chapter 25: hello, i know you're my boyfriend, but... who are you?
Tidak, ini tidak mungkin.
Farel sekarang sudah keluar dari kamarku, meninggalkanku yang sedang bertempur dengan pikiranku sendiri.
Aku tidak mau mengakui—atau bahkan berpikir—kalau Aga adalah Damar.
Maksudku, bagaimana bisa?
Aga bisa berenang. Dan kalau dia cyborg, dia tidak akan bisa bernenang.
Selain itu, Aga juga seangkatan denganku.
Masalah permen mint rasa lemon dan namanya... itu bisa saja kebetulan, kan? Buktinya Dimas Airlangga yang inisialnya sama dan Adam Radhimata yang namanya merupakan anagram dari Damar Adhitama saja bukan Damar. Jadi, kenapa Agathis Bagaskara harus Damar?
Tapi, mau tidak mau, aku memutar ulang semua cerita-cerita Aga kepadaku.
Dia SMP di luar kota. Pernah pacaran satu kali. Punya satu kakak perempuan (kakak laki-lakinya sudah meninggal). Dan dia juga pernah mengalami kecelakaan saat masih kecil.
Tapi aku lagi-lagi membayangkan sosoknya yang sedang berenang. Tidak mungkin Aga cyborg. Tidak.
Yah, Aga memang juga bermain basket sih, tapi dia tidak bermain futsal. Lagi pula, Dimas dan Radhi juga bermain basket dan mereka bukan Damar. Sekali lagi, kenapa Aga harus Damar?
Tiba-tiba, tanpa kuinginkan, kata-kata Aga terngiang di kepalaku.
"Karena itu, gue bakal nyari segala macem cara supaya gue bisa berenang—supaya kakak gue seneng."
Aku tidak percaya ini. Kenapa ini harus terjadi? Aku tidak mau mencurigai Aga sama sekali.
Tadi, sewaktu di sekolah, aku tahu bahwa saat di rumah, aku pasti tidak akan berhenti memikirkan Aga. Aku sama sekali tidak berpikir bahwa aku akan memikirkan Aga seperti ini.
Aku lagi-lagi memandang kartu perpustakaan Aga dan memperhatikan wajahnya. Kemudian, aku mengeluarkan foto Damar dari dalam amplop cokelat dan meletakkan foto itu di sebelah foto Aga.
Setelah kuperhatikan, mereka berdua memang mirip.
Rambut Aga agak panjang dan berantakan. Aga juga mengenakan kacamata. Tapi itu saja. Kalau kuperhatikan lagi, bentuk wajah mereka lumayan mirip. Hidung mereka sama-sama mancung, dan alis Aga memang tidak terlalu terlihat jelas karena dia mengenakan kacamata—jadi perhatian orang-orang akan jatuh ke kacamatanya, bukan ke alisnya. Tapi aku sudah berkali-kali melihat cowok itu tanpa kacamata, dan alisnya memang agak tebal—seperti Damar.
Kesadaran itu lagi-lagi membuatku tertegun untuk yang kesekian kalinya hari ini.
Aku tidak pernah sadar bahwa Aga mirip Damar. Rambut panjang cowok itu menyamarkan bentuk wajahnya, dan kacamatanya juga berperan besar. Kalau dilihat sekilas, mereka tampak berbeda.
Lagi pula, aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk mencari tersangka di kalangan anak kelas sepuluh. Aga dan Damar menempati dua tempat yang berbeda di dalam kepalaku. Aku tidak pernah berpikir bahwa Aga mirip Damar.
Aku mengacak-acak rambutku, bingung sendiri.
Kalau Aga memang Damar, seharusnya dia sadar aku mencarinya. Seharusnya, dia sudah tahu sejak aku mencari anak cowok kelas sebelas, dan kalau dia sadar, Zikri agak mirip dia di foto dua tahun yang lalu. Begitu juga dengan Dimas.
Apakah ini yang menjadi alasan mengapa Aga tidak pernah bertanya lebih lanjut soal 'penyakit'ku? Soal kenapa aku tidak bisa berenang? Karena dia sudah tahu bahwa aku cyborg, dan aku tidak bisa berenang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Would You Like to Be My Cyborg?
Fiksi RemajaLaura ditugaskan oleh SCN (Sekolah Cyborg* Nusantara) untuk mencari dan membawa pulang Damar-seorang cyborg cowok yang dua tahun lalu kabur dari SCN. Damar diberitakan pindah ke sekolah manusia normal dengan identitas dan tampang yang bisa dipastika...