Chapter 17 : Darah Dagingku?

13.8K 1.1K 53
                                    

[ Rafa - POV ]

Kegiatan muntah di pagi hari yang sangat jarang sekali terjadi padaku membuatku kewalahan. Bisa di hitung sudah tiga kali aku muntah tanpa mengeluarkan apa-apa di minggu ini.

Menurut Azura, aku terlalu lelah bekerja hingga kondisi tubuhku drop.

Tidak hanya muntah, di siang harinya aku sering merasa pusing tiba-tiba dan itu sangat mengganggu. Pernah sangking pusingnya aku melimpahkan semua kerjaan pada Azura.

Dan pagi ini aku kembali mengalaminya. Sialnya, Rayya melihatku bahkan membantuku. Wajahnya menggeram kesal ketika aku sengaja tak ingin dia bantu. Bukannya aku menolak bantuanya tapi jujur, ini menjijikan. Untuk apa dia membantuku untuk muntah?

Setelah beberapa menit aku muntah dan tidak mengeluarkan apa-apa, aku kembali ke kamar tanpa melihat Rayya. Bukan tidak tau Rayya pasti kesal kepadaku, tapi entahlah moodku sedang tidak baik.

Di atas tempat tidur aku memijat pelipis yang sedikit pusing.

"Hari ini lebih baik kamu nggak usah kerja. Kamu sakit," kudengar suara Rayya begitu sarat khawatir.

Aku membuka mata, "Nggak bisa, pekerjaanku nggak bisa di tinggal."

"Tapi kondisi kamu nggak memungkinkan," kekeuhnya membuatku jengah.

"Udah biasa kok, aku sering muntah-muntah juga waktu di kantor."

Kulihat matanya terbelak, kenapa harus kaget?

Ah, aku belum memberitahunya.

"Ko bisa? Tuh kan berarti kondisi kamu lagi nggak fit."

Tanpa sadar aku berdecak, "Udah deh, Ya, kamu jangan so perhatian gini. Aku tuh baik-baik aja," ucapku ketus kemudian beranjak ke arah lemari. Mengambil kemeja berwarna dan tas kerja.

Tanpa berpamitan aku langsung pergi ke kantor. Biar saja, paling Rayya menggerutu.

==::::==

Tanganku bergerak lincah mencari berkas penting untuk meeting siang ini. Tapi sudah ku ubrak-abrik aku tidak menemukan berkas itu. Aku berusaha mengingat dan ah ...

Berkas itu masih tersimpan di atas meja kerjaku. Aku menggaruk tengkuk yang tak gatal lalu mengambil ponsel yang tergelat di atas meja.

Tanganku bergerak mencari nama Rayya dan begitu menemukannya aku langsung mendial nomor tersebut. Aku menyengit begitu panggilanku tak di angkat. Aku terus berusaha hingga panggilan kedelapan baru diangkat.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Rayya kamu sibuk nggak?"

"Ada apa Rafa?"

"Bisa nggak kamu ke kantorku sambil membawa map yang ada di meja kerjaku."

"Tapi aku nggak lagi di rumah Rafa. Aku di butik."

"Yah, kamu pulang dulu ya. Soalnya aku tanggung banget kalau pulang."

"Yasudah."

"Terimakasih Rayya, Assalamualaikum."

Akhirnya Rayya mau juga pulang. Jujur saat ini aku sedang malas untuk pergi kemana-mana rasanya aku ingin diam saja dan duduk.

Baru saja aku merebahkan tubuh di kursi kerja, ke dengar suara ribut dari luar. Dari nada suaranya, sepertinya aku kenal.

"Ada apa Azura," Azura menoleh menatapku.

"Ini Pak, Bu Teressa memaksa masuk padahal sudah saya bilang kalau bapak sedang tidak mau di ganggu."

At The Time - [ Love Series 2 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang