Chapter 27: hello, let's go back to our 'special' school
"Iya, Damar itu enggak ada, Ra."
Aku masih tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Kurasa aku perlu memeriksakan telingaku ke klinik SCN kalau-kalau ada yang bermasalah dengan telinga normalku dan aku harus menggantinya dengan telinga robot.
"Lo enggak salah denger, Ra," kata Aga, seolah-olah dia bisa membaca pikiranku. "Damar itu beneran enggak ada. Gue yang ngebuat dia. Yah, dibantu sama Profesor Halim dan beberapa profesor lain di SCN juga sih, tapi yang jelas, Damar itu bener-bener enggak ada."
"Sekarang, giliran gue yang cerita ya," kata Risya. Sebelum aku sempat mengatakan apa-apa (yah, sebenarnya aku juga tidak ingin mengatakan apa-apa), cewek itu sudah memulai ceritanya.
"Gue sih, enggak sebanyak Aga bohongnya," kata Risya, membuat Aga sedikit memelotot. Tanpa menghiraukan Aga, Risya melanjutkan, "Gue beneran punya kakak cyborg yang sekarang lagi magang di SCN, dan sama kayak Aga, gue pengin banget jadi cyborg.
"Orangtua gue sih, setuju-setuju aja, karena mereka ngelihat, kakak gue seneng jadi cyborg. Tapi ternyata, jadi cyborg kalau lo enggak kecelakaan dan bener-bener butuh itu enggak gampang. Gue juga belajar dan ngelakuin berbagai macam tes kayak yang dijalanin Aga. Dan sama kayak dia juga, Profesor Halim ngasih gue tugas buat masuk ke SCN, dan tugas gue adalah ini, ngebantuin Aga buat bikin lo tambah bingung dan tambah berusaha, dan juga, gue harus ngasih laporan lengkap setiap hari ke Profesor Halim tentang apa yang dilakuin Aga dan apa yang dilakuin lo, Ra. Sejauh ini, gue yakin, Profesor Halim seneng sama apa yang lo berdua lakuin."
Aku masih diam, tidak tahu apa yang harus kukatakan atau bagaimana harus bersikap. Apakah aku harus marah? Tapi, kenapa juga aku harus marah? Aga dan Risya hanya menjalankan tugasnya, sama seperti aku menjalankan tugas dari Profesor Halim.
Tapi, aku juga tidak bisa berkata bahwa aku senang. Menjadi satu-satunya orang yang menempati posisi orang-serba-tidak-tahu itu sama sekali tidak enak. Maksudku, para profesor, Risya, dan Aga kan saling mengetahui tentang tugas masing-masing. Hanya aku saja yang tidak tahu. Rasanya seperti aku adalah orang terbodoh di dunia.
Oke, ralat. Cyborg terbodoh di dunia.
"Gue terpaksa harus ngasih tahu Kinan supaya dia mau ngasih tahu ke Eva kalau 'Damar pernah pacaran sama Mega'. Kinan sama sekali enggak tahu siapa itu Damar, dan siapa itu Mega. Tapi berhubung Eva udah nanya dan Kinan enggak mungkin enggak jawab karena harga dirinya tinggi banget, makanya Kinan enggak banyak nanya waktu gue telepon tiba-tiba dan nyuruh dia ngomong kayak gitu ke Eva. Dia bahkan percaya-percaya aja waktu gue bilang gue salah satu murid SCN yang kebetulan ada di deket Eva dan Kinan waktu Eva nanya ke Kinan soal Damar dan gue tahu soal Damar.
"Selain Kinan, gue juga kerja sama bareng beberapa profesor. Karena Aga cuma inget buat ngasih tahu Profesor Ned soal bagian tubuh cyborg Damar, Aga kelupaan ngasih tahu Profesor Tari tentang kebiasaan Damar. Untungnya, Profesor Tari udah tahu tentang misi Damar ini dan dia ngarang kalau olahraga kesukaan Damar itu basket dan futsal. Baru setelah itu, Profesor Tari ngasih tahu ke Aga, jaga-jaga kalau lo nanya-nanya dia," jelas Risya lagi.
Kemudian, tidak ada satu pun dari kami yang berbicara.
"Jadi," kataku setelah beberapa saat terdiam. "Selama ini, sia-sia dong, gue nyari Damar?"
"Enggak! Jangan bilang kayak gitu. Kayak yang gue bilang, Profesor Halim ngelihat usaha lo. Dan begitu lo udah mulai curiga kalau gue Damar bahkan sampai nepuk punggung gue dan pengin lihat gue berenang tanpa pakai atasan, gue rasa lo udah berhasil. Lo udah mendekati betul, Ra. Jadi gue putusin buat jelasin semuanya ke lo sekarang," jelas Aga.
Risya mengangkat bahunya. "Tapi gue enggak mau tanggung ya, kalau sampai menurut Profesor Halim ini harusnya belum selesai. Karena gue rasa, selain Laura yang udah mulai curiga sama lo, lo mau ngasih tahu dia ini ada hubungannya sama lo yang baru jadian sama Laura, kan?" tanya Risya kepada Aga, seolah-olah aku tidak ada di sana.
Aku dan Aga jadi agak salah tingkah. Sial. Kenapa aku masih sempat-sempatnya salah tingkah di keadaan seperti ini? Lagi pula, setelah apa yang terjadi, aku tidak tahu apakah Aga masih menganggapku pacarnya. Siapa yang tahu dia tertarik padaku atau kepada fakta bahwa aku adalah cyborg?
"Kok lo tahu gue jadian sama Laura?" tanya Aga kepada Risya.
Risya tersenyum lebar. "Gue enggak bakal jadi utusannya Profesor Halim kalau gue enggak jago nyari informasi," katanya.
"Oke, oke," selaku, sebelum obrolan kami ke mana-mana. "Jadi, apa sekarang? Misi gue udah selesai?"
Aga mengangguk dengan bersemangat. "Lo bisa dapet tangan baru, dan gue sama Risya bisa jadi cyborg. Kita bakal sekolah bareng-bareng di SCN!"
Risya mengetuk-ngetuk layar ponselnya. "Belum tentu. Gue lagi nanya sama Profesor Halim," katanya, walaupun aku bisa melihat, wajah Risya juga sama bersemangatnya seperti wajah Aga. Aku jadi teringat bahwa seperti itulah ekspresi wajah Risya saat pertama kali kami bertemu dan dia berkata ingin melihat bagian-bagian tubuh robotku.
Aku menyandarkan tubuh ke sandaran kursi, masih bingung bagaimana harus bersikap. Semua ini terasa begitu... tiba-tiba.
Melihatku yang tampak tidak bersemangat, Aga dan Risya berpandangan sejenak sebelum kemudian menatapku.
"Lo kenapa, Ra? Masa lo enggak seneng, sih, dapet tangan baru?" tanya Risya dengan heran. "Gue juga bakal jadi cyborg dan ikut lo ke SCN!" katanya, masih dengan bersemangat.
Aga mengangguk. "Lo enggak usah sedih karena enggak bisa lihat gue berenang lagi," tambahnya sambil memasang cengiran. "Gue kan, masih bisa ngelakuin olahraga lain di SCN."
Aku menggeleng. "Gue cuma ngerasa, oke, gue tahu lo berdua enggak berniat kayak gini, tapi... kalau aja Mama enggak terlalu banyak nonton film romance dan milihin gue mata yang bisa mendeteksi kebohongan, gue mungkin enggak bakal ngerasa sebodoh ini sekarang," kataku akhirnya.
Aga dan Risya tampak mengerti sekarang.
"Kita sama sekali enggak berniat buat bohongin lo, Ra. Kalau bisa, gue juga pengin ngasih tahu lo dari awal kalau Damar enggak ada. Emang lo kira, enak bohong sama lo? Apalagi, lo baik dan asyik banget. Tapi kalau gue ngasih tahu, bukan cuma gue aja yang rugi, tapi lo sama Aga juga ikutan rugi," jelas Risya.
Aga mengangguk lalu berkata, "Iya. Gue juga enggak mau bohong sama lo, Ra. Tapi ini tugas dari Profesor Halim, dan—"
"Iya, gue ngerti kok, lo berdua enggak berniat buat bohongin gue," selaku sambil tersenyum. "Tapi yah, rasanya masih aneh aja."
Sebelum ada yang bisa membalas ucapanku, ponsel Risya berdering. Risya buru-buru melihat layar ponselnya dan kemudian menatapku dan Aga bergantian sambil berkata, "Profesor Halim."
Setelah mengatakan itu, Risya bangkit berdiri dan berjalan menjauh untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Jadi," kata Aga, sambil menatapku.
Aku menatap Aga balik. "Jadi apa?"
"Setelah lo tahu semuanya, apa yang kemarin masih berlaku?" tanya Aga.
Sejujurnya, aku tidak yakin. Apa kami masih bisa menganggap satu sama lain pacar? Maksudku, aku bahkan tidak yakin aku tahu siapa Aga.
Jadi, karena aku belum tahu harus menjawab apa, aku mengerutkan kening, pura-pura berpikir. "Yang kemarin yang mana, ya?"
Aga menghela napas sambil mengacak rambutnya pelan. "Kita omongin nanti," katanya, berbarengan dengan Risya yang kembali ke tempat duduknya.
Dengan bersemangat, Risya berkata, "Profesor Halim tadi cuma bilang 'Selamat. Kamu, Laura, dan Aga besok ke SCN.' Dia juga bilang, masalah sekolah di Hadir dan sebagainya, bakal diurus nanti sama SCN. Yang jelas, besok kita ke SCN!"
Mau tidak mau, walaupun dari tadi aku masih agak kaget dan bingung menentukan sikap, aku tersenyum juga.
Ah, SCN. Akhirnya, aku kembali juga ke sana.[]
a.n
cerita ini belum berakhir kok... masih ada satu chapter lagi HEHEHEHEHE : )).5 Agustus 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Would You Like to Be My Cyborg?
Teen FictionLaura ditugaskan oleh SCN (Sekolah Cyborg* Nusantara) untuk mencari dan membawa pulang Damar-seorang cyborg cowok yang dua tahun lalu kabur dari SCN. Damar diberitakan pindah ke sekolah manusia normal dengan identitas dan tampang yang bisa dipastika...