiri di depan kelasnya seraya tersenyum lebar saat bel istirahat berbunyi. Mau tidak mau, di sinilah mereka sekarang. Di depan kelas sepi karena murid tengah ke kantin.
Sampai saat ini Rio tetap pada pendiriannya untuk tidak berdekatan dengan Shilla yang tidak pernah mengerti posisinya. Rio menghela napas pelan dan kembali melewati Shilla begitu saja. Seolah tidak mengetahui keberadaan gadis itu. Shilla yang melihat itu lagi-lagi terpaksa menghela napas panjang untuk meredakan kekesalannya akibat Rio mengabaikannya.
Bukan berarti Shilla menyerah begitu saja jika Rio melakukan hal yang sama belakangan ini.
"Rio ... please ...." ujar Shilla berputus asa menatap punggung Rio.
Mendengar suara itu, Rio terpaksa berhenti melangkah dan berbalik memperhatikan Shilla dari atas sampai bawah. Cara berdiri gadis itu pun sekarang tidak lagi tegap. Guratan wajah juga tidak lagi ceria namun di gantikan dengan raut putus asa.
Rio mendelik. Ia kebingungan, sebagian dirinya tidak ingin berdekatan dalam bentuk apa pun dengan Shilla, namun melihat Shilla seperti saat ini malah membuat sebagian dirinya yang lain merasa berontak. Rio menarik napas pelan, menatap datar Shilla dan terpaksa mengangguk, menyanggupi ajakan Shilla yang kini tersenyum lebar seraya berlompat dan sesekali berseru kecil.
Shilla tidak lagi memikirkan image nya di hadapan Rio. Saat ini ia merasa senang, bahwa sejak beberapa minggu lalu saat pertama kali ia memutuskan untuk mendekati Rio, baru kali ini pemuda itu menyanggupi permintaannya. Jadi Shilla tidak akan menahan kesenangannya itu. Untuk saat ini ia tidak akan memikirkan untuk harus menjaga image di hadapan Rio, atau melakukan kesalahan kecil yang mengakibatkan Rio merasa ilfeel padanya. Shilla tidak akan memikirkan itu dulu saat ini hatinya tengah berbunga-bunga.
Shilla berhenti melompat seketika tersadar lalu berlari pada Rio dan memeluk cowok itu sebentar.
"Makasih banyak, Rio. Aku seneng!" ujar Shilla tulus tersenyum lebar.
"Pulang sekolah langsung ke parkiran."
Setelah mengucapkan sebaris kalimat itu, Rio berbalik kemudian melangkah pergi meninggalkan Shilla yang kembali bersorak sorai sambil berjoget tidak jelas. Mengambarkan bahwa ia tengah berbahagia. Untung saja lorong yang di tempati Shilla tengah sepi, jika tidak dapat di pastikan ia akan merasa malu.
¶Yoshil¶
"Yo kita makan dulu atau langsung ke toko buku?" tanya Shilla menoleh ke arah Rio yang fokus pada jalanan siang yang tidak terlalu ramai.
"Lo lapar?" tanya Rio tanpa melirik Shilla sama sekali.
"Sedikit, sih. Seenggaknya kalau ke toko dulu, masih bisa lah. Gimana?"
"Ke toko. Siap itu makan."
Shilla mengangguk dan setelah tidak lama pembicaraan mereka selesai, mobil Rio mulai memasuki kawasan area parkir pusat perbelanjaan itu. Rio mematikan mesin mobil lalu membuka pintu dan keluar yang di susul oleh Shilla.
Mereka melangkah ke dalam mall yang terlihat ramai dan terus menuju ke sebuah toko buku yang terletak di lantai dua. Setibanya di sana, Shilla langsung mencari novel yang akan ia beli. Membaca satu demi satu sinopsis yang berada di bagian sampul akhir. Jika ada yang menarik baginya, ia akan membelinya.
"Masih lama? Kita udah satu jam di sini dan lo belum dapat satu pun novel. Kalau lo gini gue pulang."
Shilla berbalik menatap Rio yang bersandar di rak buku yang tersusun rapi sambil menguap dengan tangan yang dilipat di depan dada.
"Udah, kok. Ini," balas Shilla mengangkat novel yang ada di tangannya lalu pergi menuju kasir sedangkan Rio menunggu di depan toko.
"Lama," dengkus Rio sebelum melangkah duluan.
Shilla hanya tersenyum menanggapinya dan berlari mengejar Rio.
"Ke mana?" tanya Rio ketika Shilla berhasil mensejajarkan langkahnya.
Shilla menoleh. "Sushi."
Sepasang remaja itu melangkah masuk ke sebuah restoran bernuansa Jepang yang terkenal enak. Keduanya mengambil duduk di meja pojok lalu memesan makanan mereka. Suasana di restoran sangat nyaman, di tambah lagi alunan lagu klasik di putar dengan volume sedang.
"Romantis," gumam Shilla tersenyum lebar.
Meskipun berupa gumaman kecil, Rio yang duduk di sebarangnya dapat mendengar dengan samar karena beberapa meja di dekat mereka tidak berisi. Dalam hati ia mengiyakan ucapan Shilla.
Damai dan menentramkan. Di pikir-pikir sudah lama Rio tidak merasakan suasana seperti ini. Semenjak orang yang di cintainya terbaring lemah. Dua tahun berlalu ketika hari ulang tahun gadisnya yang sangat membahagiakan, namun juga menyedihkan di waktu bersamaan. Gadisnya pingsan dan kritis.
Lamunanya terputus ketika mendengar Shilla berteriak menyorak namanya tepat di telinga, membuat Rio spontan mendelik sambil menjitak kening Shilla yang kemudian mengerucut sembari mendudukkan diri di kursi seberangnya. Shilla mengusap kepala yang terasa sedikit sakit.
"Ngapain ngejitak, sih. Kan, salah kamu. Aku panggil-panggil malah nggak denger. Nyatanya ngelamun. Memangnya ngelamunin apa?" cerocos Shilla.
Rio hanya diam melirik makanan yang entah kapan di antar pelayan dan melahapnya sedikit demi sedikit. Melihat reaksi Rio, Shilla kembali mendengkus kemudian ikut menyantap makanannya.
¶Yoshil¶
Shilla menyandarkan kepala di pintu mobil Rio yang bergerak seperti siput dari tadi. Menghela napas bosan entah untuk keberapa kali lalu melirik Rio yang menatap lurus ke depan. Shilla kembali menegakkan tubuh.
"Kenapa harus macet. Seharusnya kita nggak pulang di jam segini, soalnya pada pulang kerja. Kalau gitu 'kan kita nggak bakalan kejebak macet. Udah setengah jam, Yo," keluh Shilla kesekian kalinya.
"Salah siapa?" Rio menanggapi Shilla dengan pertanyaan serupa dari awal gadis itu mengeluh.
"Ya ... 'kan aku ..." Shilla mengalihkan perhatian ke luar jendela. "Rame ya, Yo. Berisik juga klaksonnya pada saling nyaut-menyaut," kata Shilla mengalihkan topik pembicaraan.
Ia tidak ingin terus di sudutkan Rio, karena itu lebih memilih mencari aman dengan mengalihkan topik pembicaraan mereka. Rio hanya diam, tidak ingin menanggapi Shilla. Ia tahu, Shilla hanya mencoba menyelamatkan diri.
¶Yoshil¶
Happy New year's 🎆🎇🎉
Sebenarnya aku ingin ngepost ini pas jam 00:00 WIB saat pergantian tahun, tapi bagaimana lagi sinyalnya lemot dan memang berhasil di post cuma separoh. Eror gitu.
Jadi, di siang menjelang ini aku ngepostnya lagi.
I hope you'll like and coment my story guys.
Terima kasih.
©2015 - 2021
1 Jan 17
Au
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Es [End]
Fanfiction[Yoshil Area] = Icil/Idola Cilik Ini tetang kedatangan Ashilla ke kota baru. Mempertemukan dia dengan sepupu yang nauzubillah menyebalkan dan mengenal Mario, yang kerap di sapa Rio adalah satu hal yang patut ia syukuri. Copyright ©2015 Salam, Anak...