Dua Puluh : Akhir Bahagia

1K 33 0
                                    

Dara baru saja pulang dari rumah sakit dan bergegas menuju rumah Dimas. Mereka mengadakan reuni kecil kecilan sekaligus merayakan ulang tahun anak Dimas.

Dara berjalan menuju parkiran sambil menempelkan ponselnya ke telinga. Pacarnya menelpon.

Dara membuka pintu mobilnya dan menaruh tasnya dikursi belakang. ponselnya masih setia di telinganya. Hingga akhirnya dia menyalakan mode loudspeaker dan ponselnya ia taruh di kursi sebelahnya.

"Berarti langsung ke Dimas kamu?" tanya pacarnya diseberang.

"Ho oh." jawab Dara yang kini fokusnya tengah mengeluarkan mobilnya dari parkiran dan keluar dari area rumah sakit.

"Mandi dulu, pulang!" suruh pacarnya.

"Udah telat aku, Dika."

Dika. Pacarnya sejak, entah Dara tak ingat. Dara bahkan tak ingat kenapa mereka bisa pacaran. Berawal dari resepsi Nadia, insiden kunci mobil hingga mereka saling tukar nomor. Dika orang yang menyenangkan dan lucu, itu first impression Dara padanya. Dika adalah seorang dosen muda di salah satu universitas di Jakarta dan kakak tingkat Bimo di universitas.

Mereka bisa nyambung satu sama lain karena selera lawak mereka sama. Dika orangnya garing, setiap membuat lelucon tidak pernah ada yang ketawa kecuali Dara. Dika pernah bilang padanya, tidak masalah semua orang tak tertawa karena leluconnya, tidak masalah selagi ada Dara yang tertawa. Jika Dara tertawa katanya dunia seakan berhenti dan hanya ada dia dan Dara.

Tentunya Dara merasa geli mendengar ucapan seperti itu, Dara tak suka orang menggombal padanya. Namun Dika yang tak patah semangat terus mendekati Dara hingga tak sadar Dara jatuh hati padanya.

Dika itu paket komplit bagi Dara. Ganteng, tinggi, lucu, berdedikasi, jago masak, dan yang paling Dara suka ketika Dika tersenyum matanya menyipit dan membentuk eye smile, manis sekali.

"Kamu tuh habis dari rumah sakit, mandi dulu. Pulang!" ucap Dika.

"Iya ini pulang sekarang." ucap Dara.

"Hati hati pulangnya. Kalo ada yang ngetok jendela mobil trus gak kenal jangan dibuka. Kalo ada yang maksa berhenti jangan didenger, ngebut aja. Udah tak ajarin ngebut kan? Nanti kalo udah di rumah Dimas kabarin." ucap pacarnya itu panjang lebar.

Dara yang mendengar itu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Ini masih jam setengah 8. Belum ada begal, Dika."

"Begal itu gak kenal waktu. Kapan ada kesempatan mereka beraksi."

"Ho oh deh."

"Ho oh, ho oh mulu. Ngerti gak?!" nada suara Dika sedikit meninggi.

"Ngerti. Gausah ngegas!" Dara tak mau kalah juga ikutan ngegas.

"Eh, iya iya. Maaf say." ucap Dika.

"Iya say." ucap Dara mengikuti cara Dimas bicara. Mobilnya ia parkirkan diluar, didekat gerbang. "Aku udah sampe rumah. Aku siap siap dulu ya."

"Iyaa." Dara memutuskan telpon mereka dan segera bersiap. Bisa dipastikan saat sampai di rumah Dimas, Nadia akan mengomel karena Dara telat melulu ketika mereka ajak bertemu.

***

"DARA LO TELAT MULU TIAP KUMPUL YE!"

Apa Dara bilang. Nadia sudah berteriak ketika ia membuka pintu masuk rumah Dimas. Dara menyengir mendengarnya, Dara kan sibuk jadi wajar telat.

"Sibuk coy, maklum lah." ucapnya kemudian berjalan kearah Citra yang sedang menggendong anak perempuan mereka, Maira.

"Ghana, tante dateng bawa hadiah." Dara memberikan paperbag berukuran sedang yang berisi mainan kepada Citra.

Dara |new version|✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang