Kaki Dara sudah membaik dan ia tak perlu lagi menggunakan tongkat. Ia sudah sembuh total. Namun motornya ditarik darinya untuk selamanya dan dikembalikan ke pemilik aslinya, Yayat.
"Woi bengong aja lo." Bimo melempar ciki yang ia pegang ke Dara.
"Kesambet baru tau rasa lo." tambah Nadia yang kini sedang berbaring dikasur milik Dara.
Hari ini hari minggu dimana tadinya Nadia dan Dara ingin menonton film dirumah Dara. Nadia bahkan membawa beberapa makanan untuk teman menonton. Hingga tamu tak diundang datang dan masuk seenaknya ke kamar Dara dan ikut menghabiskan makanan yang Nadia bawa. Siapa lagi kalau bukan Bimo.
"Oh iya, udah ada perkembangan dari polisi gak soal orang yang celakain lo?" tanya Nadia sambil menyuapkan keripik kentang ke mulutnya.
"Udah, gue udah liat cctv di tkp. Tapi orangya belum ditangkep." ucap Dara.
Kemarin ia melihat cctv di tkp dan menangkap dua orang yang mencelakai Dara. Dara tidak kenal siapa mereka dan ia juga tidak tau mereka ada masalah apa dengan Dara.
"Oh gitu, semoga cepet ditangkep deh." ucap Nadia
"Tapi gue punya firasat, Dar." ucap Bimo yang membuat Dara dan Nadia menoleh ke arahnya.
"Firasat apa?" tanya Dara
"Mereka kayanya orang suruhan. Dari yang lo bilang kalo lo sekeluarga gak kenal siapa pelaku, pasti ini ada yang suruh mereka celakain lo." ujar Bimo yakin.
"Gue gak mau nebak nebak deh, nanti salah malah jadi fitnah." ucap Nadia
"Nebak?" Apa Dara punya musuh yang ingin celakai dia? Dara bingung.
Ting... Ting...
Sebuah pesan masuk ke ponsel Dara. Dara membuka pesan itu, dari nomor tak dikenal. Nomor itu mengirimkan dua gambar kepadanya.
Dara menutup mulutnya, tak percaya dengan gambar yang dikirimkan nomor tak dikenal ini. Melihat temannya itu, Nadia dan Bimo mendekat dan melihat isi pesan tersebut.
"Apaan nih?" Bimo bertanya kepada Dara.
"Eh tunggu," Nadia memperbesar foto tersebut. "WHAT???!!" Nadia berteriak, tidak percaya dengan yang ia lihat. Itu Dimas.
Bimo yang kaget melirik ke arah Dara yang kini matanya berkaca kaca. "Ini apa, Dar?" tanyanya.
"Dua orang itu yang nyelakain gue." Dara melepas ponselnya. Ia tentu masih ingat dengan dua orang yang mencelakainya. Motor mereka sama seperti yang digunakan saat mencelakai Dara, begitu juga dengan wajah mereka yang kini terlihat jelas dibandingkan dengan di cctv kemarin. Tapi yang paling ia tak percaya, kenapa ada Dimas? Kenapa dia bersalaman dengan mereka?
"Itu seriusan Dimas?" tanya Nadia.
"Dimas bgst." Bimo berdiri dari duduknya dan menghilang dari balik pintu kamar Dara. Dia akan menuntut penjelasan Dimas.
Dara menatap pintu kamarnya nanar. Masa iya Dimas yang mencelakainya? Tapi kenapa dia kenal dengan mereka?
"Dimas gak mungkin ngelakuin itu, Dar." Nadia yakin itu bukan Dimas. Dimas tidak begitu. Ia tau persis Dimas suka pada Dara. Dimas sayang kepada Dara.
"Tapi Nad," Air mata Dara jatuh tanpa diminta. Dara berharap semua prasangka mengenai Dimas dipikirannya saat ini tidak benar.
Nadia merengkuh sahabatnya. Menenangkan Dara yang kini mulai terisak. Cukup lama membuat Dara sedikit tenang. Hingga ponsel Dara berdering, Bimo menelponnya.
"Dar," Suara Bimo disebarang telpon sangat aneh. Mereka berdua menunggu apa yang selanjutnya diucapkan Bimo.
"Dimas yang ngelakuin, Dar. Dimas kenal mereka berdua."
Detik itu juga tangis Dara semakin Deras. Dimas sialan.
***
Dara sedang berada di UKS saat upacara bendera tengah dilaksanakan di hari Senin ini. Tidak, Dara tidak sakit, ia hanya tidak ingin ikut upacara. Dengan wajah lesu karena kemarin ia tidak tidur sama sekali penjaga UKS mereka percaya dan membiarkannya tinggal.
"Dara, upacaranya udah selesai. Kamu gak ke kelas?" tanya Penjaga UKS.
"Iya, Bu."
Dara keluar dari UKS dengan malas. Padahal ia sangat malas berada di kelasnya. Iya, malas bertemu dengan Dimas. Ia harus menghilangkan Dimas dari pikirannya hari ini, besok, dan mungkin selamanya. Dia benci dengan Dimas.
"Dara," Nadia berlari dari arah lapangan menghampirinya. Nadia bau matahari.
"Bau matahari lo." ujar Dara
"Namanya baru habis upacara." mereka berjalan beriringan menuju kelas mereka.
"Oh iya Dar," Nadia berujar ketika mereka sudah duduk di kursi mereka. "Dimas mukanya hancur banget, kayanya si Bimo gak nanggung nanggung mukul." ucapnya.
Mendengar nama Dimas disebut Dara naik pitam, moodnya hancur sehancur hancurnya. Melihat perubahan raut wajah sahabatnya, Nadia meringis merasa sedikit bersalah. Sepertinya Dara benar benar membenci Dimas.
"Sorry, Dar."
Tak lama teman sekelas Dara sudah kembali hampir semuanya. Kebanyakan dari mereka membawa minuman dan mengipasi diri mereka dengan topi mereka, jam pertama mulai 10 menit lagi.
"Dara," Dara menoleh dan mendapati kini Azka duduk didepannya.
"Apa?" tanya Dara datar.
"Nanti lo disuruh ke rumah sama Mama gue, gatau ngapain." ucap Azka.
"Males."
"Inget status lo masih dijodohin sama gue. Ini bukan gue yang minta tapi Mama, jadi lo harus dateng."
"Iya ah bawel." Dara menenggelamkan kepala di dalam lipatan tangannya. Tanda bahwa ia tidak mau bicara dengan Azka lagi.
Azka berdiri dari duduknya dan menuju tempatnya. Dara memejamkan matanya, ia mengantuk dan ingin tidur sebentar. Namun namanya kembali dipanggil dan disertai tepukam di pundaknya.
"Dara,"
Dara kesal, "APA?!" ucapnya tidak selow. Semua mata dikelasnya beralih menatap Dara. Masih pagi tapi Dara sudah ngegas.
"Gue mau ngomong sama lo."
Dara mengdengus, ia sangat tidak ingin bicara dengan orang dihadapanya ini. Dara memutar bola matanya. Dimas harusnya tau diri, Dara tidak akan pernah mau bicara lagi sama dia setelah apa yang dia lakukan.
"Lo gatau diri ya? Mikir gak setelah apa yang udah lo lakuin ke gue, gue masih mau ngomong sama lo?" ucap Dara sinis.
Dimas menatapnya dan dengan cepat mengambil tangan Dara dan ditariknya, ia mau mengajaknya keluar dari kelas. Dara berhasil melepas tangannya dan mendorong keras Dimas kearah papan tulis hingga menghasilkan suara yang cukup keras. Membuat semua teman sekelasnya melihat mereka, beberapa bahkan sudah mendekat kearah Dimas dan Dara.
"Lo apaan sih, njing?!" ucap Dara emosi. "Gue tuh ada salah apa sih sama lo?"
"Ada apa sih ini? Masih pagi woi." ucap Ridwan si ketua kelas yang kini menengahi mereka, takut terjadi baku hantam.
"Jangan pernah ngomong sama gue!"
Setelah berkata begitu, Dara kembali menuju kursinya. Begitu juga dengan teman sekelasnya yang kembali ke tempat mereka masing masing namun dengan tatapan yang masih mengarah ke Dara maupun Dimas. Ada apa dengan mereka? sekiranya begitu yang ada dipikiran mereka.
Azka yang melihat pertengkaran tadi hanya tersenyum puas, Dara pasti sudah membenci Dimas. Berbeda dengan Vina yang sedari tadi menatap Dimas dan Dara dengan pandangan yang tak biasa, tersenyum tipis dan kembali pada buku di depannya.
Dimas didepan hanya bisa menatap Dara dengan pasrah. Apa yang ia lakukan sepertinya salah. Dan seseorang yang seharusnya menanggung kesalahannya kini berada didepannya dengan tampang yang sangat ingin Dimas habisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dara |new version|✔
Roman pour AdolescentsPernah dengar kata orang kalau persahabatan antar lawan jenis itu nyaris mustahil ada karena salah satu atau (kalau beruntung) bahkan keduanya saling menyimpan rasa? Sepertinya hal itu berlaku untuk persahabatan Dara dan Dimas. Dimas menyukai Dara...