chapter 5: hello, my family! (and thanks for the support, bro)
Siang harinya, aku diantar oleh pihak SCN ke rumah. Aku sempat berpamitan sebentar dengan teman-temanku sewaktu makan siang. Aku berusaha untuk tidak terlalu sedih—aku terus-menerus meyakinkan diriku sendiri bahwa aku akan kembali secepat mungkin. Sesulit apa memangnya mencari seorang cyborg di sebuah sekolah? Apalagi sudah jelas kalau dia satu angkatan di atasku. Seharusnya mudah, kan?
Perjalanan dari SCN ke rumahku sangat membosankan karena aku tidak punya teman mengobrol. Satu-satunya orang yang ada bersamaku di mobil hanyalah supir SCN dan aku tidak bisa memikirkan satu hal pun untuk diobrolkan dengan supir itu.
SCN terletak di pinggir kota, dan perjalanan dari SCN ke rumah memakan waktu yang cukup lama. Aku sampai di rumah sekitar pukul tujuh malam, saat keluargaku sedang makan malam.
Keluargaku sebelumnya sudah diberitahu oleh pihak sekolah bahwa aku akan pulang hari ini. Biarpun begitu, mereka tetap terkejut.
Oke, supaya jelas, mereka yang kumaksud adalah Mama dan Papa. Adikku—Farel—tampaknya tidak peduli. Sikapnya seolah-olah aku baru saja pulang sekolah.
Yah, oke, aku memang baru saja pulang sekolah. Tapi maksudku, dia bersikap seolah aku tadi pagi sarapan bersama mereka, pergi sekolah, kemudian pulang.
Begitu supir SCN itu pergi, aku langsung dibawa ke ruang makan. Sambil makan malam, aku menceritakan apa yang terjadi kepada kedua orangtuaku.
"Jadi, tangan kamu copot? Terus kamu belum dapat tangan lagi selain tangan pinjaman itu?" tanya Mama.
Aku mengangguk. "Iya. Karena seharusnya aku baru bisa ganti tangan dua tahun lagi. Tugas ini buat membuktikan kalau aku udah pantas dapat tangan pengganti walaupun belum tujuh tahun jadi cyborg—atau tepatnya, sejak dapat tangan robot."
"Dan kata kamu, tugasnya kamu harus nyari anak namanya Damar di sekolah?" tanya Papa.
Aku mengangguk. "Ada foto dan segala macem keterangannya. Aku belum baca, sih. Tapi seharusnya enggak susah, kan?"
"Ya bakal susah, lah," sahut Farel dengan cuek. "Lo mau nyari anak yang kemungkinan besar udah nyamar. Belum lagi dia satu angkatan di atas lo. Emang lo mau ngetes semua anak kelas sebelas? Ngebukain baju mereka satu-satu buat ngelihat apa mereka punya tubuh robot?"
Aku memelotot ke arah Farel. Benar-benar menyebalkan dan tidak membantu. Walaupun dia ada benarnya juga, sih. Tapi aku tidak mau mengakui kalau anak tiga belas tahun itu benar—itu sama saja mengakui bahwa aku tidak akan cepat-cepat kembali ke SCN.
Profesor Halim berkata, kalau ternyata tugas ini memakan waktu lebih dari satu tahun (semoga saja tidak!), maka tepat satu tahun sejak aku meninggalkan SCN, aku harus kembali dan mengecekkan kondisi tubuhku—agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dan selama pengecekkan itu, aku mungkin boleh bertemu dengan teman-temanku lagi. Tapi tentu saja, rasanya tidak akan sama seperti jika aku sudah kembali bersekolah di SCN.
Benar-benar menyebalkan.
"Kamu pasti bisa, kok," kata Mama, memelotot sekilas ke arah Farel. Yang dipelototi hanya mengangkat bahunya dengan cuek.
"Kami bakal ngebantuin sebisa mungkin," sambung Papa.
