chapter 20: hello, just so you know, cyborgs can't swim
Aku benar-benar terkejut sampai tidak bisa berkata-kata selama beberapa saat.
Bisa saja ini hanya kebetulan, tapi... masa, sih?
Aku jadi semakin tidak yakin. Jadi, Radhi itu Damar? Rasanya ada yang salah.
Sambil mendesah pelan, aku menutup buku merahku. Aku butuh pendapat Risya. Kalau aku bertanya kepada Eva, aku yakin dia pasti akan berkata bahwa Radhi adalah Damar—karena dari awal, dia sudah berkata bahwa dia curiga Radhi itu Damar yang sedang berakting.
Malam itu, aku tidur dengan kepala yang dipenuhi pertanyaan-pertanyaan tentang Radhi.
*
Keesokan harinya, sebelum bel masuk berbunyi, aku meminta Risya melihat halaman Radhi di buku merahku—termasuk anagram namanya. Risya juga sama terkejutnya denganku. Setelah beberapa saat mengamati anagram nama itu dan membaca ulang poin-poin yang sudah kutulis tentang Radhi, dia mengembalikan buku merahku.
"Dibanding Zikri sama Dimas, gue rasa poin-poin tentang Radhi yang paling mungkin. Hal-hal yang enggak sesuai dengan keadaan Damar, bisa aja dipalsuin," kata Risya.
Persis seperti yang kupikirkan.
"Radhi tahu enggak, kakak lo cyborg?" tanyaku.
Risya tampak berpikir sebentar, kemudian menggeleng pelan. "Setahu gue sih, keluarga gue enggak pernah cerita ke siapa-siapa—itu kan emang rahasia. Tapi ibu gue sama ibunya Radhi cukup deket sih, jadi mungkin aja ibu gue cerita ke ibunya Radhi terus nyebar. Atau Radhi enggak sengaja denger soal kakak gue. Enggak tahu juga—gue enggak pernah terlalu mikirin." Risya juga tampak ragu.
"Emang dia tahunya kakak lo ke mana?" tanyaku.
"Orangtua gue selalu bilang, abis kecelakaan itu, kakak gue pindah ke asrama karena malu sama temen-temennya," jawab Risya.
Aku mengembuskan napas pelan. "Sepupu lo itu bisa aja malsuin namanya di SCN. Iya, kan? Selama ini kita beranggapan kalau Damar bikin nama palsu buat nyamar, tapi gimana kalau Damar itu justru nama yang palsu?"
Kami terdiam beberapa saat—larut dalam pikiran masing-masing.
"Gue rasa, mendingan lo mukul punggungnya Radhi kayak gue ke Zikri," usul Risya. "Kan nanti masalahnya jadi cepat selesai."
"Iya, sih, gue juga udah mikir kayak gitu," balasku. "Tapi kan, terakhir kali gue ketemu dia itu canggung banget. Emang enggak aneh apa kalau gue tiba-tiba nyamperin dia dan mukul punggungnya? Kalau dia beneran Damar sih, enggak apa-apa. Kalau bukan? Malu-maluin banget."
Risya mengangkat bahu. Tampak sama bingungnya denganku. "Gue juga bingung, Ra. Gue udah kenal Radhi dari dia kecil. Gue juga enggak inget dia pernah kecelakaan."
"Jadi cyborg kan enggak harus karena kecelakaan. Bisa aja jadi cyborg karena emang pengin. Ada temen gue yang kayak gitu," kataku, memberitahu.
Kemudian, aku mendapat ide. "Ah, apa gue cari nama sekolahnya Radhi pas di Kalimantan aja kali, ya? Terus gue mungkin bisa telepon sekolahnya dan nanya apa Radhi beneran pernah sekolah di sana."
Risya mengangguk. "Kalau itu gue bisa bantu. Nanti gue tanya ke ibu gue nama sekolahnya Radhi."
"Makasih, Risya."
Diam-diam, aku mengembuskan napas lega.
*
Sekaleng kecil permen mint rasa lemon disodorkan ke hadapanku. "Mau?"
Aku yang duduk di bangku panjang di depan kelas sambil mengirim pesan kepada Eva, mendongak dan mendapati Aga berdiri di depanku sambil menyodorkan kaleng permen.
"Makasih," kataku sambil mengambil permen dari dalam kaleng. "Lo mau basket, ya?" tanyaku yang langsung kusesali beberapa saat kemudian. Di depanku, Aga menenteng baju basketnya—jelas-jelas dia mau bermain basket.
Aga menatapku dengan geli. "Iya. Kenapa? Mau nonton?"
Aku menggeleng. "Enggak."
"Kok kalau gue berenang mau?" tanya Aga sambil duduk di sebelahku.
"Gue enggak suka bau keringat," jawabku asal. Padahal sebenarnya, kurasa aku tidak masalah dekat-dekat dengan Aga saat dia dibasahi keringat—
Oke, apa yang kupikirkan?!
Belakangan, aku sadar, setiap kali melihat orang bermain basket atau futsal (terutama kalau aku melihatnya di SCN), pikiranku langsung melayang ke Damar—mencari-cari apakah Damar salah satu dari orang-orang yang ada di depanku.
Namun, ketika aku melihat Aga berenang, aku merasa... nyaman. Rasanya pikiranku rileks—seolah-olah aku sendiri yang berenang, bukannya Aga. Dan pikiran rileks itu sangat kubutuhkan. Aku harus mengistirahatkan benakku sejenak dari seluruh misi pencarian Damar yang menguras tenaga ini.
"Tenang aja. Keringet gue wangi, kok," kata Aga, yang membuatku tertawa.
"Ga, gimana kalau misalnya, suatu hari, lo enggak bisa lagi berenang?" tanyaku, teringat soal pikiranku seandainya Aga menjadi cyborg. "Lo kan suka berenang."
"Gue suka banget berenang," ralat Aga. Dia kemudian menatap lurus ke depan, pandangannya seolah-olah dia lagi melamunkan sesuatu. "Kalau gitu, gue tetep maksa bakal berenang. Gue bakal cari cara supaya gue bisa berenang."
"Kalau lo misalnya kena penyakit kayak gue? Lo enggak bisa berenang?" desakku, masih tidak puas dengan jawabnya. "Gimana kalau lo misalnya, kecelakaan dan lumpuh, apa yang bakal lo lakuin?"
Aga menoleh kepadaku sambil tersenyum. Tapi kali ini, bukan senyum dan tatapan jail yang dipamerkannya. Dia menatapku dari balik kacamatanya dengan tatapan yang nyaris bisa dibilang sedih. Tapi, apa yang membuatnya sedih?
"Berenang itu bukan cuma olahraga buat gue. Kapan-kapan gue ceritain," kata Aga sambil membetulkan letak kacamatanya. "Dan kalau keadaannya kayak kata lo tadi, gue tetep bakal cari cara buat berenang."
Jawaban Aga itu membuatku berpikir. Aku menyimpulkan, bahwa kalau Aga kecelakaan dan dia harus menjadi cyborg supaya bisa tetap hidup dan tidak lumpuh, kurasa Aga akan memilih untuk tidak menjadi cyborg, karena beberapa orang lumpuh masih bisa berenang. Tapi cyborg berenang? Nyaris mustahil.
Setelah itu, Aga berdiri. Dan sebelum dia beranjak pergi, cowok itu sempat menepuk kepalaku sekilas—membuat pikiran apa pun yang ada di kepalaku buyar.[]
a.n
coba diisi lagi ini wkwk. Masih bertahan sama pendapat yang kemarin atau gimana nih? Hehe.a) Aga itu Damar
b) Aga bukan Damar
c) Gatau, masih ragu dan nungguin alur cerita aja
28 Juni 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Would You Like to Be My Cyborg?
Teen FictionLaura ditugaskan oleh SCN (Sekolah Cyborg* Nusantara) untuk mencari dan membawa pulang Damar-seorang cyborg cowok yang dua tahun lalu kabur dari SCN. Damar diberitakan pindah ke sekolah manusia normal dengan identitas dan tampang yang bisa dipastika...