Tiga belas : Ujian Ujian Ujian

525 24 0
                                    

Dara belajar lebih giat dari biasanya. Pemicunya selain karena sebentar lagi mereka akan Ujian Sekolah dan Ujian Nasional, ada sebuah pengumuman di papan mading sekolahnya mengenai beasiswa kuliah ke Jepang.

Jujur, dia tak pernah belajar sekeras ini selama hidupnya. Rasanya kepalanya mau pecah. Namun demi masa depannya, ia rela mengorbankan seluruh waktunya untuk belajar.

Ia sudah lulus tahap penyerahan berkas dan tinggal beberapa hari lagi ia akan tes tulis dan apabila ia lulus tes tulis ia bisa ikut wawancara dan akan semakin dekat dengan beasiswa tersebut. Dara harus bekerja keras.

Dara kini berada di perpustakaan sekolahnya. Kelas sedang jam kosong dan gurunya pun tidak memberikan tugas. Suasana kelasnya jadi ribut dan tidak nyaman untuknya belajar. Beberapa temannya juga kemari bersamanya dengan tujuan yang sama yaitu belajar.

"Rajin banget lo." Azka datang dan duduk disebelahnya. Ia tampak membawa sebuah buku tebal dan beberapa kertas ditangannya. "Belajar soal USBN gak lo? Kalo iya lo ringkas dong apa aja yang lo pelajari trus kasi tau gue." lanjutnya.

"Ringkas sendiri lah." ucap Dara. Kini matanya beralih menatap buku tebal yang dibawa Azka tadi. "Udah sampe mana belajar buat SBM?" tanyanya dan kini ia membuka buku tebal tersebut.

"Gue baru belajar yang ada angka angkanya, kalo hapalan bisa lah belakangan."

Dara mengembalikan buku ke tangan Azka dan kembali berkutat dengan kertas soal dan orak orek didepannya. Begitu juga dengan Azka yang kini membuka halaman buku tebalnya.

"Mau ikut denger?" tanya Azka yang kini menyodorkan earphone yang sudah ia sambungkan dengan ponselnya.

"Boleh."

Azka memasangkan salah satu earphone ketelinga Dara dan satunya ke telinganya. Lagu dengan tempo pelan mengalun di telinga mereka, lagu yang pas untuk belajar.

Sejak Dara ke rumah Azka sebulan lalu hubungannya dengan Azka menjadi baik. Dara sempat mengobrol dengan Mama Azka mengenai sekolah dan universitas yang akan dipilihnya nanti. Saat itu juga Azka memberi tau bahwa ia ingin kuliah di Surabaya dan mengambil jurusan teknik perkapalan. Azka kalau sudah ingin sesuatu, harus ia dapatkan bagaimana pun caranya.

Mereka sama sama larut dalam soal dan penjelasan yang sedang mereka baca hingga mereka tidak sadar seseorang menatap mereka, Dimas. Ada rasa tidak suka di dirinya melihar Azka dan Dara berdua seperti itu.

Ponsel Dimas bergetar disakunya. Dilihatnya layar yang kini menampilkan nama orang yang belakangan sering hadir di hidupnya. Entah sejak kapan dia mengijinkan perempuan ini masuk walau dengan tujuan yang harus ia rahasiakan ke semua orang.

Diangkatnya telpon, "Iya, Vin?" Dimas melangkah menjauh dari perpustakaan menemui Vina. 

 ***

Hari ini adalah hari tes beasiswa Dara. Sejak pagi ia sudah deg degan tidak karuan. Tes kali ini diadakan di sekolah tepatnya di ruang BK yang sudah disulap isinya dengan beberapa bangku dan kursi. Dara kini tengah menunggu ujiannya dimulai dengan 3 teman sekolahnya yang lulus ke tahap tes. Mereka semua diam membaca buku atau catatan yang mereka buat agar makin melekat di otak mereka. Dara mau tidak mau ikut membaca juga, pencitraan sedikit tidak apa kan?

"Udah, jangan baca buku lagi." Nadia mengambil buku Dara dari tangannya. "Nanti blank lo. Gausah baca, mending lo tenangin diri lo."

Dara merebut kembali bukunya, "Gak deh, gue gak pede nih. Jadi harus baca lagi."

"Dar, lo tuh dari dulu gak bisa nih yang namanya baca buku H- beberapa menit sebelum ujian. Yang udah melekat di otak lo bisa ilang, blank nanti." ujar Nadia.

"Gue mau baca baca aja kok."

