BAGIAN 4

1.5K 174 7
                                    

        Dayu duduk membaca majalah online bersama Xiaoshuai. Tangannya melingkari bahu temannya. Mereka berdua menunduk sangat serius mengamati gambar seorang wanita memakai baju renang.
        “Kukira dia akan segera ngetop,” kata Xiaoshuai.
        “Dadanya luar biasa indah,” Dayu nyaris ngiler.
     “Tidak bisakah kau melihat hal yang lain selain itu?” tanya Xiaoshuai “Wajahnya yang mungil, mata, hidung dan bibirnya. Ahhh seperti apa rasanya menciumnya?”  
       “Pikiranmu bahkan lebih gawat dari pikiranku. Aku hanya mengagumi kau ingin mencicipi.” Dayu menggetok kepala Xiaoshuai yang mengecup-ngecupkan bibirnya.
      Temannya menggeleng-geleng, “Sayang dia berperan di film seperti itu.”
     “Kenapa,” tanya Dayu. “Jangan menghina bintang film porno. Kau tidak tahu berapa penghasilannya. Dan sebagai pelaku seni kau tidak pantas menghakimi. Tubuh manusia itu indah, dari dulu merupakan objek seni.”
        “Yah,” Xiaoshuai mengangguk, “Jangan terlalu serius.” Dia menggeser layar membaca halaman berikutnya. “Boy love sedang booming sekarang,” dia menunjuk aktor baru yang populer berkat film bl. “Menurutmu dia tampan?”
     “Kurasa dia ehmm lumayan.” Dayu berkomentar. “Aku melihatnya memakai pakaian wanita dan dia cantik juga.”
     “Hei,” kata Dayu, “Jika kau ditawari berperan di bl apakah kau mau?”
        “Tergantung peran apa.”
        “Jika peran utama?”
     “Tergantung pasangannya.”
        “Kau bertingkah pilih-pilih. Belum terkenal juga.....” Dayu menggerutu.
     “Aku harus mencium pria kau tahu. Bagiku itu bahkan lebih parah dari porno.” Xiaoshuai protes.
     “Aktor macam apa kau ini.” Dayu masih mengomeli temannya.
     “Apa kau bisa mencium sembarang pria?” tantang Xiaoshuai.
     “Kurasa...” kata Dayu berani.
     “Wuah... the professional actor Feng Jianyu.”  Xiaoshuai mengoda, “Coba tunjukkan. Bisakah kau menciumku?”
     “Kenapa aku harus menciummu?” tanya Dayu tak termakan umpan.
     “Hah kau tidak bisa,” temannya tertawa mengejek.
        “Aku bisa tapi...” dia ingin berkata kita toh tidak sedang shooting film, ketika suara memanggil namanya membuat Dayu menoleh. Wang Qing berdiri di belakangnya. “Eh, kelasmu sudah selesai?” tanya Dayu.
     Wang Qing mengangguk.
     “Kami mau makan siang. Kalian mau ikut?” Dayu menawari teman-temannya.        Mereka semua menggeleng dengan alasan berbeda-beda.
     “Kalau begitu bye, sampai ketemu di latihan sore.” Dayu berjalan bersama Wang Qing keluar kelas.
      Fang Xing bertanya kepada Xiaoshuai, “Kenapa kau tidak ikut? Latihanmu sudah selesai.”
      “Nafsu makanku bakal hilang dipelototi wajah seram itu.” Xiaoshuai melapor pada Guo Chen Yu, mengajak bergosip, “Akhir-akhir ini mereka berdua jadi akrab.”
      “Hem,” pemuda itu tidak tertarik menanggapi, sibuk menghapal dialognya yang panjang.
      “Kenapa kau harus menciumnya?” Wang Qing cemberut.
      “Mencium siapa” tanya Dayu tiba-tiba teringat percakapan konyolnya. “Apa kau cemburu?” tanya Dayu lagi menggoda.
      Wang Qing menatap Dayu, seperti biasa ketika matanya bertemu dengan mata indah itu dia mengalihkan pandangan. Dia menggumam pelan, “Siapa yang cemburu.”
      Dayu tertawa senang. Sejak malam itu dia dan Wang Qing bersahabat. Dia tidak pernah tahu kalau Wang Qing enak diajak bicara. Buku-buku yang pernah dibacanya, film-film  yang ditontonnya, lagu dan musik yang dinikmati banyak kesamaan, mengubah pandangannya  tiga ratus enam puluh derajat. Wang Qing naik pangkat dari begundal menjadi mahasiswa yang pintar dan menarik (Dayu tidak tahu kalau Qing menguntitnya bertahun-tahun).
        “Kau terlalu gampangan kau tahu.” Wang Qing berkata sambil menaikkan letak tali ranselnya yang melorot. Hari ini Wang Qing berjanji mentraktir Dayu.
     “Gampangan?” Dayu bingung dengan kata itu. Kata yang biasanya ditujukan untuk gadis yang sering gonta ganti pacar. Terdengar kuno karena sekarang gadis-gadis yang seperti itu dijuluki populer girl.
     “Kau bisa dengan mudah menyentuh seseorang, merangkul, bergandengan tangan, duduk menempel dengan orang lain, semuanya hal yang biasa bagimu.”
      “Apa kau menyamakan aku dengan wanita?” tanya Dayu. “Apa salahnya merangkul atau bergandengan dengan teman sejenis. Kau yang kelainan dan berpikiran aneh.” Dayu tersinggung.
      Wang Qing mencuri pandang dan menutup mulutnya. Beberapa hari ini dia banyak belajar hal-hal baru tentang Dayu. Hal-hal yang hanya ditunjukkan Dayu kepada teman-teman dekatnya. Jika Dayu marah sebaiknya tidak mencari gara-gara dengan berbantahan karena mulutnya bisa sangat kasar dan melukai hati. Mereka berjalan dalam diam.
         Di restoran Wang Qing mengetahui kalau Dayu tipe orang yang gampang gembira dan melupakan perselisihan. Saat ini dengan semangat dia memandangi hamparan piring-piring berisi makanan. “Wuah luar biasa. Kau tidak sedang ulang tahunkan? Kalau iya maaf aku tidak menyiapkan kado.”
        Wang Qing menggeleng. Dia meletakkan potongan daging di mangkuk nasi Dayu dan menyuruhnya mencicipi. “Enak bukan?” tanyanya tersenyum senang. Memberi makan Dayu menjadi hobi barunya.
     Dayu mengangguk tak bisa menjawab, mulutnya penuh. Dia makan dengan lahap. Pipinya menggembung. Lucu pikir Wang Qing gemas.
     “Tapi kau harus mencoba masakan ibuku. Di san xian nomer satu. Dia belajar dari nenek.” Dayu mengacungkan jempolnya mempromosikan masakan ibunya.
     “Jadi yang ini masih kalah dari masakan ibumu?” Wang Qing menunjuk sebuah piring.
      Dayu mendekatkan jempol dan telunjuknya memberi tanda, “Sedikiiit saja.” Dayu berkata sambil memasukkan potongan daging ke mulut, “Badanmu tinggi besar tapi kau makan lebih sedikit dibanding aku.”
      “Tidak ingin gemuk.” jawab Wang Qing.
      “Apa kau merasa gemuk?” Dayu mengamati Wang Qing, “Kurasa kau kekar. Aku suka proporsi tubuhmu. Aku tidak pernah bisa seperti itu.”
        “Kenapa?” Wang Qing tertarik.
     “Berapa banyakpun yang kumakan tubuhku selalu seperti ini. Orang bilang tubuh dengan metabolisme tinggi?” Dayu memastikan, “Waktu aku sekolah dasar teman-teman wanitaku tidak suka berjalan bersama-sama denganku.”
      “Kenapa?” Wang Qing heran.
      “Mereka bilang tubuhku lebih seksi dari mereka.” Dayu menggeleng, dia tidak pernah menceritakan hal ini pada teman-teman dekatnya termasuk Xiaoshuai karena khawatir mereka menggodanya, namun sekarang dia merasa baik-baik saja saat menceritakannya pada Wang Qing.
      “Aku tidak merasa tubuhmu seksi,” kata Wang Qing agak ragu.
      “Benarkan? Mereka bilang bodiku S line. Aku kan laki-laki.”
      “Kenapa mereka menyebutmu begitu?”
      “Karena aku punya pinggang dan pantat.” Dayu menyuapkan kentang, “Kau mau lihat? Aku tidak keberatan menunjukkannya kepadamu tapi tidak sekarang. Anak-anak perempuan itu sungguh .....” Dayu terus menggerutu tentang teman kecilnya, tidak memperhatikan Wang Qing yang meneguk ludah dengan muka merah membayangkan Dayu membuka baju di hadapannya. Darah mengalir cepat ke kepalanya. Buru-buru Wang Qing mendongak, memencet hidung, khawatir mimisan.
      “Katakan padaku,” Dayu merubah topik tetap tanpa meyadari perilaku aneh Wang Qing. “Kenapa kau pindah ke kelas broadcasting?”
      Dayu dan Wang Qing tadinya sekelas sebelum Wang Qing pindah jurusan.
         “Karena suka,” jawab Wang Qing pendek. Melihat Dayu masih tak mengerti dia melanjutkan, “Aku orang yang melakukan apa yang ku suka. Saat aku menyukai akting aku melakukannya. Kemudian aku rasa menjadi host lebih menarik, aku akan melakukannya. Jika suatu saat aku menemukan yang lain lagi aku pasti melakukannya.”
        “Tidak pernahkah kau meragukan keputusanmu?” Dayu melanjutkan terganggu, "Berhenti memencet hidung, suaramu jadi aneh."
        Wang Qing menyingkirkan tangan dari hidung. Dia bersyukur tidak ada noda merah di jari-jarinya. Setelah memastikan tidak mimisan barulah dia menggeleng  menjawab pertanyaan Dayu. “Aku hidup untuk melakukan apa yang kusuka. Jika tidak suka kenapa harus repot-repot.”
        “Free spirit,” kata Dayu.
        Wang Qing tidak bisa menebak pikiran Dayu dari raut wajahnya. Apakah Dayu menghargai moto hidupnya atau tidak menyukainya. Dia sangat berharap Dayu menyukainya karena baginya pendapat Dayu sangat penting. Dan jawaban Dayu langsung membuatnya kecewa.
        “Sangat berbeda denganku.” Dayu menghisap jus jeruk. Dengan serius dia berkata,     “Aku orang yang persisten. Cita-citaku tak pernah berubah, aku ingin menjadi aktor. Dua puluh tahun ini aku terus merintis jalan menuju impian itu. Dan di masa depanpun jalan yang kupilih selalu menuju arah yang sama.”
        “Tapi kita melakukan hal yang sama,” kata Wang Qing tidak ingin ada perbedaan.
        “Menurutmu?”
        “Kita sama-sama melakukan apa yang kita suka. Kau ingin menjadi aktor karena kau suka beraktingkan?”
        “Ya,” kata Dayu sambil tersenyum mengangguk mengerti. “Serupa tapi tak sama.”
        Wang Qing menarik nafas lega merasa prinsipnya tidak memberi kesan buruk.

Qingyu fanficTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang