KETUJUH BELAS

4.2K 194 0
                                    


Dari dalam mobil di pelataran parkir rumah sakit, Revi menghubungi Ismi dan mengajaknya pulang tanpa sempat berpamitan pada sang tante. Amarah begitu menguasai Revi hingga seketika membutakan nalar juga "kewarasannya".

Revi merasa memikul beban yang sangat berat, sedemikian beratnya hingga nyaris sama dengan  menggenggam sebuah bom waktu yang siap meledak kapan saja. Tak berapa lama menunggu, Ismi terlihat berjalan menghampiri. Begitu Ismi masuk ke dalam mobil, tanpa proses basa-basi, Revi langsung menancap gas kencang. Sigap Ismi memasang seat belt saat mencium gelagat tak beres dari sikap sang suami.

"Ayah, istighfar, Yah! Kerasukan setan apa kamu, sampe gelap mata begini?!" pekik Ismi setengah histeris.

Spontan dan setengah memaksa, Revi meminggirkan mobil ke tepi jalan. Meski pelan dan terdengar berulang kalimat istighfar terucap dari bibir Revi demi meredakan emosi yang sempat menguasainya.

"Maaf Bun, Ayah khilaf! Ini semua gara-gara si bebel Adri!" keluh Revi seraya mendengus sebal.

"Hati boleh panas, Yah. Tapi kepala harus tetap dingin, bukannya Ayah yang selalu ngingetin aku soal itu?!

"Apalagi sih yang dikerjain sama Bos kecil? Sampe segitunya Ayah marah, dan lupa pamitan sama Nan tulang?!" 

"Untung aja aku bisa ngasih alesan ke beliau, kalau Ayah lagi sakit kepala karena kecapean. Dan untungnya lagi Nan Tulang mau ngerti," Ismi coba menjelaskan setelah mendapati Revi sudah jauh lebih tenang.

"Ya ampun ... maaf Bun, aku beneran kelupaan saking kebawa emosi. Makasih ya Bun," timpal Revi lega.

"Coba Ayah cerita, apa yang bikin Ayah begitu marah? Siapa tahu setelah Ayah cerita, setidaknya bisa mengurangi sedikit beban yang ada di hati Ayah," bujuk Ismi pada sang suami.

"Entahlah, Bun. Darimana aku harus mulai ceritaku. Intinya aku bener-bener ngerasa bersalah sama Nan tulang juga Aulia.

"Banyak sudah rekayasa yang kami berdua bikin, namun faktanya kuasa Tuhan menentukan sebaliknya," sesal Revi, saat teringat semua kebohongan yang ia bangun bersama Adri.

"Maafin aku, Bun. Seharusnya aku dengerin nasehat kamu dari awal. Kamu bener, satu kebohongan yang kami buat akhirnya mendatangkan kebohongan lainnya. Dan itulah yang akan Adri lakukan.

"Tapi mulai detik ini, cukup! Aku sudah janji sama diriku sendiri, kalo aku enggak akan terlibat apapun lagi, semua hal yang menyangkut si Nona Diana itu! Ya Tuhan, aku benar-benar berhutang permohonan maaf pada Tanteku," keluh Revi, lalu menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya .

"Sudah, Yah. Enggak ada gunanya terus menyesali diri, yang penting Ayah menyadari kesalahan yang Ayah perbuat. Lebih baik terlambat, daripada enggak sama sekali.

"Selebihnya kita lihat saja apa yang terjadi nanti. Untuk saat ini, kita enggak mungkin cerita ke Nan Tulang.

"Dari jauh kita akan coba awasi, apa ada kesempatan untuk kita berdua bisa sedikit membantu dan memperbaiki kesalahan Ayah. Selebihnya, kita serahin sama Sang Maha Kuasa, ya, Yah?" papar Ismi coba menenangkan Revi.

"Iya Bun, semoga masih ada kesempatan untukku memperbaiki kesalahan." Cetus Revi setuju.


✨✨✨


Dua hari berselang, Mamih sudah diperbolehkan pulang. Sesuai anjuran tim dokter, Mamih masih diharuskan  menjalani rawat jalan sampai kondisinya pulih sepenuhnya. Dan saat berita itu sampai di telinga Mamih, sontak saja Mamih bersikeras untuk segera kembali pulang ke Jakarta.

"Jangan pulang dulu, Mih. Mamih kan masih harus kontrol ke dokter." Jelas Adri, coba menahan keinginan Mamih.

"Dri, dokter kan bukan di sini aja! Di Jakarta kan ada Dokter Reiga. Jadi Mamih bisa check up ke Dokter Reiga, iya, kan?" jelas Mamih tak mau dibantah.

JODOH PILIHAN MOMMY (TAMAT)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang