Chapter 21: hello, did you ever hear of something called 'the internet'?

11.4K 2.2K 140
                                    

chapter 21: hello, did you ever hear of something called 'the internet'?





Tepat setelah aku selesai makan malam, sebuah pesan masuk ke ponselku. Pesan itu adalah pesan dari Risya yang berisi nama SMP Radhi di Kalimantan.

Aku pun segera mencari SMP Radhi di internet dan menyimpan nomor teleponnya untuk kutelepon besok. Aku cukup yakin SMP Radhi bukan asrama, oleh karena itu, kemungkinan teleponnya beroperasi dua puluh empat jam seperti SCN kecil sekali.

Setelah aku selesai menyimpan data-data yang kuperlukan tentang SMP Radhi, aku memutuskan untuk mengerjakan PR Matematika. Aku sudah nyaris selesai ketika pintu kamarku dibuka dengan keras—membuatku terkejut.

Aku menoleh dan langsung bisa menebak siapa yang akan kulihat—siapa lagi kalau bukan Farel. Adikku itu tidak pernah mau repot-repot mengetuk terlebih dahulu.

"Kenapa?" tanyaku sambil kembali mengerjakan PR Matematika.

"Gue butuh bantuan lo," jawab Farel.

Kata-kata itu sukses membuatku kembali menoleh ke arah Farel. Dia jarang meminta bantuan kepadaku—kurasa harga dirinya terlalu tinggi.

"Apa?" tanyaku.

Farel melangkah mendekatiku sambil menyodorkan sebuah buku kepadaku. "Di SCN ada pelajaran bahasa Latin, kan? Gue pernah denger lo ngomong itu ke Mama sama Papa. Ini ada nama-nama hewan sama tumbuhan pakai bahasa Latin buat pelajaran Biologi dan gue enggak ngerti. Bisa bantuin nyari nama hewan dan tumbuhannya di bahasa Indonesia?"

"Lo enggak kenal internet, ya?" tanyaku sambil menatap Farel dengan heran.

"Gue udah nyari beberapa." Farel menunjuk beberapa nama Latin yang sudah dikerjakannya. "Tapi ada beberapa yang jarang. Dan gue males banget. Bantuin, ya."

"Kenapa juga gue harus bantuin lo?" balasku.

"Gue bakal bantuin lo nyari Damar," kata Farel. "Gue males banget lihat nama-nama Latin. Tapi, kalau disuruh nyari petunjuk gue bisa. Sini dokumen-dokumen tentang Damar. Siapa tahu, gue bisa nemu sesuatu."

Aku menatapnya dengan sangsi. "Gue udah baca isi dokumen itu berapa ratus kali dan enggak ada petunjuk yang bakal lo temuin yang belum gue tahu."

Farel mengangkat bahunya. "Enggak apa-apa. Seenggaknya gue nyoba bantuin lo."

Aku memikirkan tawaran Farel. Sebenarnya, aku tahu, adikku itu cerdas (dia cuma kadang kelewat cuek dan malas). Dia mungkin memang bisa menemukan petunjuk-petunjuk yang terlewat olehku.

"Tapi gue bahkan enggak belajar bahasa Latin!" kataku. "Itu cuma kelas tambahan—buat yang minat."

"Kalau gitu, minta temen lo yang ikut kelas Latin atau apa gitu," kata Farel.

Aku kembali memikirkan tawaran Farel. Sebenarnya, tidak ada ruginya juga, sih. Aku tinggal mengirim foto nama-nama Latin itu ke salah satu temanku yang mengikuti kelas bahasa Latin, dan menjanjikannya traktiran di kantin SCN selama seminggu penuh. Itu akan sepadan dengan petunjuk yang ditemukan Farel—yah, kalau dia menemukan petunjuk.

"Kalau lo enggak nemuin petunjuknya—"

"Gue bakal bayar setengah buat tangan baru lo," selanya. Setelah itu, Farel melangkah pergi meninggalkan kamarku.

Aku tertegun. Harga tangan baru tidak murah, dan Farel mau membayar setengahnya?

Oh, kalau begitu, dia pasti yakin sekali menemukan petunjuk yang terlewat olehku.

Baiklah, lihat saja nanti.

*

"Kapan lo mau telepon SMP-nya si Radhi?" tanya Risya.

Hello, Would You Like to Be My Cyborg?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang