[Rafa - POV]
Pemikiranku tentang perempuan yang akan menjadi istriku itu benar. Ternyata Rayya sahabatku lah yang akan menjadi istriku. Aku tidak mengerti bagaimana Mama meminta Rayya untuk menerima perjodohan ini.
Aku pun tidak mengerti kenapa Rayya mau hidup bersama orang yang di cintainya. Ingatanku kembali pada percakapanku dan Rayya kemarin malam.
Di saat dia bilang akan menerima konsekuensinya jika aku belum bisa mencintainya. Aku tau, saat itu aku telah menyakiti titik sensitif di hatinya karena dari wajahnya saja terlihat bingung dan .. takut.
Yang bisa ku lihat dari sorot matanya hanya itu. Aku yang tidak terlalu mengenalnya-- tidak seperti dirinya yang mengenalku baik--tidak bisa menerka apa yang dia rasakan.
Logika dan perasaanku langsung bereaksi saat itu. Entah gerakan hati dari mana, yang pasti, di depannya aku mengutarakan keputusanku kalau aku menerima perjodohan itu dan akan menikahinya dengan segala tanggung jawabku.
Ketika dia berkata bahwa Allah itu Adil, aku sedikit tersentak. Aku tau Allah itu adil. Semua yang terjadi akan ada balasannya. Seperti sekarang di saat dia yang mencintai ku dan aku nggak mencintainya bisa aja berbalik, aku mencintainya di saat dia nggak mencintai ku lagi.
Jujur aku takut jika hal itu terjadi. Tapi untuk saat ini aku belum bisa membuka hatiku untuknya. Jadi, aku bisa apa?
==::::==
Tokk... tokk...
Ketukan pintu membuat lamunanku buyar. Aku menatap ke arah pintu, Azura, sekretarisku itu masuk dengan Mama di belakangnya. Aku menaikan sebelah alisnya melihat wajah Mama yang cemberut.
"Maaf Pak, Ibu anda ingin bertemu dengan anda," kata Azura sopan, aku segera mengangguk dan menyuruh Azura pergi.
Setelah Azura pergi, aku menghampiri Mama yang cemberut sambil menatapku Aku menghela napas.
"Kenapa Ma?"
"Itu," ucapnya sewot, "Sekretaris kamu kok gitu banget sih?" gerutnya tak terima.
Aku mengerutkan dahi, "Gitu gimana?" tanyaku tak mengerti.
"Masa Mama nggak boleh masuk karena kamu nggak mau di ganggu. Itu kan nggak sopan, Mama itu Mamanya kamu, kenapa dia ngelarang Mama buat ketemu sama kamu?"
Aku menggaruk tengkuk yang tak gatal, "Tadi aku memang kasih tau Azura kalau aku nggak mu di ganggu. Nan--"
"--Tapi kan Mama itu Mama kamu," belum sempat ku selesaikan ucapanku, Mama sudah memotongnya.
"Iya, Maafin Azura ya Ma. Nanti aku kasih tau dia. Sekarang Mama ada apa kesini?" tanyaku melunak.
"Mama mau tanya, semalem gimana? Kalian ngobrolin apa aja?"
Aku menaikan sebelah alis, lalu menggeleng, "Nggak ngobrolin apa-apa."
Raut wajah Mama berubah senewen. "Masa sih nggak ngobrol? Kamu nggak nanya apa gitu sama Rayya?"
Aku menggeleng, "Lagian kita sering ngobrol kok Ma."
"Tapi Raf, harusnya kamu itu kasih tau keputusan kamu sama Rayya."
"Ohh."
"Ohh?"
"Aku udah kasih tau keputusannya Ma. Aku terima perjodohan itu, aku mau menikah dengan Rayya."
Raur wajah Mam berubah seketika. Binar bahagia dan kelegaan terlalu kentara.
"Yang bener kamu?"
"Iya Ma, bener."
"Oke. Kalau gitu kita siapin pernikahannya sekarang."
Aku terbelak, pernikahan? Sekarang?
==::::==
Dengan pasrah, aku mengikuti langkah Mama memasuki butik milik Rayya. Tempat yang entah berapa lama belum aku kunjungi lagi semenjak aku memutuskan untuk melepaskan Raina untuk Reyhan.
Langkah cepat Mama membuatku tertinggal. Sejenak aku mengedarkan pandanganku melihat busana yang di rancang Rayya.
Tersadar kalau Mama telah memasuki ruangan Rayya, aku bergegas menghampiri sebelum terkena omel dari wanita yang paling cerewet tapi paling ku sayangi juga.
Ketika aku berhasil membuka pintu, Mama dan Rayya sudah duduk berdampingan di salah satu sofa. Aku menyusul dengan duduk di sebelah Mama.
"Begini Rayya, karena Rafa sudah setuju dengan perjodohan ini, Mama ingin segera melangsungkan pernikahan kalian."
Kulihat mata Rayya membulat di balik kacamatanya. Ia pun melirik sekilas kepadaku kemudian menatap Mama.
"Segera?" tanyanya pelan.
Mama mengangguk antusias, "Untuk baju pengantin, gimana kalau kamu sendiri yang rancang?"
"Rayya yang rancang?" tanya Rayya tak percaya.
Lagi-lagi Mama mengangguk antusias, "Kamu pasti punya rancangan untuk konsep kebaya pernikahan kamu kan?"
Rayya mengangguk, "Ada sih, Tan... Tapi--"
"--jangan panggil Tante lagi, panggil Mama aja. Mama mau lihat?" belum sempat Rayya menyelesaikan ucapannya, Mama sudah memotongnya.
Selanjutnya ku lihat Rayya beranjak menuju sebuah kotak di sudut lemari. Kotak itu terlihat berdebu karena ketika membukanya Rayya sedikit terbatuk. Dia mengeluarkan dua lembar kertas, lalu memberikan kertas itu pada Mama.
Kulihat Mama tersenyum, membuat benakku bertanya, apa desainnya bagus?
"Liat deh Raf, bagus, simple tapi menarik. Bagus nggak? Gimana menurut kamu?"
Aku mengambil kedua kertas itu. Setelah memperhatikan secara seksama, aku setuju dengan Mama. Desainnya bagus, simple dan nggak ribet juga.
"Bagus, aku setuju aja."
Mama dan Rayya saling melempar senyum membuatku ikut tersenyum juga.
"Yaudah, berarti untuk gaun pengantin. Buat undangan, surat-surat KUA, dan yang lainnya Mama serahin sama kamu dan Rayya."
Rayya mengangguk dan mau nggak mau aku pun ikut mengangguk. Sepertinya untuk beberapa minggu ke depan aku akan sedikit repot. Mengurus pernikahan ku sendiri dengan Rayya, sahabatku.
Aku masih tak menyangka, Rayya sahabatku akan menjadi istriku.
===♪♪♪===
Tbc :)
Vote and comment ya guysss hehe
semoga banyak yang suka sama ceritanyaa. Btw yang di mulmed itu sketsa baju pengantinnya.
Cimahi, 17 Oktober 2016
-Hana-
KAMU SEDANG MEMBACA
At The Time - [ Love Series 2 ]
RomanceAkan ada waktu dimana aku benar-benar lelah dan menyerah untuk kamu. Dan jika waktu itu telah tiba, jangan sesali apa yang sudah terjadi. Percayalah, aku akan selalu mencintaimu. Kapan dan dimanapun aku berada. - Zaretta Rayya Fazhiya - Akan ada wa...