"Yaudah deh." Nadia kini beralih duduk disebelah Dara yang sibuk membaca bukunya. Ia mengamati ruang BKnya dan terhenti pada papan besar yang berisikan nama nama universitas favorit di Indonesia. Tak sadar ia tersenyum melihat nama universitas yang ia inginkan.

Dara menoleh dan mendapati sahabatnya itu tersenyum tanpa sebab. Jangan jangan Nadia kesambet, pikirnya. "Kenapa senyum senyum lo?" tanya Dara

"Gue bakal masuk univ itu, Dar." ucap Nadia menunjuk salah satu nama universitas yang terletak di Bandung. "Arsitektur." lanjutnya.

Dara tersenyum mendengarnya. Sahabatnya ini sejak kecil sangat suka menggambar dan sejak kecil pula cita citanya selalu konsisten dari tahun ke tahun, Arsitek.

"Yang tidak mengikuti ujian silahkan keluar dari ruangan." suara Guru BK mereka membuat Nadia dan beberapa siswa lainnya keluar dari sana.

"Dara," Dara menoleh kearah pintu. Nadia masih berdiri disana bersama... Azka.

"SEMANGAT!!" teriak Nadia diiringi senyum lebar begitu juga Azka yang tersenyum tipis.

Dara tersenyum lebar hingga memperlihatkan giginya. Senyumnya perlahan hilang seiringan dengan ditutupnya pintu ruangan BK dan soal yang kini mulai dibagikan. Dara semangat!

***

Dimas izin ke kamar mandi ketika pelajaran Fisika. Sebenarnya itu hanya alasan karena saat ini ia sedang berada di dekat ruang BK. Dara hari ini ada tes ujian beasiswa, ia harus melihatnya. Ia mendekat ke jendela dan dengan jelas Dara terlihat sedang mengerjakan soal ujiannya. Sesekali Dara mengetuk ngetukkan pulpen ke kepalanya, Dara bingung pasti.

Dimas tersenyum ketika Dara menulis jawaban pada ljk yang tersedia. Dara sudah berusaha jadi pasti bisa. Dimas tidak sadar bahwa ia telah berdiri selama 15 menit disana. Hingga tepukan dipundak membuatnya menoleh.

"Segitunya ngeliatin Dara." ucap Vina.

"Lo ngapain disini?" tanya Dimas dan melihat sekelilingnya. Ini masih jam pelajaran Fisika.

"Lo lama balik ke kelas," tiba – tiba Vina mengamit lengan Dimas.

"Lepas!" Vina tak menengarkan ucapan Dimas. Dimas melepaskan tangan Vina dari lengannya. "Gue setuju buat bantu lo jaga rahasia lo, gue setuju ngelindungin lo, gue setuju buat diem aja selama ini, tapi gue gak setuju lo ngeklaim diri gue atas lo." ucap Dimas.

"Terserah, tapi Dara–"

"Jangan macem macem ke Dara, gue peringatin lo!" ucap Dimas memotong perkataan Vina.

Vina berdecak, "Gak lo, gak Azka sama aja. Bucin Dara. Gue heran deh sama kalian, dipelet pake apa sih?" ucapnya.

"Pake cinta." ucap Dimas dan kembali menghadap jendela ruang BK. Ujian telah selesai karena guru BKnya tengah mengambil kertas jawaban dan soal mereka.

"Dara, sialan." ucap Vina membuat Dimas menoleh ke arahnya.

"Sekali lagi lo jelek jelekin Dara, gue sebarin rahasia lo." ucap Dimas tajam dan pergi dari sana. Kembali ke kelasnya.

Vina masih berdiri disana. Ia menunduk, melihat kearah perutnya.

"Vin?"

Vina menoleh ke seseorang yang memanggilnya, Dara.

Dara terkejut saat ia keluar dari ruang BK matanya menangkap sosok Vina yang sedang melihat kebawah. Kalau boleh jujur Dara rindu berbicara dengan Vina. Rindu saat mereka bertiga makan bersama di kantin sambil bergunjing.

"Lo ngapain disini?" tanya Dara.

Tepat saat Dara bertanya, bel tanda istrahat berbunyi. Membuat seluruh siswa berhamburan keluar dari kelas mereka.

"Bukan urusan lo." jawab Vina sinis dan meninggalkan Dara sendiri.

"DARAA!!" Nadia berteriak memanggilnya. Namun matanya tak sengaja menangkap sosok Vina melewatinya. "Lah gak nyapa tu anak, bodo."

"Kantin yuk, laper." ucap Dara kemudian menarik sahabatnya menuju kantin. 

Dara |new version|✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang