Chapter 15: hello, does this boy play quidditch, professor?

12.9K 2.4K 167
                                    

chapter 15: hello, does this boy play quidditch, professor?





Aga berenang sekitar satu jam. Dan satu jam itu aku habiskan hanya dengan menonton Aga. Oke, mungkin itu terdengar sangat membosankan, tapi kenyataannya, tidak. Aku sama sekali tidak bosan melihat Aga mondar-mandir di kolam renang. Kadang, cowok itu bahkan melambai dengan konyol ke arahku.

Setelah selesai berenang, Aga menghampiriku, masih dengan rambutnya yang agak basah.

"Lo mau langsung pulang?" tanya Aga.

Aku mengangguk. "Iya, ada yang harus gue kerjain," jawabku. Maksudku, aku sudah tidak sabar bertanya kepada pihak SCN tentang olahraga yang disukai Damar.

Aga mengangguk. "Oh, oke." Kemudian, dia menggaruk tengkuknya—tampak gugup lagi. "Sori ya, kalau gue kesannya maksa lo dateng ke sini. Gue awalnya cuma pengin godain lo doang."

Aku tertawa. Lucu melihat Aga gugup seperti itu. "Enggak apa-apa. Gue seneng lihat lo berenang." Sebelum menimbulkan kesan yang tidak diinginkan, aku buru-buru menambahkan, "Gue selalu suka lihat orang berenang, karena gue udah enggak bisa berenang sekarang."

Aga mengenakan lagi kacamatanya sambil menatapku dengan penasaran. "Emang, kalau lo berenang, lo bakal kenapa? Penyakit lo kambuh?"

Aku kemungkinan besar akan cacat kalau bagian tubuh robotku tidak berfungsi. Mungkin masih bisa diperbaiki, tapi Profesor Ned pernah bilang kalau bagian tubuh robot yang rusak parah—seperti jika terlalu lama terendam air—susah diperbaiki.

Tapi, aku tidak mungkin berkata kepada Aga kalau aku akan cacat jika berenang. Itu terdengar menyeramkan. Jadi, aku hanya mengangguk dan menjawab, "Ya, semacam itulah."

Kemudian, aku dan Aga mengobrol sebentar sebelum akhirnya aku pamit pulang.

*

"Selamat malam, Profesor," kataku. Sekarang, aku sudah tersambung dengan pihak SCN. Waktu aku tersambung ke bagian resepsionis, aku berkata aku butuh data tentang Damar. Maka, aku langsung disambungkan ke Profesor Tari—Profesor yang mengurus data dan mengamati kepribadian anak-anak.

"Selamat malam. Apa kabar, Laura?" tanya Profesor Tari dengan ramah. Profesor Tari memang terkenal dengan keramahan dan kesabarannya. Untunglah aku tidak harus berbicara dengan Profesor Belinda (yang terkenal dengan yah, pokoknya kebalikan dari Profesor Tari).

"Baik, Profesor."

"Katanya kamu mau tahu soal Damar?" tanya Profesor Tari. "Seingat saya, saya udah kasih semua data Damar ke Profesor Halim untuk dikasih ke kamu."

"Iya, saya udah dapat itu. Tapi saya punya pertanyaan," kataku. "Di data itu, tertulis kalau Damar suka berolahraga. Saya perlu tahu, olahraga apa yang disukai Damar."

"Oh, itu," kata Profesor Tari. "Damar suka bermain futsal dan basket," jawabnya, nyaris seketika. Aku tidak tahu apakah Profesor Tari memang hafal kegiatan Damar karena anak itu hilang sehingga mendapat perhatian lebih, atau Profesor Tari memang hafal semua kegiatan murid-murid SCN.

Aku tadinya ingin iseng bertanya apa kegiatan favoritku (makan, tidur dan bermain), tapi aku langsung sadar kalau itu tidak sopan. Profesor Tari sudah berbaik hati membantuku.

"Oke, makasih banyak, Profesor," kataku.

"Sama-sama, Laura. Semoga sukses. Jangan terlalu banyak makan, tidur, sama main, ya," balas Profesor Tari, membuatku tertegun.

Apa dia benar-benar hafal semua kegiatan favorit murid-murid SCN?!

*

Setelah menelepon Profesor Tari, aku turun ke ruang makan untuk bergabung dengan keluargaku menyantap makan malam.

"Gimana? Udah dapat informasi yang kamu mau?" tanya Mama begitu aku menempati tempat dudukku.

Aku memang tadi berkata kepada orangtuaku bahwa aku ingin menelepon SCN dulu sebelum makan.

Aku mengangguk. "Udah, Ma."

"Menurutmu, kamu udah deket sama Damar ini belum?" tanya Papa. "Apa udah mau ketemu?"

Sebelum aku menjawab, Farel menyela, "Pasti belum. Gue yakin lo juga pasti belum ngelakuin saran gue."

"Udah, sih!" balasku, tidak mau kalah. Oke, aku tidak benar-benar menghubungi Dimas, tapi aku sudah beberapa kali bertukar pesan singkat dengan Radhi (dia memintaku jangan memanggilnya dengan panggilan 'kak', dan basa-basi lainnya). Radhi memang bukan Dimas, tapi dia kan juga salah satu tersangkaku, dan jalan menuju Dimas juga.

Farel hanya mengangkat bahunya, tapi tidak menjawab apa-apa.

"Tapi ada bagusnya juga, lho, kamu dapat tugas ini," kata Mama. "Kamu jadi ada di rumah lebih lama."

Aku terdiam mendengar ucapan Mama. Aku memang merasa sudah lama tidak berada di rumah. Aku menjawab Mama dengan tawa kecil.

"Gimana tangan yang dipinjemin sekolah? Enak?" tanya Papa.

Aku melirik tangan kananku. Tangan itu memang masih longgar dan kadang rasanya nyaris lepas, tapi aku sudah tidak semenderita seperti saat pertama kali menggunakannya, karena mau tidak mau, aku harus terbiasa.

"Enak-enak aja, kok," jawabku.

Kemudian, kami mengobrolkan hal lain. Aku senang sekali ketika topik beralih ke gebetan Farel (ternyata orangtuaku tahu Farel punya gebetan. Mereka mengaku 'tidak sengaja' membaca pesan yang masuk ke ponsel Farel saat anak itu meninggalkan ponselnya di sofa). Topik itu membuat Farel malu setengah mati.

Ha-ha!

*

Sebelum aku tidur malam itu, sebuah pesan masuk ke ponselku. Pesan itu dari Radhi.

Radhi: Lauraa

Laura: Apa?

Radhi: Besok pas pulang temenin gue ke perpustakaan yuk

Aku terdiam sebentar saat membaca pesan Radhi. Aku belum tahu apakah Radhi ini suka berolahraga dan membaca buku seperti Damar—aku belum mencarinya di internet dan belum juga bertanya tentang dia ke teman-temanku, jadi, kesempatan besok harusnya bisa kumanfaatkan dengan baik. Jadi aku menjawab,

Laura: Oke[]

a.n

halo semuanya! Selamat Ramadhan bagi yang merayakan yaa : ). BTW MAAF BANGET CERITA INI LAMA BANGET DI-UPDATENYA : ((

Di sini ada yang lagi UKK? *acung tangan* hehehehe ((giliran lagi UKK sempet update. yha))

Oh ya, info aja, novelku yang Thank You sudah buka Pre Order mulai hari ini. Bisa dicek di part terakhir Thank You atau di Instagram @/adarakirana ya : ) /promosi lewat/

oke deh, semoga betah betah aja ya sama cerita cyborg ini. Habis UKK, semoga bisa update rutin, deh. Hehe

29 Mei 2017

Hello, Would You Like to Be My Cyborg?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang