Chapter 14 : Sad Moment 1

12.2K 1K 43
                                    

[ Rayya - POV ]

Aku melirik jam yang menempel di dinding dekat lemari kaca. Waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam tapi aku masih berdiam diri di kursi kerja. Aku melepaskan kacamata sejenak untuk mengusap wajahku yang lelah.

Helaan nafas bersahutan seiring bahuku turun sehingga wajahku tertutup sempurna pada lekukan lengan diatas meja. Berkali-kali aku menghela napas. Malam ini aku bingung harus bagaimana. Setelah kejadian tadi siang, aku dan Rafa kembali menjadi orang asing dan itu semua salahku.

Seharusnya aku tidak begitu berharap besar bahwa Rafa cemburu melihat kedekatanku dengan Galih. Seharusnya aku sadar jika hal itu tidak mungkin di lakukan Rafa padaku meski dia ingin. Dan seharusnya aku tidak perlu berpura-pura bahwa aku tegar sedangkan di balik itu semua aku sangat rapuh. Aku merutuki apa yang terjadi, dengan pelan aku memukul kepalaku yang sedikit penat.

Ddrrtt...

Beberapa saat kemudian, ponsel yang diatas meja tiba-tiba bergetar. Aku meraihnya dan membaca sebuah pesan yang masuk.

Rafathar

Kerjaan kamu belum selesai?

Lagi-lagi aku menghela napas membaca pesannya.

Zarreta Rayya

Pekerjaanku baru selesai. Maaf aku belum ngasih tau mau pulang telat.

Rafathar

Nggak papa. Mau aku jemput?

Zarreta Rayya

Nggak usah, aku akan naik taksi.

Setelah membalas pesan, aku menyimpan ponsel diatas meja. Tanganku terangkat menyentuh dadaku yang tiba-tiba berdebar tanpa sebab. Aku merasakan gejolak yang aneh setiap selesai berhubungan dengan Rafa. Awalnya aku pikir ini normal, tapi lama kelamaan aku merasa aneh.

Setiap apapun yang terjadi pada kami, jantungku selalu berpacu lebih cepat.

Aku beranjak dari kursi mengabaikan detak jantung itu. Merapikan beberapa kertas yang sempat berserakan dan membawa gelas kosong dan menyimpannya di pantry. Aku berpamitan pada karyawan yang bertugas menutup butik.

Setelah itu, keluar sambil menunggu taksi pesanan datang. Aku mengadah menatap langit malam. Begitu kelam dan angin menyeruak dengan hebatnya membuat kerudung yang ku pakai terkibas.

==::::==

"Kamu kenapa? Sakit?" pertanyaan Rafa sontak membuatku menoleh. Aku menggeleng lalu menyantap sarapan pagi ini dengan tidak selera.

"Wajah kamu pucat, yakin tidak apa-apa?"

Aku mengangguk, meski badanku sedikit pegal dan kepalaku pening aku masih merasa baik.

"Nanti malam aku akan pulang telat. Mungkin larut malam, jadi jangan menunggu."

Aku mendongkak, selama kami berbaikan aku biasa menunggunya pulang. Entah itu sampai jam berapa aku akan menunggunya dan kami tidur bersama. Tapi untuk malam ini tidak membuatku tak bersemangat.

"Baiklah, hati-hati."

Rafa tak menjawab, ia hanya diam sambil menghabiskan sarapannya lalu pergi setelah mendapat telepon dari sekretarisnya.

==::::==

Hoammm

Waktu baru menunjukan makan siang, tapi entah sudah berapa kali aku menguap. Dua gelas juice tak dapat membuatku terjaga. Aku menghela napas kemudian membasuh wajah.

At The Time - [ Love Series 2 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang