Malam ini Wang Qing seperti biasa nongkrong bersama teman-temannya di club
favorit mereka salah satu club terkenal di Beijing. Tidak sembarang orang bisa masuk ke
club ini, namun Wang Qing dan temannya adalah pengunjung tetap.
Malam ini sama seperti malam-malam yang lalu, club ramai dengan pengunjung
semua kursi dan meja nyaris penuh tetapi Wang Qing dan geng tetap bisa duduk di
tempat favorit mereka. Setelah memastikan kenyamanan Wang Qing (minuman dan
snack untuknya) kedua temannya langsung menghilang berbaur dengan keramaian.
Wang Qing melipat kaki dan menyesap birnya, menyandarkan punggung relax
sambil mengamati sekitar. Sebetulnya jika mengikuti keinginannya, dia lebih suka bar
kecil yang familiar tempat dia bisa minum, mendengar musik dan mengobrol dengan
santai. Tapi selera tuanya tidak disukai teman-temannya. Mereka bilang setelah berumur
lima puluh baru mereka akan menjelajahi tempat-tempat seperti itu.
Wang Qing menyesap minumannya lagi. Matanya yang seperti elang mengawasi
keramaian dan terpaku pada sesosok tubuh yang dikenalinya. Wang Qing langsung
duduk tegak oleh pemandangan yang tidak biasa bahkan nyaris luar biasa. Feng Jianyu
berdiri di depan bar minuman sedang asyik mengobrol dengan seorang gadis.
Dia belum pernah melihat Feng jiannyu dalam mode seperti itu. Matanya
memandang tajam, bibir tersenyum menggoda, seksi dan jantan, jelas-jelas merayu si
wanita yang dengan suka rela memakan umpan dan menikmati rayuan itu.
Selama tiga tahun Wang Qing mengenal Feng Jianyu belum pernah dia melihatnya
dengan sengaja menebar pheromon seperti ini. Feng Jianyu memiliki banyak teman
wanita, namun sikapnya biasa terhadap mereka. Bahkan terhadap kekasihnya, tak
pernah berlebihan. Mungkin ketika mereka hanya berdua……
Wang Qing memegangi dada merasa tidak enak membayangkan Feng Jianyu
bermesraan dengan wanita. Selama tiga tahun ini, dia memendam perasaan pada Feng
jianyu. Sejak pertama kali melihatnya di ujian masuk Wang Qing langsung merasa
tertarik dengan pemuda itu. Kulit madunya, wajah yang tampan, senyum dan tawanya
yang riang memberi kesan mendalam di hatinya. Selama tiga tahun ini dia berusaha
bersahabat dengannya namun Wang Qing sadar Feng Jianyu telah menandainya dengan
X besar. Feng jianyu menghindarinya dan bahkan Wang Qing merasa Feng jianyu
merendahkannya.
“Hai.” Wang Qing terkejut dengan kenyataan dia sudah berdiri di samping Feng
Jianyu dan menepuk bahunya. Wang Qing tidak menyadari kalau dia berjalan
menghampirinya. Pheromon itu makinya, tidak hanya bekerja pada gadis itu, namun
juga menariknya seperti magnet.
Dayu mendongak mengalihkan pandangannya dari gadis bernama Mimi yang
menarik perhatiannya.
“Eh,” Dayu terkejut. Tidak menyangka Wang Qing yang menyapanya.
“Boleh bergabung?” tanya Wang Qing sopan. Wang Qing merasa pipinya panas oleh
rasa malu namun berusaha menutupinya dengan berpura-pura cool.
“Ah..,” kata Dayu tak yakin teringat bagaimana perlakuannya terhadap Wang Qing
pagi tadi. Dia tidak ingin berhubungan dengan pemuda itu namun juga tidak bisa
menolak tanpa menimbulkan masalah. “Ya,” jawabnya pendek.
Wang Qing berdiri di sebelah kiri Dayu. “Apakah kau baik-baik saja?” tanyanya
sopan.
“Ehm, ya. Tidak masalah.” Dayu bertanya-tanya dalam hati apa yang diinginkan
pemuda itu darinya, mungkin dia ingin membalas dendam?
“Syukurlah, saat itu aku sungguh khawatir.”
“Eh ya.” Dayu merasa tidak enak mengingat kelakukan kasarnya dan sikap Wang
Qing yang sangat sopan saat ini. Dia menerka-nerka apakah ini salah satu trik sebelum
dia menghabisi lawannya? Memastikan kesehatannya terlebih dahulu karena Wang Qing
terlalu gentelman untuk menonjok ko lawan yang sakit dan lemah.
“Apa dia temanmu?” Gadis yang sedari tadi dirayunya angkat suara penuh
semangat. Dia tidak pernah menolak tambahan beberapa pengagum lagi. Makin banyak
makin bagus karena makin besar peluang pilihan.
“Ya,” jawab Dayu, “Satu universitas. Wang Qing ini Mimi,” Dayu memperkenalkan
keduanya.
Wang Qing melambai kaku sebagai ganti bersalaman. Gadis ini ternyata lebih cantik
dan seksi setelah dilihat dari dekat. Saingannya berat pikirnya kesal. Pikiran itu
tercermin jelas di wajah sangarnya membuat Mimi menciut takut dan gadis itu tidak
mengatakan apa-apa lagi setelah perkenalan mereka.
“Sangat tidak biasa melihatmu clubbing.” Wang Qing membuka kembali percakapan
dengan Dayu, jelas-jelas tidak melibatkan Mimi.
“Ah ya,” kata Dayu, “Aku memang jarang ke club, aku tidak bisa ....” Dayu teringat
sesuatu, “Bagaimana kau tahu aku jarang ke club? Ada banyak club di Beijing dan kau
tidak bisa mengeceknya satu-satukan? Hanya karena aku tidak pernah ke club ini bukan
berarti aku jarang.”
Wang Qing teringat dia pernah mendengar Dayu berkata dia tidak suka pergi ke
club saat seorang gadis teman sekelas mereka mengajaknya. Tapi dia tidak bisa bilang
karena dia tidak ingin Dayu mengetahui kalau dia menguping pembicaraannya dan
mematrinya dalam file khusus dan paling penting di memori otaknya. Dia yakin jika dia
mengalami kecelakaan dan melupakan dirinya, dia tidak akan melupakan Feng Jianyu
karena setiap saat pikirannya memutar data yang dikumpulkannya bertahun-tahun dan
mengulang-ulang isinya sampai hapal tanpa pernah merasa bosan. Warna favoritnya,
makanan kesukaan, nomor handphonenya (bukan berarti Wang Qing pernah
menelponnya), dll.
“Hanya mengira orang sepertimu pastilah bukan pencinta club.” Wang Qing mencari
alasan yang paling aman.
Dayu heran, “Apa maksudmu dengan orang sepertimu?” Dayu mengulang
pernyataan Wang Qing.
“Ah ya...Kau tipe yang serius dan ....”
Dayu mengamati Wang Qing dan merasa matanya menipu. Kenapa dia terlihat malu? tanyanya dalam hati. Wajah sangarnya hilang dan dia seperti anak kecil sekarang, tidak percaya diri, sedikit gugup dan imut? Ah Dayu tiba-tiba merasa senang. “Dan....?” Dia terpancing untuk mengoda.
“Dan yah kau tidak seperti aku...”
Jika Dayu tidak melihat Wang Qing berhadap-hadapan dia pasti salah paham dan
mengangap perkataan Wang Qing menghinanya, namun karena dia menatap langsung,
Dayu merasakan ada kegetiran dalam pernyataan itu.
Rasa jahilnya terusik, “Jelas aku tidak sama denganmu,” katanya, “Kau kaya dan
banyak uang. Kau tidak perlu memikirkan masa depan karena masa depan sudah
tergaris terang dan lurus untukmu. Sementara aku berhati-hati dan menyimpan setiap
uang yang ada untuk masa depan.” Kini Dayu yang getir teringat bagaimana dia
menyisihkan setiap uang yang tersisa dari biaya hidupnya dan berhemat sebisa mungkin
agar bisa menabung. Dia takut kalau dia harus melarikan diri dari rumah dan dia butuh
biaya hidup.
Menjadi aktor, impian dan jalan hidup yang dipilihnya namun jalan itu sangat panjang berkelok-kelok penuh lubang. Setiap tahun ratusan bahkan mungkin ribuan mahasiswa seni yang tamat dari universitas di seluruh cina, hanya segelintir dari mereka yang sungguh-sungguh hidup di jalan pilihan mereka dan sisanya menyerah dan bekerja di bidang lain hanya untuk memenuhi perut.
“Apa yang kau pikirkan,” tanya Wang Qing mengusik lamunan Dayu.
Dayu menatap Wang Qing lekat-lekat. “Apa kau mabuk?” tanyanya.
“Ha?” Wang Qing bingung.
“Mengapa kau penuh perhatian kepadaku?”
Dayu orang yang mengatakan isi kepalanya tanpa pikir panjang. Sewaktu kecil dia
sering mendapat masalah karena kebiasaan itu. Setelah dewasa dia belajar untuk menu
tup mulut dan hanya berlaku seperti itu pada keluarga dan teman-teman dekat yang
sudah kebal dengan sikap apa adanya (setiap orang mengatakan sifat itu warisan dari
ibunya).
Wang Qing menunduk malu menghindari mata Dayu. Dia tidak bisa menjawab
pertanyaan itu tanpa mengungkapkan perasaannya. Untunglah Mimi yang sedari tadi
berdiri mendengarkan, menjadi bosan karena diabaikan mencolek bahu Dayu.
“Aku pergi,” katanya judes hanya pada Dayu, meskipun kesal dia tidak berani
menunjukkannya pada mahluk berwajah setan yang mencuri kencannya. Nalurinya
mengatakan pria sangar yang memelototinya setiap kali mereka bertemu pandang
menganggapnya rival. Lihat saja cara dia tersipu malu, dia seperti gadis yang jatuh cinta.
“Homo, sialan,” makinya hanya berani dalam hati.
“Hei..” kata Dayu berusaha menahan Mimi namun Wang Qing menarik tangannya.
“Aku belum pernah melihatmu flirting. Apa dia tipemu?” Wang Qing berusaha
menahan diri namun ada nada cemburu dari pertanyaannya.
Dayu memandangi Wang Qing lagi. Dia belum menghabiskan kaleng bir pertamanya, namun mata dan pikirannya sudah berkabut? Mengapa dia merasa pria di depannya itu seperti orang lain, alkohol sudah merasuki otaknya?
“Ya,” jawab Dayu. “Aku suka ..,” Dayu memeragakan big boob dengan tangannya.
“Semua orang tahu.”
Wang Qing menggeleng, “Tidak semua orang dan jelas bukan aku.”
Dayu bertanya mencondongkan badan ke arah Wang Qing, “Seperti apa tipemu?”
Wang Qing menunduk. Demi Tuhan jangan menatapinya dengan mata indah itu.
Berhadapan seperti ini, terlalu dekat membuat jantungnya berdebar sangat kencang.
Wang Qing berdoa semoga jantungnya kuat bertahan.
Wang Qing menarik tangan Dayu tapi langsung melepaskannya lagi karena ada sengatan listrik. “Bagaimana kalau kita duduk di sana?” Wang Qing menunjuk tempat dia duduk tadi.
Dayu menggangguk setuju.
“Pergilah duluan, aku pesan minuman.” Wang Qing mendorong Dayu pelan. Dia
menghela nafas lega saat Dayu meninggalkannya. Dia mengelus dada. Bertahanlah,
malam ini kau akan menerima cobaan berat, bisiknya pada jantungnya.
Wang Qing mengulurkan gelas tinggi pada Dayu, “Maaf aku lupa menanyakan minuman yang kau suka.”
“Tidak apa-apa,” Dayu menerima gelasnya yang tampak berisi seperti es lemon.
“Jika kau tak suka Tom Collins kita bisa memesan yang lain.” Wang Qing memaksa.
Dayu memegangi tangan Wang Qing dan menariknya duduk di sampingnya, “Sudah
kubilang tidak apa-apa.” Dia meminum cocktailnya. “Ehm lezat.”
Dayu tidak begitu tahu tentang minuman keras, dia tidak suka tapi minumannya
malam ini manis dan segar jadi dia meminumnya dengan suka cita. Dayu menjilati
bibirnya.
Wang Qing meneguk ludah. Uah, tolong jangan lakukan itu, pikirnya nyaris tak
sanggup mengendalikan diri. Tiba-tiba ruangan menjadi panas seperti dalam sauna,
keringat mengaliri punggung dan dadanya akibat suhu badan yang melonjak tajam
menyamakan diri dengan ruangan yang di matanya mendadak beruap putih. Wang Qing
bertanya-tanya apakah dia ada di surga atau neraka.
“Hei,” kata Dayu menyentuh tangan Wang Qing. “Kenapa denganmu? Ha ha kau
aneh. Aku baru tahu kalau kau seperti ini.” Dayu tertawa riang dan kembali meneguk
minumannya lalu menjilati bibir dengan lidah yang merah.
Wang Qing berusaha menarik tangannya dari genggaman Dayu. Penyiksaan ini
pikirnya kapan berakhir? Ah tidak jangan berakhir mohonnya.
“Tanganmu,” kata Dayu, “Halus sekali.” Dayu mengelus telapak tangan Wang Qing
dengan ujung-ujung jari. “Kau pasti tidak pernah bekerja keras.” Dayu membungkuk
memandangi tangan itu begitu serius seperti arkeolog yang meneliti benda kuno.
Wang Qing gemetar.
Dayu mengalihkan pandangannya pada Wang Qing, mendekati wajahnya untuk bisa
melihat lebih jelas, pasti tadi dia lupa memakai lensa kontaknya. “Hei malam ini kau
sangat baik padaku bukan karena kau akan menghabisikukan?”
“Apa maksudmu?” Wang Qing terkejut.
“Ya karena kau membenciku. Aku yang menabrakmu tapi bukannya minta maaf aku
malah marah-marah.”
“Aku tidak akan pernah membencimu.”
“Oooh..… Kalau begitu kau menyukaiku?” tanya Dayu main-main. Tanpa tahu
sebabnya dia merasa sangat senang, lidahnya lebih ringan bisa mengatakan apa saja
yang terlintas dipikiran. Dia merasa berada di awan-awan.
Wajah Wang Qing memerah.
“Eh?” Dayu terkejut, “Jadi kau menyukaiku?”-----------
KAMU SEDANG MEMBACA
Qingyu fanfic
FanfictionDalam hidup ini, hanya perlu waktu sekejap untuk jatuh cinta, namun apakah itu cinta sejati perlu waktu yang sangat panjang untuk membuktikannya. Sepuluh tahun, dua puluh tahun, tiga puluh tahun hanya hitungan sementara karena batas sebenarnya ada d...