KETIGA PULUH

242 17 2
                                    


Dua hari selepas ajakan makan siang Mamih, giliran Adri yang beraksi-berusaha membujuk Aulia. Ditemuinya langsung sang dara di kediamannya. Saat itu juga Adri langsung menyampaikan tentang niat serta ketetapan hatinya.

Namun Aulia tak memberi respon apa pun, ia masih merasa bimbang atas perubahan Adri yang begitu cepat. Meski jauh di dalam hatinya, Aulia turut merasa senang. Namun faktanya, Aulia tak dapat menutupi kegundahan yang terselip di bagian hatinya yang lain.

"Bagaimana kalau Adri tiba-tiba berubah pikiran lagi?" gumam Aulia ragu.

"Gimana Aulia? Kamu setuju, kan?" dorong Adri, tak mau kehilangan momen.

"Sa-saya bingung, Pak. Saya belum yakin, apa Bapak sudah yakin betul dengan keputusan yang Bapak ambil?" dorong balik Aulia yang seketika membuat Adri gemas.

"Ya-iyalah, saya yakin! Kalau enggak, ngapain saya ke sini?! Kalau kamu tahu, isi hati saya ini udah enggak karuan tahu-nggak, sih?!

"Harus nahan gengsi, malu juga nelen kenyataan pahit!" jelas Adri kelepasan ucap.

Seketika dahi Aulia berkerut saat mendengar dengan jelas kalimat terakhir Adri. "Malu, gengsi? Kenyataan pahit? Maksud Bapak?

Adri yang menyadari terlanjur terlepas ucap, dengan sigap memberi alibi terbaiknya.

"Eits ... tunggu! Kamu jangan salah sangka dulu!

"Maksud aku dengan malu itu, aku tuh, ngerasa malu karena berusaha ngakalin juga ngajarin kamu bohong.

"Gengsi, aku lumayan harus cukup kuat melawan ego juga gengsiku untuk mengakui bahwa ternyata aku salah.

"Salah, sudah bersikap juga berkata kasar sama Mamih. Salah karena berniat manfaatin kamu di awalnya."

"Kalau kenyataan pahit?!" kejar Aulia, penuh rasa penasaran.

"Ya, kenyataan pahit bahwa aku telah melakukan kesalahan besar dan harus mau mengakuinya di depan kalian semua!" jawab Adri tak kalah akal.

"Ayolah, Aul. Aku beneran sungguh-sungguh pengen jadiin kamu sebagai istri.

"Semua tulus dari hati, nggak ada rekayasa. Bukan juga sekedar pelampiasan atau pelarian atau apa pun itu namanya.

"Aku cuma ingin membina rumah tangga dengan orang yang tepat dan tentunya direstui Mamih!" seru Adri penuh kesungguhan.

Mendapati kesungguhan pada nada bicara juga kilatan bening di bola mata Adri, hati Aulia pun luluh. Setelah berpikir dengan hati yang tenang, Aulia pun berujar, "Saya tidak bisa memutuskannya sendiri. Bapak harus menemui Abah dan Umi dulu."

"Boleh! Kapan? Sekarang, boleh?!" tantang Adri yakin.

"Tidak sekarang, Pak. Abah dan Umi kebetulan masih di toko. Nanti malam saja kalau Bapak tidak keberatan, Bapak kembali lagi ke sini." Jelas Aulia
menjelaskan situasinya.

"Oke! Kalau begitu, nanti malam saya pasti balik lagi ke sini!" seru Adri yakin, kemudian Adri bangkit dari duduknya. dan berjalan ke arah pintu sementara Aulia terus mengekor.

"Aku pulang dulu Aulia. Assalamualaikum," pamit Adri pada Aulia dan langsung disambut Aulia dengan menjawab salam Adri.

---

Malam harinya setelah yakin Abah beserta Umi sudah tiba di rumah, Adri kembali berkunjung ke kediaman Aulia. Setelah mampir sebentar untuk sekedar membawa buah tangan, Adri pun langsung menuju rumah Aulia.

Tiba di rumah Aulia, Adri dengan sekuat tenaga dan kekuatan yang ada, berusaha mengumpulkan seluruh keberaniannya.

Aulia mempersilahkan Adri menunggu di ruang tamu, sementara ia masuk ke dalam untuk memanggil kedua orang tuanya. Sekian lama menunggu, hanya Umi seorang yang datang menghampiri. Sementara Abah sedang mengaji di mesjid yang terletak tak jauh dari rumah Aulia.

JODOH PILIHAN MOMMY (TAMAT)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang