Chapter 12 : Sebuah Harapan

12.3K 1.1K 64
                                    

[ Rayya - POV ]

Mendengar permohonan maafnya, aku tak beraksi apa-apa. Aku hanya menatap wajahnya yang lebam dan ekspresi bersalahnya terlihat begitu jelas di mataku.

Aku bisa merasakan ketulusan dari ucapan penyesalannya, tapi aku tidak mengucapkan apa-apa. Genggaman di tanganku semakin mengerat membuatku merasakan kehangatan menyeruak begitu saja.

"Sekarang kamu butuh apa?" tanyanya perhatian tapi aku menggeleng.

Saat ini aku tidak butuh apa-apa. Justru aku ingin mejalankan tugasku sebagai seorang istri. Ingin sekali aku mengobati wajahnya. Aku melepaskan genggaman kami. Tanganku terulur menekan lembut lebamnya yang membuat Rafa sedikit meringgis.

"Pasti perih, aku obati ya?"

Rafa menggeleng, "Nggak perlu, nanti juga sembuh sendiri. Yang penting sekarang kamu, kamu harus cepet sembuh. Kalau butuh bantuan apa-apa kamu bisa minta tolong padaku," jelasnya panjang membuat aku tersenyum malu.

Selama kami menikah, baru kali ini Rafa menunjukan sikap khawatir yang tulus. Apa sikapnya ini untuk menembus rasa bersalah atau beneran tulus?

Aku tersenyum kecut, tak perduli dengan ketulusan atau rasa bersalah. Yang aku inginkan, Rafa berusaha bersikap baik padaku.

==:::::==

Sudah seminggu berlalu aku keluar dari rumah sakit. Selama itu, sikap Rafa benar-benar berubah menjadi baik. Bukannya tidak senang, tapi aku sedikit tidak nyaman dengan perubahan yang begitu mencolok.

Seperti saat ini, Rafa harus merepotkan dirinya sendiri untuk membuat sarapan pagi yang seharusnya aku lakukan. Bahkan Rafa mengantar sarapan itu ke atas tempat tidur kami.

"Kenapa nggak dimakan?" tanya Rafa melihatku yang diam saja.

"Seharusnya kamu nggak usah seperti ini. kakiku udah sembuh, jadi aku--"

"Nggak papa. Selama kamu belum bener-bener pulih, kamu jangan melakukan apapun."

"Tapi aku bosen Rafa, masa untuk sekedar ke bawah aja harus di gendong kamu. Kalau gini caranya kapan aku sembuhnya," rajukku membuat Rafa terbahak.

Tangan besarnya tiba-tiba mencubit pipiku membuatku spontan mengaduh. "Kamu lucu deh, emang nggak boleh ya kalau aku kayak giniin kamu? hm," rajuk Rafa.

Pipiku memanas, aku mengalihkan pandangan untuk tidak menatapnya. Jantungku tiba-tiba saja berdebar. Ya Allah, ada apa ini...

"Kok merah sih?"

"Hah?" spontan aku menatapnya. Malu juga kalau sampai rona merah ini terlihat olehnya.
"Rafa ... jangan menggodaku."

Ups, apaan ini? kenapa suaranya seperti sebuah rajukan. Sepertinya aku mulai gila.

"Baiklah, baiklah. Sekarang kamu habiskan dulu sarapannya, setelah aku mandi aku akan membantumu belajar berjalan."

"Benarkah?" tanyaku berbinar. Rafa mengangguk kemudian mengacak rambutku.

"Cepat habiskan."

==:::::==

Baru beberapa langkah mencoba berjalan aku sudah terhuyung yang menyenangkan. Bagaimana tidak, setiap aku akan terhuyung tangan Rafa pasti bereaksi cepat dengan meraih pinggangku.

Sampai entah berapa kali aku mencoba berjalan dan pada akhirnya aku bisa berjalan sendiri meski tidak seperti semula. Luka di telapak kakiku belum sembuh betul, jadi cara berjalannya masih pincang-pincang.

"Udah Ya. Jangan terlalu di paksain," Rafa meraih tanganku, membawaku untuk duduk di gazebo.

"Tapi kan--"

"Nurut aja sama aku sih," potongnya membuatku tersenyum.

Entah perasaanku saja, aku merasa Rafa peduli. Dan aku berharap sikap Rafa akan seperti. Tak masalah dengan cinta yang belum ada untukku. Aku akan menunggu, benar-benar menunggu.

Berdiri di sampingnya, setia bersamanya, hingga Rafa bisa melihatku yang selalu mendampinginya.

==♪♪♪♪==

Hallooo, ada yang kangen cerita ini?

Maafkan udah lama nggak update karena banyak kesibukan di dunia nyata saat kemarin-kemarin.

Semoga suka, meski pendek :)

Insha Allah part selanjutnya akan di publish kalau memenuhi target yaaa.

250 votes nextt

Cimahi, 10 Desember 2016

-Hana-

At The Time - [ Love Series 2 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang