[Rayya - POV]
Waktu berlalu terasa cepat, rumah tangga ku dan Rafa sudah menginjak bulan keempat. Selama pernikahan berlangsung, kami membiarkannya seperti air mengalir. Tak ada perdebatan tak ada rasa cinta. Yang ada hanyalah kesesakan untuk diriku sendiri.
Selama ini aku belum berhasil meluluhkan hati Rafa. Dia terlalu egois akan cintanya pada Raina. Bahkan sikap Rafa yang berlebihan sempat menimbulkan konflik kecil dalam keluarga Raina. Aku yang merasa malu hanya bisa meminta maaf pada Raina.
Akhir-akhir ini sikap Rafa sedikit berbeda. Dia terkesan pendiam dan sering melamun. Entah mengapa, tapi semenjak menjadi istri Rafa sikapnya menjadi pendiam. Cara pandangnya pun bahkan tak seperti dulu ketika kami bersahabat.
Ia jadi segan untuk bercerita apapun padaku. Ia jadi tidak pernah curhat lagi padaku. Padahal aku sudah pernah bilang bahwa Rafa bisa menganggapku sebagai sahabatnya.
Hal yang sama pun aku lakukan. Meski tak sedrastis Rafa, aku berusaha untuk mengerti siapa posisiku sekarang.
Kami sepasang suami istri bukan sepasang sahabat lagi. Maka aku berkomitmen akan lebih menghormatinya sebagai suamiku. Sebenarnya aku tidak suka, karena aku berubah Rafa pun ikut berubah.
Entah mengapa, pernikahan ini seperti jarak tipis yang membatasi hubunganku dengan Rafa.
"Nanti aku pulang telat, kamu nggak usah nungguin aku. Aku bawa kunci rumah," ucapan Rafa menyadarkanku dari lamunan di pagi hari yang akhir-akhir ini sering kulakukan.
Aku menatapnya yang berdiri di hadapanku. Aku menghela napas kemudian nerjalan mendekatinya. Merapikan dasinya yang miring.
"Mau kemana dulu?" tanyaku begitu saja.
"Ada meeting penting. Nggak papa kan?"
Aku mengangguk. Tentu saja. Aku siapanya yang berani melarang Rafa untuk meeting karena memang itu pekerjaannya. Meski aku istrinya, aku tidak berhak mengaturnya.
"Yaudah, aku berangkat ya. Assalamualaikum," seperti biasa Rafa mencium keningku.
Jujur saja, di perlakukan seperti ini saja membuatku senang. Aku seperti ada harapan untuk mengisi hati Rafa yang kini masih di penuhi oleh Raina.
Harapan yang sama untuk membangkitkan semangat untuk menggapainya.
Aku hanya perlu bersabar, ya hanya perlu bersabar.
==::::==
"Muka lo pucet, Na," ucapku pada Raina. "Kenapa?"
Sekarang aku dam Raina sedang bertemu di tempat langganan kami.
Raina menggeleng sambil mengusap perutnya yang membuncit. "Lo sama Reyhan nggak ada masalah kan?"
Raina menatapku ragu kemudian memggeleng pelan. Aku menyipitkan mata, tak percaya bahwa Raina baik-baik saja. Terlihat dari sorot matanya yang seakan menyembunyikan sesuatu.
"Oke, kalau nggak mau cerita. Tapi lo jangan sungkan buat cerita sama gue," Rain menatapku dalam.
Kemudian kulihat matanya berkaca-kaca. Ada apa sebenarnya? Tak lama Raina menangis, aku sampai kelimpungan untuk meredakan tangisnya.
Sepuluh menit berlalu, aku membantunya menghapus air mata. "Rayya... gue harus gimana lagi?" tanyanya lirih.
"Kenapa?"
"Rafa, Ya. Rafa."
Deg.
Aku menatap Raina ragu. "Kenapa sama Rafa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
At The Time - [ Love Series 2 ]
RomantizmAkan ada waktu dimana aku benar-benar lelah dan menyerah untuk kamu. Dan jika waktu itu telah tiba, jangan sesali apa yang sudah terjadi. Percayalah, aku akan selalu mencintaimu. Kapan dan dimanapun aku berada. - Zaretta Rayya Fazhiya - Akan ada wa...