[Rafa - POV]
Jika ada yang tau perasaanku yang sebenarnya, orang itu pasti akan menganggapku brengsek. Orang itu pasti akan memandangku picik.
Bagaimana tidak? Dengan terang, di hari pernikahan ku sendiri aku malah memperhatikan perempuan lain. Aku malah tertarik untuk memperhatikan keharmonisan seorang perempuan yang sudah bahagia dan berkeluarga.
Sedikit mengabaikan Rayya yang pastinya sadar akan sikapku. Setelah semua acara selesai, kami berdua pergi ke kamarnya. Di sana dia tampak melamun sambil menatap wajahnya di cermin. Yang aku tebak, dia itu sedang memikirkan sesuatu.
Buktinya ketika aku mendekatinya, dia sama sekali tak beraksi. Rayya baru bereaksi saat tanganku menyentuh pundakknya. Dari sorot matanya yang terlihat kaget, tersimpan kesedihan. Rayya berusaha tersenyum dan menganggap kejadian tadi itu tidak masalah baginya.
Bukannya tidak tau bahwa tadi Rayya menangis. Bukan tidak peka bahwa Rayya merasa sakit hati. Aku hanya belum bisa belajar mencintainya. Aku hanya ingin lihat sebahagia apa Raina bersama Reyhan. Sebahagia apa keluarga kecil mereka.
Tapi seharusnya aku sadar, melihat sorot mata Raina ketika menatap Reyhan atau sebaliknya itu sudah menjadi jawaban untukku. Mereka bahagia. Dan kebahagiaan mereka akan lengkap di tambah dengan kehamilan Raina yang sudah menginjak bulan ketiga.
"Raf, mau makan malam sama apa?" aku menoleh, mendapati Rayya yang berdiri di samping tubuhku.
Saat ini, pertama kalinya aku melihat Rayya tidak berkerudung. Pertama kalinya aku melihat garis wajahnya yang sedikit bulat tanpa memakai kacamata.
"Apa ada yang salah?"
Aku mengerjap kemudian menggeleng. "Di kulkas ada apa?"
Rayya mulai menyebutkan beberapa bahan makanan yang tersedia di kulkas. Aku mengangguk, berpikir sebentar.
"Terserah kamu aja, aku nggak tau bisa di buat apa aja bahan makanan itu," ucapku lalu beranjak ke dekat tempat tidur untuk mengambil ponsel.
Kurasakan Rayya mengikutiku. Setelah duduk di sisi tempat tidur, aku mendongkak. Wajahnya seperti ingin berbicara sesuatu tapi agak ragu.
"Ada apa?" tanyaku.
"Kamu mau makan masakanku?" aku menyengit heran. Tentu saja. Kalau bukan masakannya, masakan siapa lagi? Lagian di rumah ini tidak ada pembantu kan?
"Memang siapa lagi yang akan memasak?"
"Kamu yakin kan?"
"Iya Ya. Kamu bisa masak kan? Waktu aku sakit kamu pernah buat bubur."
Rayya tersenyum kemudian mengangguk. Ia pun berlalu dari hadapanku, aku merebahkan tubuhku, kepalaku ini terasa berdenyut kemudian mataku ini perlahan terpejam.
Aku tidak tau sudah berapa lama aku tertidur. Yang pasti ketika aku bangun, selimut sudah menutupi tubuhku. Aku mengedarkan pandangan mencari jam.
04:37
Aku menghembuskan napas perlahan lalu menoleh ke sebelah kiriku. Di sana, Rayya tidur menghadapku. Tidurnya yang terlalu pinggir membuatku berdecak.
Perlahan aku mendekat, menarik bahunya sehingga ia pun terlentang. Sejenak aku terpaku dengan wajahnya. Agak bulat dan lucu, menurutku. Pipinya tembam itu sering aku cubit sangking gemasnya.
Wajah polos itu terlihat menarik di mataku. Tanpa sadar aku tersenyum tipis, ketika aku menyadari apa yang baru saja aku lakukan, aku menggeleng pelan kemudian beranjak. Tapi sebelum tubuhku berdiri sepenuhnya, sebuah tangan yang hangat menempel di lenganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
At The Time - [ Love Series 2 ]
Roman d'amourAkan ada waktu dimana aku benar-benar lelah dan menyerah untuk kamu. Dan jika waktu itu telah tiba, jangan sesali apa yang sudah terjadi. Percayalah, aku akan selalu mencintaimu. Kapan dan dimanapun aku berada. - Zaretta Rayya Fazhiya - Akan ada wa...