Dayu memandangi pria berwajah muram, seram seakan ingin menghancurkan orang di hadapannya.
“Apakah kau teman Yu?” Yue Yue melangkah maju oleh nalurinya untuk melindungi Dayu dari mahluk mematikan ini.
Oh singa betina dan sang harimau, pikiran itu hinggap di kepala Dayu.
“Benar,” suara Wang Qing terdengar tenang namun menggetarkan.
Yue Yue bukan tipe penakut meskipun badannya jauh lebih kecil dibanding raksasa itu. “Benarkah?” Dia mengkonfirmasinya pada Dayu.
Dayu mengangguk, dia merasa seperti kelinci gemuk yang terjepit diantara dua hewan buas.
Setelah berhasil meyakinkan Yue Yue kalau Wang Qing temannya, dan bukan anggota mafia, triad, geng atau rentenir yang menagih hutang, dan meminta maaf kalau tidak bisa menemani Yue Yue ke rumah Ruan Jun Ru, Dayu menggeret Wang Qing.
Dia mencari tempat yang paling aman karena meskipun desa mereka tergolong sangat sepi namun punya seribu telinga. Hidup di rumah mengajarkannya hal itu. Entah bagaimana berita sekecil apapun tidak akan terlewatkan dan gosip merambat sangat cepat seperti kebakaran hutan.
Mereka menjauh menghindari jalan raya, dia juga menghindari ladang yang sedang musim panen sekarang. Dayu berhenti di tempat yang dipikirnya aman.
“Kenapa kau datang ke sini?” Dia berkacak pinggang.
“Sudah kukatakan aku mencarimu.”
“Tapi kenapa?”
“Kau bilang ingin mengenalkanku pada keluargamu.” Wang Qing suram teringat Dayu dan singa perempuan itu. Teganya Dayu berbuat seperti itu merayu wanita di tengah jalan. Apa dia lupa mereka masih pacaran. Dia sungguh ingin menghukumnya. Beberapa kali pukulan di pantat dan beberapa di ..... Wang Qing makin murung oleh pikirannya yang sudah tidak waras. Dia sangat marah tapi mengapa hukuman yang ingin ditimpakannya pada Dayu terdengar erotis.
“Semuanya sudah selesai,” kata Dayu angkuh.
“Kata siapa?” Wang Qing tidak mau kalah, “Kau bahkan tidak memberiku kesempatan untuk menjelaskan. Hanya bertengkar sedikit kau langsung kabur tanpa kabar kembali ke rumah orang tuamu.”
Dayu merasa seperti istri yang dijemput suaminya pulang setelah melarikan diri ke rumah orang tuanya. “Hei,” katanya terganggu dengan pikiran itu. “Kau yang bilang tidak ingin menikah.”
“Kapan aku bilang begitu. Sekarang ayo kita ke rumahmu aku akan resmi melamarmu.” Wang Qing tidak takut, kelelahan membuatnya nekat.
“Apa yang kau katakan?” Dayu cemas. Setelah mendengar penjelasan neneknya Dayu tidak merasa perlu membawa Wang Qing ke rumah. “Sudah kukatakan kita sudah selesai.”
Wang Qing berbalik dan berjalan.
“Kau mau kemana?”
“Ke rumahmu dan berkenalan dengan calon mertuaku.”
Bunyi keresekan membuat Dayu terlonjak menoleh ke belakang. Dia menarik nafas lega melihat anjing liar yang melintasi jalan.
Dayu menarik Wang Qing. “Kita selesaikan di Beijing.” Dia melirik jamnya hampir pukul enam. Sebentar lagi ada bus yang datang dengan tujuan kota terdekat. Jaraknya tidak terlalu jauh hanya dua jam perjalanan tapi setidaknya mereka sudah meninggalkan desanya.
“Kau berjanji dulu kalau kita tidak putus. Aku tidak terima kau membuat keputusan sendiri.” Wang Qing tegas. “Kau seperti perempuan, sedikit ngambek langsung minta berpisah.”
Dayu menggertakkan gigi. Wang Qing kini betul-betul menyebutnya seperti perempuan, tapi dia tidak punya waktu untuk ribut. Wang Qing tidak tahu Dayu punya isu besar tentang dirinya yang disamakan dengan wanita dan isu itu makin besar setelah mendengar penjelasan neneknya. Dayu menahan diri tidak menonjok muka Wang Qing.
“Baik aku berjanji.” Dayu buru-buru ingin pergi dari desanya, dia tidak mau ada gosip aneh tentang keluarganya. Permainan neneknya sudah selesai. Semuanya kembali ke posisi semula. Apa yang tadinya tampak normal menjadi tidak normal.
“Jika kau ingkar janji aku akan mendatangi keluargamu dan meminta pertanggungjawaban mereka karena anak mereka sudah menghancurkan hidupku.” Wang Qing berkeras.
“Sudah kukatakan aku berjanji. Tutup mulutmu,” kata Dayu menarik tangan Wang Qing berlari. “Cepatlah busnya sebentar lagi datang.”
Mereka berhasil menaiki bus. Dayu duduk di kursi paling belakang. Wang Qing mengikutinya dan duduk di sebelahnya.
“Hei,” kata Dayu. ”Kau bisa duduk di sebelah sana..”
Biasanya di bus yang kosong penumpang duduk sendiri-sendiri menikmati kemewahan yang hanya terjadi di daerah-daerah terpencil di ujung dunia. Dayu tidak ingin tampak aneh duduk berdempetan di tempat seluas ini. Hal itu hanya dilakukan pasangan.
Wang Qing tidak memperdulikan protes Dayu. Dia melipat tangannya dan memejamkan mata. Ketika Dayu berdiri ingin pindah dia menarik tangan Dayu, “Aku akan menyuruh bus berhenti dan kita pulang ke rumahmu.”
Dayu duduk kembali. Mereka diam sepanjang perjalanan sampai memasuki terminal tujuan.
“Qingge.” Dayu membangunkan Wang Qing yang tertidur.
“Hei Qingge.” Dayu mengguncang bahu Wang Qing. Dayu menyadari kalau wajah Wang Qing terlihat pucat.
“Qingge!” Panggil Dayu cemas.
Wang Qing membuka mata, pandangannya terasa gelap.”Kita sudah sampai?” tanyanya lemah.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Dayu.
Wang Qing berusaha berdiri namun hampir jatuh.
“Ada apa dengan temanmu?” sopir bus mendatangi mereka.
“Kurasa dia sakit,” kata Dayu.
“Aku tidak apa apa, hanya lapar. Dari kemarin aku belum makan.” Wang Qing menjelaskan lesu, dia tidak ingin Dayu panik.
“Kalian akan kemana?” tanya sopir bus.
“Ke Beijing,” jawab Dayu. Dayu terkejut dengan daya tahan Wang Qing. Seharusnya dia jadi tentara pikirnya. Dia pasti bisa bertahan hidup di medan pertempuran yang kekurangan bahan pangan. “Tapi kami akan menginap dulu di sini.” Dayu memutuskan. “Paman apakah ada hotel atau losmen di dekat-dekat terminal?”
Sopir mengangguk. “Ayo kuantar.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Qingyu fanfic
FanfictionDalam hidup ini, hanya perlu waktu sekejap untuk jatuh cinta, namun apakah itu cinta sejati perlu waktu yang sangat panjang untuk membuktikannya. Sepuluh tahun, dua puluh tahun, tiga puluh tahun hanya hitungan sementara karena batas sebenarnya ada d...