"Harapan Mandiri itu muridnya banyak, lho," tambah Farel. "Pasti enggak gampang nyarinya." Lagi-lagi, dia tidak membantu.
"SCN juga banyak kok, muridnya," kataku.
Farel mengangguk. "Iya. Dan emang lo pernah nyari satu orang tertentu di SCN? Pasti enggak gampang, kan? Tapi, kalau lo di SCN, mungkin lo masih bisa nanya-nanya orang lain tentang orang yang lo cari. Di sini? Semuanya orang asing. Dan si Damar ini udah ganti nama dan kemungkinan besar mukanya udah berubah. Jadi, good luck."
Sial, dia ada benarnya juga. Aku menggerutu sebal kemudian sesnis mungkin aku membalas, "Makasih lho, Dek."
Farel mengangkat bahunya dengan cuek, seolah-olah tidak menyadari bahwa aku baru saja menyindirnya. Dia melanjutkan makan dengan tenang—tidak sadar bahwa kata-katanya telah membuatku sangat tidak tenang.
*
Setelah makan malam, kedua orangtuaku menyuruhku untuk beristirahat terlebih dahulu. Tapi aku tidak mengantuk. Aku sudah menghabiskan banyak waktu untuk tertidur di mobil tadi, aku belum bisa tidur sekarang.
Jadi, begitu aku masuk ke kamar lamaku, aku mengambil amplop cokelat yang diberikan Profesor Halim tadi pagi dan mengeluarkan isinya.
Aku sengaja menunda selama ini karena sejujurnya, aku belum berani melihat detail tugasku yang mengerikan ini. Tapi sekarang, aku penasaran dan lagi pula, aku harus membukanya.
Di dalam amplop itu ada banyak sekali kertas. Mulai dari biodata lengkap Damar Adhitama, ciri-cirinya, hobinya, kesukaannya, sampai kertas-kertas tidak penting seperti struk belanjanya di SCN Market (kertas belanja ini ada banyak sekali). Aku pasti sudah membuangnya jika tidak teringat bahwa ini adalah dokumen-dokumen milik sekolah.
Kemudian, ada sebuah foto. Di foto itu, ada seorang cowok berambut cepak, tapi ah, sial, apa SCN tidak punya foto yang lebih bagus? Yang bisa kudapat dari foto ini adalah rambut cepak, hidung mancung, dan alis yang agak tebal—serta yah, wajahnya yang agak tampan. Foto itu agak blur, jadi aku juga tidak terlalu yakin akan wajahnya.
Selain itu, mengingat perkataan Farel tadi, aku tahu ini tidak akan mudah.
Tapi, oke berpikir positif! Aku tinggal mencari seorang cowok berambut cepak, berhidung bancung, dengan alis agak tebal, dan wajah yang lumayan tampan. Seharusnya itu mudah, kan? Setelah itu aku tinggal memaksanya mengaku kalau dia adalah seorang cyborg, membuatnya sadar kalau dia akan mati kalau dia tidak kembali ke SCN dan membawa anak itu pulang—kembali ke SCN.
Yap, mudah sekali.[]
a.n
Haloo! Ini harusnya di-post kemarin. Aku udah pencet publish tapi ternyata enggak ke-update. Hehe.Oh ya, maaf banget yaa belum sempet bales-balesin komenn : ( Tapi aku baca-bacain kokk < 3 makasih ya semua ; )
bTW (ini OoT parah) ADA YANG UDAH NONTON SHERLOCK SEASON 4?!?!!! SERU BANGET!!
22 Januari 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Would You Like to Be My Cyborg?
Roman pour AdolescentsLaura ditugaskan oleh SCN (Sekolah Cyborg* Nusantara) untuk mencari dan membawa pulang Damar-seorang cyborg cowok yang dua tahun lalu kabur dari SCN. Damar diberitakan pindah ke sekolah manusia normal dengan identitas dan tampang yang bisa dipastika...