chapter 2: hello, disaster. nice to meet you
Kalian tidak akan percaya apa yang terjadi.
Aku tidak mendapatkan tangan baru!
Kalian dengar aku? Aku. Tidak. Mendapatkan. Tangan. Baru.
Tadi, sewaktu Profesor Indah membawaku ke klinik, petugas klinik menyebalkan yang biasa menanganiku itu berkata, "Profesor, maaf, tapi saya rasa, Laura sengaja melepaskan tangannya."
Aku nyaris tidak memercayai pendengaranku sendiri. Petugas klinik yang berperut buncit itu berkata, aku sengaja melepaskan tanganku?! Apa dia pikir aku sinting? Walaupun jika aku melepaskan tangan robotku aku tidak akan berdarah, tetap saja aku akan merasakan sakit. Apa dia pikir aku sesinting itu?
Awalnya, Profesor Indah tidak percaya. Dia kemudian menyuruh Si Buncit (aku tidak mau tahu nama petugas klinik itu) mengatasi rasa sakitku terlebih dahulu.
Namun, setelah selesai dengan tangan buntungku, dia kembali berkata kepada Profesor Indah bahwa aku sengaja melepas tanganku agar mendapat tangan baru. Dia kemudian menjelaskan bahwa selama ini tanganku longgar, dan aku selalu ingin tangan baru, jadi masuk akal saja kalau aku sengaja melepas tanganku.
Karena penjelasan itu, Profesor Indah akhirnya mengalah dan berkata akan membicarakan masalah ini dengan profesor-profesor lain terlebih dahulu. Kemudian, kalau itu semua belum cukup buruk, sekarang, aku dipanggil ke ruangan Profesor Halim—kepala SCN Menengah Atas (SCNMA).
Profesor Halim sebenarnya baik. Dia bukan tipe guru yang senang membentak murid-muridnya, malah Profesor Halim cenderung tenang. Tapi di balik ketenangannya itu, dia bisa membuat orang lain (terutama murid-murid) merasa kecil hanya dengan menatap kami dari balik kacamata bulat tipisnya.
Saat aku memasuki ruangan kepala sekolah, Profesor Halim sedang membaca sebuah buku. Kepalanya menduduk, menampilkan rambutnya yang nyaris botak. Tapi saat aku mendekat, Profesor Halim mengangkat wajah sambil membetulkan letak kacamatanya. Saat melihatku, dia tersenyum. "Ah, Laura. Duduk, Nak."
Aku pun duduk di depan meja Profesor Halim. Profesor itu kemudian menutup buku yang tadi sedang dia baca dan bertanya kepadaku. "Gimana tangan kamu?"
Aku mengangkat lengan kananku, memperlihatkan ketiadaan tangan kananku. "Saya butuh tangan baru, Profesor. Saya enggak bakal bisa nulis tanpa tangan kanan. Saya enggak kidal," jelasku.
Profesor Halim mengangguk-angguk, tapi selama beberapa saat kemudian, dia tidak berkata apa-apa—yang membuatku merasa gelisah.
"Kamu tahu kan, kamu dituduh sengaja melepas tanganmu supaya mendapat tangan baru?" tanya Profesor Halim.
"Ya," jawabku singkat. Oleh Si Buncit, tambahku dalam hati.
"Katanya, kamu sudah lama mengeluh karena tangan kanan robotmu longgar dan kamu ingin tangan baru," lanjut Profesor Halim.
Aku mengangguk. "Iya, Profesor. Tapi Si Bun—maksud saya, petugas klinik itu bilang, saya enggak bisa ganti tangan sampai tangan saya lepas. Tapi saya sama sekali enggak pernah berpikir untuk melepas tangan saya.
"Lagi pula, kenapa saya enggak boleh ganti tangan sebelum tangan saya lepas?" tanyaku.
"Setiap cyborg yang punya bagian robot di tangan pasti pernah merasakan tangan yang longgar. Itu normal, Laura. Dan setiap cyborg itu boleh mengganti tangannya kalau dia sudah genap tujuh tahun sejak pertama kali menggunakan tangan itu.
"Menurut catatan, kamu baru mengenakan tangan itu selama lima tahun. Kamu seharusnya menunggu dua tahun lagi. Itu sudah menjadi kebijakan pusat. Saya juga enggak bisa ngelakuin apa-apa. Tangan cyborg itu mahal, Laura, jadi orang enggak bisa seenaknya gonta-ganti tangan," jelas Profesor Halim.
Aku mencerna informasi barusan dengan bingung. Aku tidak pernah tahu itu.
"Ini memang bukan pengetahuan umum," sambung Profesor Halim, seolah bisa membaca pikiranku. "Karena enggak semua cyborg punya bagian tangan robot. Lihat saya, tangan saya dua-duanya tetap normal." Profesor Halim mengangkat kedua tangannya yang sudah agak keriput.
Aku mengangguk. "Jadi saya harusnya nunggu dua tahun lagi," gumamku.
"Biasanya, cyborg yang punya tangan robot diberitahu soal ini saat dia sudah memasuki tahun keenam, karena saat itu biasanya tangan baru longgar. Jadi, jangan salahkan petugas klinik, dia hanya menaati aturan untuk memberi informasi saat kamu sudah memasuki tahun keenam. Walaupun yah, sebenarnya dia boleh saja memberitahu informasi itu kalau tanganmu sudah longgar sebelum tahun keenam. Tapi petugas klinik itu masih magang, dia belum terlalu mengerti.
"Di kasus kamu, kamu memang lebih cepat satu tahun, itu bukan masalah," lanjut Profesor Halim, seolah-olah tangan yang copot itu bukan masalah baginya. "Tangan longgar itu sepengetahuan saya akan kembali normal setelah sekitar sebulan. Bisa kambuh memang, tapi bukannya enggak mungkin ditahan."
"Tapi, gimana kalau tangan saya udah terlanjur copot?" tanyaku, ngeri membayangkan aku harus belajar menulis dengan tangan kiri. Aku yakin, aku tidak akan pernah bisa. Kalaupun bisa, tulisanku pasti akan sangat berantakan sampai entah kapan aku terbiasa menulis dengan tangan kiri.
Profesor Halim meletakkan kacamatanya, kemudian menatapku dengan tatapan agak menyesal. Oke, apa maksud dari tatapan itu?
"Di beberapa kasus tertentu, kalau tangan memang sudah telanjur lepas, maka seseorang harus membuktikan bahwa dia layak mendapatkan tangan itu, walaupun belum tujuh tahun menjadi cyborg," jawab Profesor Halim.
Aku menatap profesor tua itu dengan bingung. "Maksudnya apa?"
"Kamu harus menjalani suatu tugas. Dan tugas ini bukan tugas biasa seperti mengerjakan PR, membersihkan toilet, membantu di dapur, atau tugas-tugas seperti itu. Para profesor sudah menyiapkan tugas untuk kamu, dan untuk menjalankan tugas ini, kamu harus keluar dari SCN dan bergabung dengan manusia-manusia normal."
Apa?
Ha. Ha. Lucu sekali, Profesor. Aku ingin tertawa.
Tapi... Profesor Halim tidak terlihat sedang bercanda.
Oh, tidak, tidak, tidak. Apa maksudnya aku harus mengerjakan tugas di luar SCN? Di dunia normal? Aku harus berbaur dan menyembunyikan tubuh-tubuh robotku?
Ini bencana besar![]
a.n
Hai semua! Makasih udang udah mau baca & nungguin. Maaf belum sempet bales-balesin komen kalian. Asap deh ya hehe.
Oh ya, mulai minggu depan, cerita ini di-update setiap hari Sabtu okok.
1 Januari 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Would You Like to Be My Cyborg?
Teen FictionLaura ditugaskan oleh SCN (Sekolah Cyborg* Nusantara) untuk mencari dan membawa pulang Damar-seorang cyborg cowok yang dua tahun lalu kabur dari SCN. Damar diberitakan pindah ke sekolah manusia normal dengan identitas dan tampang yang bisa dipastika...