Shilla melangkah sendirian di sepanjang koridor sekolah seraya di iringi lantunan lagu dari suara indah miliknya. Senyuman merekah ia berikan ke setiap orang yang di temui sepanjang koridor. Kenal mau pun tidak. Terlalu kelewatan ramah.
Shilla kini tengah melangkah menuju perpustakaan sekolah seketika terjatuh di pertikungan koridor. Raut wajah cerah miliknya tiba-tiba berubah menjadi kesal. Siapa yang lagi-lagi menabraknya? Jika di hitung, entah sudah berapa kali Shilla terjerembab di lorong sekolah sejak ia menginjakkan kaki di tempat elit itu.
Shilla mendengkus, mood baiknya malah rusak dengan berkesal hati, Shilla melirik sebuah tangan telurur di depannya. Ia berdecak. Seumur-umur nyungsep di koridor, baru kali ini ada yang mau bantuin berdiri, desis Shilla kesal bercampur takjub dalam hati.
Ketika memutuskan untuk mendongak, melihat siapa si empu tangan, Shilla membola dengan mulut sedikit terbuka. Tidak menyangka biang kerok yang membuatnya menjadi langganan lantai sekolah adalah orang yang sama.
Namun kali ini bukan raut kesal yang selalu bertahan di wajahnya, melainkan sebuah senyum kembali terukir lebar dan menerima uluran itu.
"Sakit, ya?"
Untuk kali pertamanya juga ada kalimat pembuka dari orang itu setelah menabrak nya, tidak seperti sebelum-sebelumnya.
Shilla mendelik. "Sakit lah, pake nanya lagi," dengkus Shilla mengusap pinggulnya yang di balas ttawa oleh Rio.
Shilla memukul lengan Rio kesal. "Kenapa ketawa, sih? Bukannya minta maaf malah ketawa. Seneng banget liat aku nyungsep ke lantai," ketus Shilla, mengingat awal mula cerita nyungsep-menyungsep itu terbentuk.
Di mana pertama kali Shilla bertemu dengan Rio saat di bandara setelah Shilla terduduk akibat di tabrak Alvin. Rio datang menabraknya tanpa melirik dan meminta maaf. Ketika itu Shilla melihat wajah Rio dari samping, makanya ia agak samar-samar melihat Rio yang menabraknya di tikungan sekolah, yang sayangnya tikungan saat ini lah saksi bisu waktu itu, untuk ke dua kalinya. Selain tempat lain.
"Baru kali ini juga," ujar Rio mengangkat bahu.
Shilla terbelalak lalu mencubit pingang Rio membuat cowok itu mendengkus kesakitan.
"Ini udah ke enam kalinya, Rio! Kamu nggak ingat saat dibandara, kamu nabrak orang sampai jatuh? Itu aku, dan seminggu aku baru sekolah di sini, kamu juga nabrak aku dan sialnya koridornya ini lagi. Belum lagi hari-hari berikutnya dan sekarang di sini juga. Bagaimana bisa aku menjadi langganan nyungsep di lantai sekolah? Udah kayak bi Inem yang sering ngepel lantai aku," decak memuntahkan kekesalannya terlebih melihat Rio seolah tidak menyadari itu semua.
Rio melongo mendengarnya. Dia membayangkan hari di mana menabrak seseorang di bandara. Waktu itu ia terburu-buru sampai menabrak siapa pun yang menghalangi jalannya. Rio memang tidak melirik wajah cewek itu, tapi melihat Shilla yang menatapnya kesal membuatnya meringis bersalah.
"Yah, nasi udah jadi bubur, gimana dong?"
Shilla mendelik. "Nggak bisa apa ngucapin kata maaf?"
Rio menggeleng lalu merangkul Shilla.
"Gini, Sayang 'kan udah aku bilang, aku nggak bakalan ngucapin kata itu lagi. Karena aku ingin ngebuktiin ke kamu kalau aku bakalan mencoba untuk nggak bakalan ngebuat salah lagi ke kamu," jelas Rio di akhiri mencium pipi Shilla tanpa izin.
Shilla melotot kaget lalu mendorong Rio menjauh.
"Apaan sih, cium-cium segala. Ntar di liat orang, malu tau," dengkus Shilla berusaha menutupi rona merah di pipinya.
Rio mencibir. "Malu, malu, tapi blushing." Rio kembali merangkul Shilla dan berjalan bersisian menelusuri koridor yang sepi.
"Ntar ke rumah sakit ya, Aya sama ke dua orang tua aku mau ketemu kamu."
Shilla refleks berhenti melangkah dan mendongak menatap Rio dengan kaget.
"Orang tua? Kamu udah baikan sama papa, mama kamu?" tanya Shilla yang diangguki Rio.
Shilla tersenyum lebar. "Ini semua berkat kamu, Sayang. Kalau aja kamu nggak nyuruh aku berdamai sama mereka mungkin sekarang aku masih marahan sama mereka. Lagian nggak masalah ngasih mereka kesempatan kedua, kayak kamu ngasih aku kesempatan untuk berubah," ujar Rio menerawang ke malam itu.
Di mana Shilla memintanya untuk berbaikan dengan kedua orang tuanya. Shilla memberinya argumen-argumen yang mampu meyakinkan pikiran dan hatinya itu membuat Rio selalu mengingat dan memikirkan setiap katanya.
Akhirnya, Rio memutuskan untuk menurunkan ego dan menemui orang tuanya. Membahasnya setenang mungkin tanpa emosi dan untung kedua orang tua Rio juga sadar dengan sikap mereka yang telah menelantarkan anak-anak nya selama ini.
¶Yoshil¶
"Kakak cantik!" seru Aya riang menyambut kedatangan Shilla dan Rio.
Semua yang ada di ruangan menoleh dan tersenyum. Shilla tersenyum canggung melihat orang tua Rio yang tersenyum padanya. Shilla dan Rio bergantian menyalami ke dua paruh baya itu lalu menghampiri Aya yang langsung bercerita dengan semangat, sesekali membuat semua yang ada di sana tertawa.
Shilla memandang mereka satu-persatu dan meraba hatinya yang menghangat melihat tawa Rio yang lepas bersama kedua orang tuanya. Interaksi anatara anak dan orang tua itu sudah tidak terlihat kecanggungan lagi.
Tidak lama Alvin-Via, Gabriel dan Ify beserta Cakka-Agni datang. Membuat suasana di rawat inap Aya semakin menghangat. Gelak tawa terdengar lepas memenuhi segala sudut ruangan. Tidak ada yang tertahan sedikit pun.
Terima kasih Tuhan. Kasih-Mu tidak akan pernah kami lupakan dan kami akan terus bersyukur atas apa yang kamu berikan.
¶Yoshil¶
Epilognya aneh dan ngawur abis ....
Terkesan maksa'kan ya? Tapi semoga suka. Untuk kesekian kalinya, aku minta maaf. Ini di luar semua yang aku perkirakan di awal saat menyusun dan memutuskan untuk menulis kisah ini.Bye! Sudah berakhir pertemuan kita di lapak ini. Aku minta maaf jika semua kata yang tertuang di setiap kalimat ada yang salah dan menyinggung.
Sekali lagi terima kasih banyak sudah mengikuti dan membaca cerita ini. Terima kasih banyak yang sudah pernah aku gantung di lapak ini.
Bye, bye. Sayonara, anyeong!
©2015 - 202120 Agus 17
Au
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Es [End]
Fiksi Penggemar[Yoshil Area] = Icil/Idola Cilik Ini tetang kedatangan Ashilla ke kota baru. Mempertemukan dia dengan sepupu yang nauzubillah menyebalkan dan mengenal Mario, yang kerap di sapa Rio adalah satu hal yang patut ia syukuri. Copyright ©2015 Salam, Anak...