Feng Jianyu berjemur matahari. Bukan hal yang biasa karena dia tidak suka kulitnya
yang menurutnya sewarna madu makin hitam. Namun hari ini dia butuh banyak
kehangatan untuk menghilangkan gelap yang menyelimuti hatinya, banyak cahaya yang
memberinya kepastian akan adanya jalan keluar, dan keyakinan bahwa matahari tetap
bersinar membawa harapan.
Semalam ibunya menelepon untuk mengingatkan bahwa masa bebasnya hampir
usai. Dia mahasiswa tahun terakhir dan sebentar lagi setelah pementasan teater dan
ujian skripsi dia akan menjadi manusia dewasa yang harus bertanggung jawab penuh
atas hidupnya sendiri. Bukan berarti dia tidak menyukai kemandirian namun
konsekuensi dari kehilangan status pelajarlah yang ditakutinya.
Feng jianyu menutupi wajahnya dengan topi. Cahaya matahari yang menyengat
membuat kepalanya pusing. Semalam dia tidak bisa tidur. Mimpi buruk yang sudah
lama tidak dialaminya muncul lagi semalam dengan kekuatan lima kali lipat membuat
dia berkali-kali terbangun dengan keringat dingin, dan takut untuk kembali tidur.
Meskipun kepalanya berdenyut nyeri dia tetap tidak beranjak dari bangku taman
kampus tempatnya duduk untuk pindah ke tempat yang lebih teduh. Dia merasa seperti
baterei matahari yang perlu dicash penuh agar punya energi lagi.
“Ugh..” Kepalanya makin terasa berat. Dia meringkuk seperti kucing dan mencoba
tidur. Dia yakin di terangnya hari seperti sekarang tidak akan ada mimpi buruk yang
bakal datang.
“.....Di liburan tahun ini ajaklah pasanganmu pulang....”
“Tapi Ma aku belum ingin menikah. Siapa yang di zaman ini menikah di usia dua
puluh dua,” Dayu membantah keras.
“Itulah sebabnya kukatakan untuk pulang. Aku tidak menyuruhmu menikah. Hanya
mengenalkan saja pada keluarga untuk membuat nenekmu senang.” Terdengar suara
desahan nafas sebelum ibu melanjutkan, “Dan jika kau tanya siapa yang menikah di usia
dua puluh dua, kuingatkan lagi karena mungkin kau sudah lupa. Aku tinggal di desa
terpencil jauh di utara. Dan aku bisa menyebutkan selusin temanmu yang sudah
menikah, bahkan banyak yang sebelum berumur dua puluh.”
Dayu diam tidak membantah lagi. Kini dia ingin merengek menangis seperti ketika
masih kecil, yang selalu berhasil membuat ibunya berdiri membela dan mengabulkan
semua keinginannya bahkan yang paling tidak masuk akal.
Di keluarga Dayu, ibunya wanita keras kepala. Ibu selalu berhasil membuat orang-
orang disekitarnya melakukan keinginannya. Namun ibu selalu kalah dari nenek.
Neneknya adalah empress Wu Zetian yang perintahnya adalah hukum di rumah mereka.
Ibu kadang-kadang menang dari nenek namun mereka semua tahu hal itu karena nenek
membiarkannya. Seperti memberi kesempatan seekor kucing memamerkan cakar pada
harimau yang sudah kenyang.
“Xiao Yu?” Ibunya menyadarkan Dayu dari lamunan. “Kau mendengar apa yang
mama katakan?”
“Ya.” Kerongkongan Dayu terasa kering saat menjawab dengan terpaksa.
“Kau bisa membawa siapapun, kau tahu....” Ibunya berhenti mencari kata yang
tepat, “Mungkin teman yang bisa diajak bekerja sama atau seseorang yang dibayar
seperti dalam drama......” Ibu berbisik pelan kini dengan semangat. “Carilah yang
tampan, jangan pikirkan masalah uang...”
Tampan.... tampan.... tampan..... Seberkas wajah tak jelas mendekatinya, makin
dekat, makin dekat membuat Dayu gemetaran melihat ke wajah yang bibir monyongnya
berusaha menciumnya, menjijikkan.
“Ahhhh...” Dayu terlonjak bangun dari tidur. Nyaris kepalanya membentur badan
yang pemiliknya buru-buru menjauhi Dayu.
“Jizz.. Akhirnya kau bangun juga.” Jiang xiaoshuai berkata sambil memandangi
Dayu yang masih takut dan bingung belum sepenuhnya sadar dari tidur.
“Sepertinya dia mimpi buruk,” Guo cheng yu berkata.
Dayu memandangi dua teman yang berdiri dihadapannya. Kini dia bertanya-tanya
apakah tadi dia tidur? Itu tadi memang percakapannya dengan ibu semalam tapi wajah
tak jelas itu memang wajah yang biasa menghantui mimpi buruknya. Mimpi yang
dikiranya tertinggal di kampung halaman.
“Ya ampun,” temannya menarik lengan Dayu menyuruhnya bangkit dari duduk.
“Ayo ke kelas. Guru Wang tidak akan mengizinkan kita masuk jika kita telat. Aku
tidak ingin melewatkan audisi untuk peran utama.”
Dayu mengikuti kedua temannya menuju ke kelas. Masih sedikit linglung.
“Kau tadi seperti gelandangan tidur di taman.” Guo Cheng Yu berkata.
“Kurasa dia lebih mirip kucing,” Xiaoshuai membantah. “Kucing liar yang berjemur
matahari.” Dengan menggoda dia melanjutkan, “Sama-sama buangan, sih.”
Dayu diam saja pikirannya masih sibuk dengan mimpi tadi. Dia merasa ada yang
berubah dari mimpinya tapi dia tidak begitu mengerti apa itu... Dan bukkk!! Dayu
menghantam batu besar. Dia terpelanting dan terjatuh ke tanah. Hari ini sungguh sial
baginya.
‘Batu besar’ itu berjongkok sambil membungkuk ke arahnya dan bertanya khawatir.
“Maaf. Apa kau tidak apa-apa?”
Dayu yang sibuk dengan sakit di tubuhnya tidak memperhatikan sosok yang
bertanya. Dia berusaha berdiri dan sebuah tangan dengan sigap terulur memegangi
lengannya membantu. Kedua teman Dayu memandangi dengan khawatir, ikut bertanya
apakah dia baik-baik saja.
Dayu mengusap-usap pantatnya yang sakit. Xiaoshuai membantu membersihkan
pakaiannya yang terkena tanah dengan menepuk-nepuk kaki dan punggungnya.
Mulut Dayu menyeringai bukan karena sakit tapi mengenali siapa yang telah
menabraknya. ‘Batu besar’ itu adalah Wang Qing dari kelas broadcasting.
Wang Qing terkenal di kampus mereka. Dia mahasiswa yang sering melanggar
peraturan. Penampilannya seperti anggota geng didukung oleh wajahnya yang sangar
dengan kedua mata sipit yang tajam. Menurut Dayu jika ujian masuk triad memerlukan
tahapan seperti masuk kerja, maka Wang Qing akan lulus di tahapan pertama hanya
berkat wajah dan tampilannya. Dia bahkan langsung meroket ke esselon empat menjadi
kakak besar memimpin sepasukan begundal preman.
Wang Qing tidak banyak berinteraksi dengan mahasiswa lain. Dia selalu bersama
teman-teman yang mirip dengannya dari sikap dan penampilan dan sayangnya mereka
sepertinya dari golongan berada. Anak-anak tak berotak yang senang menghabiskan
waktu mereka dengan hal-hal bodoh tak berguna hanya karena yakin mereka tak perlu
berkompetisi untuk mendapatkan pekerjaan karena merekalah yang menentukan
pekerjaan. Mereka yang tidak pernah hidup susah dan kekurangan berkat garis
keturunan. Mereka yang berkepala ayam dan mengira dunia milik mereka berkat posisi
keluarga di militer dan politik. Orang-orang yang masuk dalam kategori sampah di kosa
kata Dayu.
Perasaan Dayu kini tidak senang. “Apa kau tidak punya mata?” tanyanya marah.
Kedua teman Dayu memasang muka cemas.... menarik Dayu untuk menghindari
masalah. Orang-orang waras menghindari Wang Qing karena takut, namun dalam kamus
Dayu tidak ada kata takut dan dia sedang tidak terlalu waras sekarang. Dia
menyentakkan pegangan temannya, meninggikan tubuh di depan Wang Qing yang
sialnya kini tampak jauh lebih tinggi, besar, dan kuat. Dayu yakin jika mereka berdua
berkelahi dia langsung ko di menit pertama.
Dayu setengah mendorong setengah memukul tubuh Wang Qing dengan kedua
tangannya. Dia seperti mengenai batang pohon besar, tangannya berdenyut sakit. Di lain
pihak Wang Qing tidak bergerak dan kelihatan sama sekali tidak merasakan apa-apa.
Dalam hati Dayu memaki kekuatan Wang Qing. Meskipun dia butuh pelampiasan
atas rasa frustasi dengan nasib buruknya Wang Qing jelas bukan pilihan. Dia tidak ingin
menodai tahun terakhirnya dengan jadi legeda sekolah sebagai the loser.
“Fuck you !” makinya kasar. Dayu tidak lagi mendorong karena dia tahu itu
percuma, jadi dia berjalan memutari Wang Qing yang menghalangi jalannya.
Kedua temannya mengikuti Dayu dan setelah agak jauh Xiaoshuai berbisik, “Kau
beruntung tidak diapa-apakan olehnya. Kau yang salah, kau yang menabraknya tadi.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Qingyu fanfic
FanfictionDalam hidup ini, hanya perlu waktu sekejap untuk jatuh cinta, namun apakah itu cinta sejati perlu waktu yang sangat panjang untuk membuktikannya. Sepuluh tahun, dua puluh tahun, tiga puluh tahun hanya hitungan sementara karena batas sebenarnya ada d...